Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Kehilangan Hak Pilih Berpotensi Timbulkan Kekerasan dalam Pemilu

Melalusa Susthira K
13/3/2019 16:20
Kehilangan Hak Pilih Berpotensi Timbulkan Kekerasan dalam Pemilu
(ROMMY PUJIANTO)

DI samping kesiapan dalam menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) 17 April mendatang, pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu juga patut diperhatikan. Salah satunya ialah persoalan kekerasan dalam pemilu.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggriani, kekerasan dalam pemilu dapat terjadi mulai dari masa pencalonan hingga sengketa hasil. Titi berpendapat, salah satu polemik yang dapat berpotensi munculnya kekerasan pemilu ialah mengenai hilangnya hak pilih, seperti pemilih yang pindah tempat pemungutan suara (TPS) dan terancam kehilangan hak pilihnya.

Baca juga: KPK Terima Putusan Pengadilan Eddy Sindoro

"Dibeberapa praktik pemilu di indonesia atau di luar negeri, praktik kekerasan bisa terjadi karena penghilangan hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih. Itu diikuti oleh tindakan tindakan kekerasan," ujar Titi dalam acara diskusi di Gedung Bawaslu, Rabu (13/3).

Lebih lanjut menurut Titi, hal tersebut akan menjadi lebih parah apabila orang-orang memiliki afeksi atau fanatisme politik yang tinggi, sehingga rentan melakukan kekerasan dalam pemilu.

"Kalau pemenuhan hak pilih tidak dilakukan dengan baik, lalu terbangun pandangan ketidakpuasan terhadap pemenuhan hak mereka, bukan tidak mungkin orang-orang yang memiliki afeksi atau fanatisme politik untuk mendukung salah satu peserta pemilu, mengekspresikan ketidakpuasannya dengan melakukan kekerasan, baik via fisik, non fisik, ancaman, perusakan fasilitas pemerintah atau properti pribadi", paparnya.

Baca juga: Diserang Hacker Berbagai Negara, KPU: Aman, Masih Terkendali

Dari kacamata HAM, aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Nisrina Nadhifah, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi pun menyatakan bahwa hak politik atau hak pilih adalah landasan yang paling utama untuk mencegah pemilu ini berujung kepada kekerasan pemilu.

"Ketika sesuatu pelanggaran terjadi kepada hak atas berekspresi dan berpendapat, maka ini menjadi potensi yang dapat menjurus kepada pelanggaran hak asasi lain, terutama kekerasan pemilu", ujar Ninis. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya