Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
ANGGOTA Komisi III DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) merupakan respons DPR atas keinginan KPK sendiri.
Komisi III DPR RI, kata dia, pernah menanyakan kepada KPK soal dukungan legislasi seperti apa yang dibutuhkan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi KPK baik di bidang pencegahan maupun pemberantasan tindak pidana korupsi.
Maka itu, ia menekankan revisi UU KPK bukan lah keinginan DPR.
"Kalau dikatakan ini akal-akalan DPR, operasi senyap, di DPR enggak mungkin ada operasi senyap apalagi kalau sudah di paripurna. Semuanya sudah terjadwal, terdokumentasi, teradministrasi secara transparan," katanya dalam diskusi yang bertajuk KPK adalah kunci di De Consulate Resto Lounge, Jakarta, Sabtu (7/9).
Pada November 2015, diungkapkan Arteria, KPK menyampaikan kepada DPR sejumlah hal terkait revisi UU KPK, antara lain menyangkut pembentukan dewan pengawas KPK dan kewenangan mengeluarkan SP3.
"Semua yang diinginkan sudah direspons secara cermat, prosedural melalui mekanisme kelembagaan yang berlaku di DPR," terangnya.
Baca juga: Draf Revisi UU KPK Segera Disampaikan ke Presiden
Saat ini, lanjut dia, perspektif DPR adalah menginginkan penegakan korupsi dapat dilakukan secara paripurna dan juga bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
"Lembaga yang menangani tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya agar bisa berdaya guna, berhasil guna dan ada kesetaraan kewenangan. Kalau semuanya dikasih fasilitas yang sama, saya yakin kekuatannya bisa sama," tuturnya.
Sebagai informasi, DPR mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu sebagaimana pembahasan yang mengemuka dalam rapat paripurna DPR RI pada Kamis (5/9).
Pada kesempatan yang sama, Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai ada perubahan perspektif di DPR terhadap keberadaan lembaga KPK saat ini. Awal mula pembentukan KPK, dijelaskannya, dilakukan sebagai respons dari stagnannya pemberantasan korupsi pada waktu yang lalu, yaitu oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
"Kenapa perubahan paradigma terjadi? Menurut saya lebih pada sosial sosiologis dan psikologis. Umpamanya berapa kali KPK bersama dasar hukumnya itu dipersoalkan? Berapa kali judicial review ke Mahkamah Konsititusi?" katanya.
Selain itu, lanjut dia, menurut catatan, orang-orang yang tersangkut di KPK berasal dari anggota DPR/DPRD, pimpinan partai politik dan juga menteri
"Jadi ada banyak orang yang secara psikologis itu ada keberatannya terhadap kehadiran KPK yang begitu independen. Karena itu ada paradigma yang mau mengubah (UU KPK)," jelasnya.(OL-5)
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
Pengesahan revisi kebijakan energi nasional perlu dipercepat
FSGI mengatakan pelajar yang ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI untuk menolak revisi Undang-Undang No.10/2016 tentang Pilkada, berhak mendapat perlindungan.
Polisi menangkap 301 orang terkait aksi unjuk rasa revisi Undang-Undang Pilkada yang berakhir ricuh kemarin. Saat ini 112 orang di antaranya sudah dipulangkan.
KPAI mencatat ada tujuh anak yang diamankan di Polda Metro Jaya dan 78 anak diamankan di Polres Jakarta Barat, usai aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi UU Pilkada.
Komnas HAM menyesalkan cara pembubaran aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, kemarin. Aparat membubarkan massa dengan gas air mata dan pemukulan.
Istana mengingatkan agar semua pihak tetap harus menjaga kondusifitas agar kepentingan publik dan roda ekonomi tidak terganggu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved