Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Festival HAM Hadirkan Kilas Balik Pelanggaran

Rahmatul Fajri
28/8/2019 12:20
Festival HAM Hadirkan Kilas Balik Pelanggaran
Kelompok Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bersama Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.(Medcom.id/Kautsar Prabowo)

KELOMPOK Indonesia untuk Kemanusiaan (Ika) bersama Koa-lisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) berencana menggelar Festival 45-45. Acara ini menyuguhkan kilas balik kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM).

Program manajer Ika, Lilik HS, mengatakan melalui festival tersebut masyarakat, terutama anak muda, didorong untuk dapat mengetahui secara gamblang kasus yang kerap dinilai tabu untuk dibahas.

"Kami membuka ruang me-ngumpulkan kembali ingatan-ingatan, peristiwa, pengalaman yang berserakan, dan mengha-dirkannya kembali dalam bentuk pameran foto-foto, instalasi seni, tuturan pengalaman dan kesaksian, teks-teks sastra hingga bait-bait musik," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Lilik mengaku tidak berharap banyak acara itu mampu membuka tabir kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang mangkrak. Namun, setidaknya pemerintah akan mengetahui masih banyak masyarakat sipil yang menanti titik terang pengusutan kasus.

"Agar persoalan HAM tidak menjadi wacana, bersama anak muda kita serukan agar banyak yang merasa risau," tuturnya.

Festival 45-45 akan digelar pada 29-31 Agustus 2019. Selain Komisi Nasional (Komnas) HAM, penyelenggara juga berasal dari Komnas Perempuan, Pamflet, IKOHI, INFID, ELSAM, Kontras, Amnesty International Indonesia, Kemudi, Lakpesdam NU, LBH APIK Jakarta, dan Partisipasi Indonesia.

Lilik mengatakan selain menyelenggarakan festival, pihaknya juga menjalin komunikasi dengan korban dan pelaku melalui pendekatan hak ekonomi sosial budaya. Selama lima tahun terakhir, korban-korban pelanggar-an HAM mendapatkan layanan, seperti bantuan sosial berupa akses pengobatan gratis.

 "Misalnya korban 1965 di Solo mendapatkan layanan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) bisa berobat, tidak lagi menyusahkan keluarganya yang terkucilkan dampak dari korban 65. Itu membuat seakan-akan ada tanggung jawab dari pemerintah," ungkap Lilik.

Ia menambahkan proses mediasi atau mempertemukan antara pelaku dan korban juga menjadi program. Hal tersebut salah satunya dilakukan di Desa Sikka, NTT,  yang sebagian besar wilayahnya dihuni korban dan pelaku kasus korban kekerasan 1965. (Medcom/Faj/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya