Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
ADANYA sejumlah usulan masyarakat agar Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pendaftar capim KPK untuk mundur dari instansinya saat proses seleksi berlangsung, menurut ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih sangat tidak logis
Hal itu karena saat proses seleksi, belum ada kejelasan seorang pendaftar akan langsung diterima sebagai pimpinan KPK nantinya. Usulan masyarakat sebelumnya menyebut, capim KPK dari Polri dan kejaksaan sebaiknya mundur dari instansinya saat proses seleksi.
"Aturannya kan jadi tidak logis, baru mendaftar kok sudah disuruh mundur. Kalau dia mau bilang begitu, suruh dia ke DPR untuk ubah undang undangnya. Kalau diatur begitu (mundur dari institusi saat seleksi), nanti tidak ada yang daftar, itu lebih bahaya lagi," kata Yenti saat dikonfirmasi, Minggu (7/7).
Mereka yang terpilih jadi pimpinan KPK nantinya pun, lanjut Yenti, tidak serta merta berhenti dari institusi sebelumnya.
"Nanti pun kalau sudah diterima, aturannya dalam surat pernyataan itu adalah tidak aktif di lembaganya yang dulu, hanya tidak aktif. Kalau dia Jaksa ya dia nanti (usai menjabat di KPK) kembali lagi. Itu memang aturannya seperti itu. Jadi aturan kepegawaian itu juga ada," terang Yenti.
Baca juga : Kapolri Berharap Seleksi Capim KPK Berlangsung Sehat
Ia juga meminta kepada masyarakat, terutama yang peduli betul soal pemberantasan korupsi untuk tidak mengedepankan rasa ketidaksukaannya pada lembaga tertentu. Pasalnya, Pansel bekerja sesuai dengan aturan yang ada didalam undang-undang dan hukum yang berlaku.
"Awal-awal ada yang mendorong agar kita tidak berpatok pada undang undang. Ya tidak mungkin lah, bisa digugat kita kalau begitu. Saya katakan berdasarkan undang undang dan hukum. Hukum ini adalah hukum kebiasaan," imbuh Yenti.
"Atau begini, tunjukkan pada kami undang-undangnya mana, dimana kami menyalahi undang-undang? Atau mereka yang salah undang-undang," sambungnya.
Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu meyakini Pansel KPK yang dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo ialah orang yang memahami betul soal undang undang dan hukum.
Oleh karenanya, tidak memungkinkan bagi Pansel untuk bekerja secara subjektif atau hanya mendengar keluhan dari satu atau sedikit golongan saja. Pansel, kata Yenti harus tetap objektif dan profesional dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh Presiden.
Yenti menambahkan, publik juga akan terlibat dalam proses seleksi lima pimpinan KPK ini. Pasalnya, setelah pengumuman hasil administrasi pada (11/7), Pansel membuka dan menerima masukkan masyarakat terkait dengan peserta yang lolos tahap administrasi dan akan diverifikasi oleh Pansel.
Yenti menyayangkan masih saja ada pihak yang secara emosional dan apriori menyerang Pansel.
"Jangan kami diserang dengan sikap apriori dan emosional. Waktu Jumat malam itu, saat menyelesaikan rekap terakhir itu, kita sampai jam 2 pagi. Karena yang online itu masuknya jam 00.00, jadi kita harus menunggu itu. Sampai jam 2 pagi itu media juga ikut menunggu kita, jadi kita kurang transparan apa? Itu menunjukkan kalau kita transparan dan profesional," ungkapnya.
Senada, Ketua Pusat Kajian AntiKorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril menyatakan, mereka yang mendaftar sebagai calon pimpinan KPK periode 2019-2023, tidak diwajibkan mengundurkan diri dari instansinya.
Baca juga : Jaksa Agung: Tiada Komando Terhadap pimpinan KPK dari kejaksaan
Oce menerangkan, kewajiban untuk melepas profesinya ialah ketika mereka yang mendaftar telah ditetapkan dan terpilih sebagai pimpinan KPK.
"Tidak ada kewajiban untuk mundur (saat seleksi), tetapi ketika terpilih mereka harus mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya. Untuk menjaga profesionalitas pekerjaan di KPK. Pada dasarnya profesi apapun harus ditanggalkan ketika mereka menjabat sebagai pimpinan KPK," kata Oce saat dihubungi.
Itu juga termasuk kepada mereka yang mendaftar dari Kepolisian atau Kejaksaan. Oce kembali menegaskan, tidak ada aturan yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan jabatannya saat masih dalam tahapan seleksi.
"Tapi setelah terpilih, itu ada aturannya. Jadi mereka gak mungkin rangkap jabatan, itu tidak boleh," tukasnya.
Hal itu juga telah ditegaskan dalam pasal 29 ayat 9 dan 10 Undang Undang 30/2002 tentang KPK. Pada ayat 9 dikatakan untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK, maka harus melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya selama menjadi anggota KPK.
Pada ayat 10 dijelaskan, pimpinan KPK yang baru diangkat tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota KPK. (OL-7)
Menurut dia, langkah itu untuk membantu Dewan Pengawas (Dewas) terhindar dari anggapan tertentu. Misalnya, dianggap melindungi terduga pelanggar etik.
Yusril menjelaskan, Prabowo tidak mengintervensi nama-nama capim KPK yang sudah diberikan Presiden RI Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) ke DPR
Feri berharap Presiden Prabowo dapat menyeleksi capim KPK atas dasar kebutuhan pemberantasan korupsi bukan untuk mengakomodir kepentingan tertentu.
Proses seleksi pansel untuk melahirkan capim dan dewas KPK adalah hal yang sangat krusial dan penting bagi penegakan tindak pidana korupsi ke depan.
DPR belum mengagendakan pembahasan soal calon presiden (capim) dan calon Dewan Pengawas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yusril Ihza Mahendra mengatakan akan mengkaji status hukum panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (capim) dan dewan pengawas (dewas) KPK yang dibentuk era Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved