Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Hidupkan GBHN akan Mengancam Demokrasi

Dero Iqbal M
26/8/2019 11:37
Hidupkan GBHN akan Mengancam Demokrasi
Ketua MPR Zulkifl i Hasan (kedua dari kiri) memimpin Sidang Tahunan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).(ANTARA/SIGID KURNIAWAN)

WAKIL Presiden Jusuf Kalla menegaskan bila Garis-Gesar Haluan Negara (GBHN) kembali dihidupkan akan menimbulkan efek yang luas. Dengan GBHN, presiden tidak lagi memiliki program kerja.

“Saya dua kali jadi badan pekerja jadi paham UUD. Jadi, kita buat (GBHN). Setelah dibuat dan disahkan, baru kita pilih presiden. Jadi, presiden tidak punya program apa-apa, hanya harus melaksanakan program GBHN ini,” tutur JK.

Menurut JK, jika GBHN dimunculkan kembali, hal tersebut akan menimbulkan efek pada pemilihan presiden. Dalam kampanyenya, presiden tidak berkampanye menyampaikan visi dan misinya dalam memerintah nantinya.

Dengan demikian, masyarakat tidak bisa lagi memilih apa yang mereka inginkan. “Kalau sistemnya pemilihan langsung, bagaimana menyinkronkan GBHN dengan pemilihan langsung, ini agak bertentangan. Kalau ada GBHN, presiden mengampanyekan apa? Di situ pertanyaannya.”

Jika ada GHBN, menurut JK, presiden harus mengikutinya. Sebaliknya pada sistem pemilihan langsung, presiden yang membuat rancangan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Padahal, baik RPJMN maupun GBHN sama-sama berlaku lima tahun. “Kalau pilih GBHN, tidak ada RPJMN. Kalau mau RPJMN, pemilihan langsung. Jadi, implikasinya di situ nanti.”

Director for Presidential Studies-Decode UGM Nyarwi Ahmad juga setuju dengan JK. Baginya, mengha­dirkan kembali GBHN dan mengembalikan MPR sebagai lembaga ter­tinggi negara dapat membahayakan sistem demokrasi yang sudah berjalan. Agenda ini berpotensi mengurangi kewenangan presiden dalam merespons tantangan zaman.

“GBHN akan mengurangi kelincah­an kepemimpinan presiden dalam merespons perkembangan ekonomi dan politik global yang sangat cepat dan kompleks. Selain itu, adanya GBHN juga bisa membatasi kreativitas dan inovasi presiden,” kata Nyarwi.

Amendemen yang mengembalikan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, menurut Nyarwi, bisa memberikan angin segar bagi kelompok-kelompok parpol dan politisi konservatif dengan alam pikir Orba agar presiden dan wakil presiden dipilih MPR.

”Posisi presiden sebagai kepala negara akan makin tersubordinasi dan bahkan bisa tersandera oleh sekelompok elite yang memimpin lembaga tersebut (MPR),” Nyarwi menegaskan.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G Plate menambahkan, wacana amendemen UUD 1945 yang terbatas pada GBHN perlu dievaluasi terlebih dahulu agar sesuai dengan kepentingan bangsa.

Menurutnya, evaluasi yang komprehensif diperlukan untuk merealisasikan wacana tersebut. Itu disebabkan amendemen UUD bertujuan menjaga konsistensi arah dan haluan pembangunan negara.

Mengancam
Wacana mengubah UUD 1945 jika sekadar untuk menyalurkan nafsu politik sepihak justru berpotensi mengancam tatanan ketatanegaraan. Amendemen UUD pun sudah sepakat untuk memperkuat sistem presidensial dengan melucuti posisi MPR sebagai lembaga tertinggi.

Oleh karena itu, presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga tak ada alasan bagi MPR untuk memecatnya atas pertimbangan politik semata atau karena dianggap tak menjalankan GBHN yang ditetapkan MPR. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan karena dipilih langsung oleh rakyat, tanggung jawab presiden langsung kepada rakyat. Pemilu lima tahunan menjadi satu ajang evaluasi atas pelaksanaan mandat rakyat itu.

“Saya kira paling bijaksana bagi PDIP untuk terlebih dahulu melakukan kajian dan memberitahukan hasil kajian mereka ke publik. Ja­ngan hanya karena jadi pemenang pemilu lalu sesuka hati bermanuver untuk sesuatu yang tak ada jaminan kesuksesannya,” terang dia.

Lucius menilai usul yang dimunculkan setelah pesta demokrasi terasa aneh. Usul itu terlihat bernuansa politik kepentingan sesaat ketimbang memperkuat sistem kelembagaan demokrasi.

Namun, Ketua MPR Zulkifli Hasan menjamin rencana pemerintah untuk melakukan amendemen terbatas UU 1945 tidak akan mengubah metode pemilu dari langsung menjadi tidak langsung. Amendemen hanya dilakukan untuk menghidupkan kembali GHBN di MPR. “Enggak dong, ya, kan cuman model GBHN aja. Cuma satu aja namanya amendemen terbatas, amendemen terbatas khusus model GBHN,” kata Zulkifli.

Zulkifli melanjutkan pengadaan GHN dilakukan untuk mengatur negara secara filosofis. Khususnya bagaimana menajamkan visi dan visi presiden terpilih untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Mal/Gol/Uta/P-1)

Semua Parpol sudah Setuju

Petikan wawancara dengan Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah

Mengapa PDIP mengusulkan ingin menghidupkan kembali GBHN?
Wacana tentang amendemen terbatas yang digulirkan dalam Kongres V PDIP hanya meneruskan kesepakatan di MPR oleh seluruh fraksi dan DPD RI yang sudah menginisiasi amendemen terbatas UUD 1945.

Wacana amendemen terbatas bukanlah semata-mata usul PDIP. Sejak 2010 lalu sejak MPR di bawah kepemimpinan Taufiq Kiemas dapat aspirasi dari berbagai kelompok mayarakat yang merespons amendemen UUD 1945 sejak 1999 sampai 2002.

Mengingat dinamika masyarakat yang berkembang, diperlukan kembali perubahan UUD 1945. Kemudian direspons pimpinan MPR dan pimpinan fraksi MPR pada periode 2009-2014 lalu dengan bentuk tim kerja kajian ketatanegaraan.

Ini kemudian bekerja. Bahan kajian tentang amendemen terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN diserahkan pada badan pengkajian MPR RI. Manti kalau tak salah 24 Agustus akan kembali diadakan rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi untuk menyepakati rekomendasi itu.

Berarti sudah ada pembahasan sebelumnya?
Semua keputusan-keputusan penting ini apalagi menyangkut kepentingan keputusan tentang amendemen terbatas UUD 45 harus memerlukan kesepakatan kolektif, bukan hanya untuk Ketum partai politik dan presiden tentu tokoh-tokoh bangsa yang lain karena ini menyangkut dasar hukum kita.

Dengan telah disepakatinya ketum parpol dan presiden, kemudian stakeholder yang lain, ketika MPR melaksanakan agenda amendemen terbatas ini, kita melaksanakan dalam keadaan yang plong, dalam keadaan yang lega, suasana kebatinan yang tenang, suasana kebangsaan yang nyaman sehingga kita memikirkan tentang amendemen yang terbatas itu betul-betul dalam keadaan yang jernih pemikiran-pemikirannya.

Partai koalisi dan nonkoalisi juga setuju soal GBHN ini?
Kalau konteksnya melihat kesepakatan MPR periode hari ini, yang mana 10 fraksi, sudah menye­tujui amendemen terbatas untuk menghadirkan GBHN. Jadi, semua parpol yang ada perwakilan di parlemen, sudah sama-sama menyepakati agenda amendemen terbatas untuk menghadir­kan GBHN itu. Memang yang akan nanti dibicara­kan ialah mengenai bagaimana eksistensi MPR itu sendiri.

Lalu, bagaimana legal standing GBHN itu sendiri kemudian wewenang MPR yang akan dibicarakan fraksi-fraksi di MPR dan DPD RI. Secara prinsip, semua fraksi dan DPD sudah setuju untuk dilakukan amendemen terbatas pada periode ini (2014-2019).

Apakah menghidupkan kembali GBHN mendesak dilakukan?
Masa kerja MPR periode 2014-2019 akan berakhir dan sekarang sudah di posisi kurang dari sebulan, sementara menurut tatib MPR, inisiatif usul perubahan UUD hanya dapat diusulkan minimal sebelum periode ini berakhir. (Mir/P-1)

Wacana Tersebut Langkah Mundur

Petikan wawancara dengan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti

Bagaimana tanggapan Anda terkait dengan amendemen konstitusi?
Saya katakan tidak setuju dengan ide amendemen ini.

Kenapa tidak setuju?
Dulu amendemen karena ada tuntutan reformasi dan salah satu tuntutan mahasiswa ialah mengamendemen konstitusi. Jadi, tuntutannya ada dari rakyat karena amendemen harus berorientasi kepada kepentingan rakyat dan melibatkan publik.

Saya kira kajian PDIP kurang mendalam, tidak melihat sejarah, tidak melihat perbandingan dengan negara lain, dan bagaimana sistem presidensial yang efektif. Kalau MPR diletakkan sebagai lembaga negara tertinggi, akan merusak sistem presidensial yang diterapkan setelah amendemen UUD 1945. Sejak diamendemen empat kali pada 1999-2002, konstitusi sudah mengubah struktur ketatanegaraan sehingga tidak ada lagi lembaga tertinggi seperti MPR, dan Indonesia kini sudah menganut sistem presidensial yang lebih efektif.

Amendemen kali ini tidak mewakili rakyat?
Kita justru bertanya ini kepentingan siapa? Ada ukurannya kalau bicara kepentingan rakyat. Apakah ini diukur berdasarkan kepentingan rakyat atau hanya sebagian. Selain itu, apakah amendemen ini memiliki efek konkret pada berbangsa dan bernegara. Kalau menurut saya, ini sangat kental warna elitenya.

Apakah pengaktifan GBHN tersebut memang diperlukan?
GBHN tidak lagi relevan dengan sistem ketatanegaraan kita karena dulu GBHN ialah istilah dari mandataris MPR ke presiden. Sekarang presiden tidak dipilih MPR. Jadi, haknya ada di kita (rakyat), bukan MPR. Tidak rele­van dalam konteks hukum tata negara. GBHN juga tidak relevan karena dia dulu ialah mandat dan presiden bisa dijatuhkan MPR di tengah masa jabatannya. Dulu itu dimungkinkan kalau seorang presiden tidak menjalankan GBHN. Sekarang tidak bisa. Kalau dibuat untuk sekadar ada, biaya politiknya itu besar.

MPR menilai GBHN dibutuhkan sebagai suatu panduan yang pasti untuk stabilitas dalam program pembangunan?
Haluan negara tidak harus GBHN, elite parpol sering keluhkan karena ganti presiden programnya juga ganti, tapi ini namanya demokrasi. Jangan lupa dulu kita stabil bukan hanya karena GBHN, melainkan juga karena adanya presiden yang otoriter. Kita bukannya tidak punya GBHN, kita punya RPJP dan bentuknya UU, dan dibahasnya oleh DPR juga, tidak hanya presiden. Dari segi isi, GBHN dulu kata-katanya mengawang-ngawang sekali sedangkan RPJM sekarang itu ada indikatornya.

Jadi, sudah benar konstruksi saat ini?
Tidak adanya lembaga tertinggi membuat proses check and balance lebih baik sebab dalam sistem presidensial, semua lembaga berada dalam tingkat yang setara. Apakah presiden paling tinggi? Tidak juga. Kan check and balance DPR dan DPD memiliki sistem yang memungkinkan mereka mengawasi presiden. (Dro/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya