Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

LIPI: Gencatan Senjata Bisa Selesaikan Kasus Kekerasan di Papua

Golda Eksa
11/3/2019 18:50
LIPI: Gencatan Senjata Bisa Selesaikan Kasus Kekerasan di Papua
(MI/PIUS ERLANGGA)

PENGHENTIAN kekerasan di Kabupaten Nduga, Papua, perlu direalisasikan secepat mungkin. Gencatan senjata dipandang sebagai jalan keluar terbaik guna mencegah konflik semakin meluas.

"Jadi, semua tidak diperkenankan memakai kekerasan. Kalau tidak seperti itu maka pola kekerasannya berulang, tidak akan ada ujungnya," ujar peneliti senior LIPI Adriana Elisabeth ketika dihubungi, Senin (11/3).

Mantan Ketua Tim Kajian Papua LIPI itu menilai peningkatan status penanganan ancaman keamanan di Papua dari tertib sipil yang menekankan upaya polisioner menjadi darurat militer atau pelibatan TNI secara total, bukan solusi. Apalagi dunia internasional juga terus memotret cara pemerintah Indonesia menyelesaikan persoalan di Papua.

"Kalau sudah dijadikan daerah militer, tidak ada lagi akses bagi masyarakat sipil masuk. Kemudian tidak ada informasi yang bisa diperoleh kecuali dari militer yang ada di sana. Informasinya pun menjadi tidak transparan mengenai apa sih yang terjadi di sana," terangnya.

Baca juga: Perubahan Status Keamanan Politik di Papua Solusi Menumpas KKSB

Menurut dia, jika memang benar jumlah kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) yang disebut bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebanyak 50 orang, maka sangat tidak realistis cara penanganannya dengan menerjunkan ratusan prajurit.

Gencatan senjata, sambung dia, sedianya perlu diprogram secara serius oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Langkah tersebut juga wajib melibatkan unit-unit yang ada di daerah itu, seperti Majelis Rakyat Papua (MRP). Sebelum mengambil kesimpulan bersama, semua pihak tetap dipersilakan memberikan pendapat.

"Majelis Rakyat Papua bisa ambil peran karena di dalam MRP ada pokja adat, agama, dan perempuan. Menurut UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus di Papua, MRP memiliki peran budaya. Selain itu, DPR Papua dan Gubernur Papua perlu diberdayakan karena mereka yang lebih paham mengenai kondisi di Kabupaten Nduga," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik