Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Putusan MK Lindungi Hak Pilih

Insi Nantika Jelita
29/3/2019 06:30
Putusan MK Lindungi Hak Pilih
MK mengesahkan Surat Keterangan (suket) KTP menjadi syarat mencoblos pada Pemilu 2019 dan memperpanjang masa perhitungan suara di TPS.(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan pemilih menggunakan surat keterangan (suket) dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) sebagai syarat untuk mencoblos mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan.

Pasalnya, dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kepemilikan KTP-E menjadi satu-satunya syarat bagi warga negara menggunakan hak pilih mereka.

Peneliti senior LIPI, Syamsuddin Haris, menilai putusan MK telah menyelamatkan hak pilih warga yang tidak masuk daftar pemilih tetap (DPT) karena terganjal oleh kepemilikan KTP-E.

"Data dukcapil menyebut kurang lebih 4,2 juta orang belum melakukan perekaman KTP-E. UU Pemilu itu kaku sehingga orang nggak punya KTP-E tidak bisa memilih. Sekarang suket jadi pilihan," kata Syamsuddin kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Dengan putusan MK itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mendesak Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri benar-benar memastikan 4,2 juta orang yang belum melakukan perekaman KTP-E bisa mendapat suket sebagai syarat menggunakan hak pilih.

"(Ditjen) Dukcapil memiliki tanggung jawab besar setelah keluarnya putusan MK ini," ujar Titi, salah seorang pemohon uji materi UU Pemilu bersama Hadar Gumay dan Feri Amsari.

Jemput bola
Kemarin, dari 5 pasal UU Pemilu yang diujimaterikan, 3 pasal dikabulkan sebagian oleh MK. Pertama, MK menerima gugatan uji materi Pasal 348 ayat 9 bahwa pemohon menginginkan pemilih yang tidak masuk DPT tetap bisa menyalurkan hak pilih dengan menggunakan suket yang dikeluarkan dinas dukcapil (lihat grafik).

"Menyatakan frasa 'kartu tanda penduduk elektronik' dalam Pasal 348 ayat 9 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'," ungkap ketua majelis hakim Anwar Usman.

Anggota majelis hakim, I Dewa Gede Palguna, menambahkan syarat minimal bagi pemilih menggunakan hak pilih ialah memiliki KTP-E. "Bagi warga yang memenuhi syarat hak pilih sebelum memperoleh KTP-E dapat menggunakan suket perekaman KTP-E. Jika syarat memiliki KTP-E diberlakukan, hak memilih mereka tidak dilindungi."

Pasal kedua yang diujimaterikan di MK ialah Pasal 210 ayat 1 perihal batas maksimal diperbolehkannya pemilih berpindah TPS, yakni 30 hari sebelum pemilu. MK memutuskan pemilih yang pindah TPS dapat mengurus dokumen di KPU sampai H-7 sebelum pemungutan suara.

Ketiga, Pasal 383 ayat 2 soal penghitungan suara yang semula harus selesai pada hari H pemungutan suara dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai kalau belum selesai di hari itu bisa dilanjutkan dengan 12 jam berikutnya tanpa jeda.

Dalam menanggapi putusan MK, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menyatakan pihaknya akan melakukan jemput bola.

"Namun, warga juga aktif merekam dengan melapor ke dukcapil meminta suket untuk mendapatkan KTP-E. Pada 10 hari lalu, warga yang belum melakukan perekam-an KTP-E berjumlah 4,2 juta. Per hari itu 300 ribuan orang merekam datanya. Putusan MK ini mendo-rong orang mengurus administrasi kependudukannya secara benar," kata Zudan. (X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya