Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
MAHKAMAH Agung menggandeng Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk menyosialisasikan penerapan aplikasi e-litigasi. Penerapan e-litigasi sebagai kelanjutan dari program e-court merupakan solusi yang diberikan Mahkamah Agung, terutama dalam menciptakan pelayanan peradilan dengan pemanfaatan teknologi informasi.
E-litigasi rencananya diterapkan secara nasional mulai Januari 2020. Guna memodernisasi sistem peradilan di Tanah Air, MA melalui Peraturan MA (Perma) Nomor 3 Tahun 2018 telah memperkenalkan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik (e-court). Sistem berbasis online itu terdiri atas e-filing, e-payment, dan e-summon.
E-court kemudian disempurnakan dengan pemberlakuan Perma No 1 Tahun 2019 yang mewajibkan diterapkannya persidangan di pengadilan secara elektronik atau e-litigasi. Agar e-ligitasi berjalan lancar maka semua pihak yang berkepentingan, termasuk advokat sebagai pengguna aktif e-court diharapkan mampu berperkara di pengadilan secara elektronik.
"Ini langkah yang sangat bagus, dan sistemnya bagus tapi kalau pengguna tidak mendukung juga akan tidak jalan," ujar Ketua Pokja Perma MA Syamsul Maarif disela-sela acara sosialisasi e-litigasi di Jakarta, Senin (2/9).
Menurut dia, e-court sangat bagus untuk diterapkan dalam persidangan. Tujuannya agar persidangan dapat berjalan cepat, efisen, dan murah. Namun, e-court tidak akan bisa berjalan tanpa didukung oleh pengguna yang mempunyai kewenangan, seperti organisasi Peradi dan advokat lain.
Pihaknya pun menyadari adanya persoalan dan hambatan di lapangan melalui sosialisasi e-court. Itu lantaran ada beberapa hal yang belum jelas. Oleh karena itu, pihaknya diakui Maarif, akan menampung dan menggodok kembali terkait penerapan e-court, sehingga pelayanan pengadilan bisa berlangsung lebih cepat, lebih sederhana, serta lebih murah.
Baca juga: Aparat Keamanan di Papua Kedepankan Cara Persuasif
"Program lebih cepat dan lebih murah melalui e-ligitasi ini adalah bagian kecil dari misi Mahkamah Agung. Misinya ingin banget agar peradilan ke depan respected dan agung, makanya salah satu komponen menuju itu adalah pelayanan yang optimal, melalui elektronik dan pelayanan yang lain."
Ia membeberkan, saat ini seluruh pengadilan dari level Mahkamah Agung hingga di bawahnya sudah menyiapkan sarana prasarana sudah, termasuk pelatihan SDM. MA juga minta dukungan publik agar pelaksanaan terobosan itu berjalan lancar.
Ketua Umum Peradi, Juniver Girsang, mengapresiasi upaya MA dan mendukung Perma Nomor 1 Tahun 2019. Menurut dia, regulasi tersebut bakal mengefektifkan cara kerja advokat dalam beracara.
"E-litigasi menghemat waktu, biaya, tenaga dan energi. Kita bertanggungjawab mensosialisasikan ini kepada advokat agar segera bisa menyesuaikan diri. Sistem ini sangat bagus dan melalui sistem ini bisa membuktikan kepada luar negeri bahwa kita bisa dipercaya dalam berproses berperkara yang cepat," ujar Juniver.
Lebih jauh, imbuh dia, penerapan e-litigasi sekaligus membuktikan bahwa Indonesia lebih maju dari negara lain. Bahkan, Malaysia diakuinya belum menerapkan sistem tersebut. Kehadiran aplikasi itu diharapkan dapat mendukung percepatan perkara yang selama ini menjadi masalah bagi pencari keadilan.
Perma Nomor 1 Tahun 2019 sejak diluncurkan pada 13 Juli 2019 telah terdaftar sebanyak 19.034 peserta dan terverifikasi 17.520. Dari data itu diketahui 70% berasal dari anggota Peradi (13.342) dan sisanya, 30% merupakan peserta lainnya. (OL-1)
Elon Musk menuding Apple memihak ChatGPT di App Store. Ia bahkan berjanji akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Ketua IBLAM School of Law, Prof Angkasa menegaskan bahwa pendidikan hukum tidak bisa stagnan di tengah era yang bergerak cepat.
Setiap tahun, deretan pejabat publik terjerat kasus hukum. Sistem hukum dan birokrasi sering kali gagal membedakan antara kesalahan administratif dan kejahatan yang disengaja.
Nikita Mirzani meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk meluruskan hukum di Indonesia, usai menjalani sidang dakwaan kasus pemerasan.
PRESIDEN Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku yang bertindak sebagai justice collaborator.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved