Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Delegitimasi Pemilu Ancam Demokrasi

Melalusa Susthira K
14/3/2019 08:30
Delegitimasi Pemilu Ancam Demokrasi
(MI/ROMMY PUJIANTO)

UPAYA delegitimasi penyelenggara pemilu dinilai membahayakan proses pesta demokrasi.

Delegitimasi penyelenggara dianggap berpotensi mendorong terjadinya kekerasan terkait pemilu.

"Terlalu intensifnya narasi-narasi yang mendelegitimasi penyelenggara pemilu bisa berkontribusi pada apatisme dan kekerasan pemilu," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam sebuah diskusi di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, kemarin.

Titi menjelaskan kekerasan pemilu meliputi tindakan yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang. Perusakan barang kepemilikan pribadi atau publik atau ancaman atau paksaan fisik atau pembunuhan yang berkaitan dengan hak politik warga di konteks kepemiluan juga termasuk di dalamnya.

Potensi kekerasan pemilu makin besar terjadi ketika narasi-narasi yang mendelegitimasi proses maupun penyelenggara pemilu terus digaungkan.

Apalagi, saat ini kondisi masyarakat terbelah. Keterbatasan akses publik terhadap informasi yang kredibel juga dinilai bisa meningkatkan potensi terjadinya kekerasan pemilu.

"Jadi bisa dibayangkan kelindan antara hoaks, fitnah, dan keterbatasan akses informasi sangat mudah memprovokasi masyarakat yang terbelah akibat afeksi dan fanatisme politik berlebihan," ujar dia.

KPU memang terus-menerus kebanjiran isu. Awal 2019, KPU diserang isu tujuh kontainer surat suara tercoblos. Isu itu sempat diviralkan Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief. Isu itu dipastikan hoaks dan sejumlah pihak dibawa ke ranah hukum akibat isu ini.

Selain itu, KPU juga terus diterpa kabar miring seputar penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) mulai dari 31 juta data ganda, hingga warga negara asing (WNA) dalam DPT. Teranyar, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyodorkan 17,5 juta data tak wajar dalam DPT ke KPU.

Menurut anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, pihak penyelenggara pemilu kerap menjadi tertuduh utama dalam berita bohong.

"Ada informasi yang salah, seakan-akan kami dituduh tidak netral pada saat melakukan pekerjaan penyelenggaraan-penyelenggaraan. Padahal itu informasi yang tidak benar yang kemudian dipahami orang yang tidak mengklarifikasi seakan-seakan informasi itu benar," ujar Afif.

Selain serangan delegitimasi dalam bentuk kekerasan halus, Afif mengaku pihaknya juga kerap menerima kekerasan fisik pada saat penyelenggaraan pemilu atau pada saat melakukan tugas pengawasan.

Meskipun demikian, Afif mengungkapkan bahwa pihaknya tidak ingin mendramatisasi atau berlarut perihal kejadian tersebut. Menurutnya, lebih baik apabila dilaporkan kepada pihak kepolisian untuk segera diproses.

Hormati pemilu
Ketua DPR Bambang Soesatyo pun tidak menginginkan adanya berbagai upaya delegitimasi terhadap hasil Pemilu 2019. Penghormatan terhadap hasil pemilu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penghormatan atas suara rakyat.

"Kita berharap setelah 17 April 2019, Indonesia tetap berada dalam satu naungan kebangsaan. Karenanya kita harus antisipasi berbagai gejolak yang bisa merobek persaudaraan. Jika ada kelompok yang ingin melakukan upaya mendelegitimasi hasil pemilu, artinya mereka sedang menjegal kedaulatan rakyat. Kita tak boleh biarkan hal itu sampai terjadi.'' (Ins/Pro/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya