Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Keputusan KPU Coret OSO Dianggap Langgar Hukum

Thomas Harming Suwarta
06/4/2019 09:25
Keputusan KPU Coret OSO Dianggap Langgar Hukum
Oesman Sapta Odang(MI/RAMDANI)

MAHKAMAH Konstitusi sudah memutuskan pengurus parpol tidak boleh menjadi calon senator. Namun, Mahkamah Agung menolak putusan MK dan menyatakan putusan MK tidak berlaku surut.

KPU pun condong dengan putusan MK dan mencoret Oesman Sapta Odang (OSO). "Maka demi hukum pemerintah, itu tergugat wajib melaksanakan. Kalau mengatakan dirinya organ negara, negara berdasarkan hukum pasti bertindakan berdasarkan hukum. Kalau ada pejabat sudah diputus pengadilan tidak mau melaksanakan, apa artinya? Ini pejabat dalam posisi melakukan perbuatan melanggar hukum," ujar Ketua Kamar PTUN Supandi.

Supandi menekankan putusan PTUN harus dijalankan pejabat mana pun tanpa terkecuali. Sebab, itu sudah berkekuatan hukum tetap. "Senang atau tidak senang itu hukum dan wajib dilaksanakan. Kalau tidak dilaksanakan melawan perintah jabatan dan kualifikasi perbuatan melawan hukum," katanya.

"Di PTUN tidak ada lembaga eksekusi karena eksekusi itu atas inisiatif tergugat selaku negara. Setiap keputusan dilaksanakan, itu membuat harum negara dan mengangkat kehormatan negara," lanjut Supandi. Sebelumnya, Majelis Hakim PTUN mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dan membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

PTUN juga telah mengirimkan surat ke KPU melalui Setneg soal pencalonan OSO sebagai calon anggota DPD. Namun, tetap saja KPU memastikan tak ada nama OSO di surat suara DPD pada Pemilu 2019.

Baca Juga: Akun Pendukung Diretas, BPN Tuding Pendukung Jokowi

Sebab, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pengurus parpol tidak boleh menjadi calon senator. Sehingga, KPU mencoret nama OSO. "Ya monggo-lah, itu kata Mahkamah Agung," ujar komisioner KPU Hasyim Asy'ari.

KPU saat ini tetap mengacu pada putusan MK dengan tidak memasukkan nama OSO dalam daftar caleg. Sebab, jika tidak, menurut Hasyim, KPU akan disebut sebagai pembangkang konstitusi.

"Kalau KPU tidak mengikuti putusan MK, KPU kan juga dianggap, apa namanya itu, pembangkang konstitusi. Sekarang kan ukuran itu bisa dijadikan ukuran sebenarnya siapa yang jadi pembangkang konstitusi," ucapnya.

Bantah intervensi

Kasus ini pun merembet ke Istana. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menegaskan surat yang dikirimnya ke KPU untuk mengesahkan OSO sebagai calon anggota DPD bukan merupakan bentuk intervensi.

Pratikno mengaku hanya menjalankan prosedur biasa. Surat itu merujuk pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang memenangkan OSO dan memberikan hak untuk mengikuti pemilihan legislatif.

"Jadi kami paham betul KPU ialah lembaga independen. Ini prosedur normatif yang biasa kami lakukan," kata Pratikno.

Dalam surat tertanggal 22 Maret 2019 itu tertulis berdasarkan arahan Jokowi, Kementerian Sekretariat Negara meneruskan surat dari Ketua PTUN kepada KPU. Surat itu ditandatangani Pratikno yang ditembuskan langsung kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri, PTUN, hingga Bawaslu. Surat ini dikeluarkan per 22 Maret 2019.

Menurut Pratikno, surat yang dikirim itu sebatas meneruskan surat yang dikirim Ketua PTUN kepada presiden. Menurut Pratikno, pengiriman surat itu sesuai Pasal 116 ayat 6 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang PTUN. (Mal/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya