Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
ROBERTUS Robet, dosen dan aktivis HAM, ditangkap di rumahnya pada Rabu (6/3) malam sekitar pukul 23.45 dan dibawa ke Mabes Polri. Robet ditangkap atas tuduhan UU ITE terkait orasi dalam aksi damai Kamisan, 28 Februari lalu.
Polisi menyebut penangkapan Robet berdasarkan pada pasal 45 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 2009 tentang ITE dan atau/ Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.
Amnesty Indonesia dalam laman daring mereka mengatakan aksi Kamisan tersebut menyoroti rencana pemerintah menempatkan TNI pada kementerian-kementerian sipil.
Rencana itu, menurut Amnesty Indonesia, jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 & amandemennya, UU TNI & TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
"Hal ini juga berlawanan dengan agenda reformasi TNI. Memasukan TNI di kementerian-kementerian sipil juga mengingatkan pada dwi fungsi ABRI pada masa Orde Baru yg telah dihapus melalui TAP MPR X/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyemangat dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan TAP MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI," ungkap Amnesty Indonesia
Baca juga: Panglima Tegaskan Isu Bangkitnya Dwi Fungsi TNI Omong Kosong
"Robet tidak sedikitpun menghina institusi TNI. Dalam refleksinya Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional. Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru," imbuh lembaga itu.
Menurut Amnesty Indonesia, pasal-pasal yang dikenakan adalah pasal-pasal yang selama ini kerap disalahgunakan untuk merepresi kebebasan berekspresi (draconian laws) dan sungguh tidak tepat,
"Pasal 207 KUHP berbunyi “barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan."
Menurut Amnesty Indonesia, penangkapan Robet adalah ancaman kebebasan sipil di masa reformasi.
"Kami memandang: Pertama, Robet tidak menyebarkan informasi apapun melalui elektronik karena yang dianggap masalah adalah refleksinya. Kedua, refleksi yang memberikan komentar apalagi atas kajian akademis atas suatu kebijakan tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan. Ketiga, TNI jelas bukan individu dan tidak bisa dikecilkan menjadi kelompok masyarakat tertentu karena TNI adalah lembaga negara," tegas Amnesty Indonesia. (RO/OL-2)
Kejaksaan Agung melalui tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tersangka Robertus Robet dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Marsekal Hadi Tjahjanto menyebutkan, penempatan personel TNI di kementerian/lembaga sudah diatur dalam UU N0 34 Tahun 2004 tentang TNI, dimana prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga negara.
Menurutnya, Polisi mestinya melihat konteks terhadap konten yang disampaikan Robertus.
Pelesetan Mars TNI yang dinyanikan Robet dalam orasi tersebut diakui Kastorius merupakan upaya kurang antisipatif dari Robet
“Selanjutnya akan dilakukan koordinasi untuk mengantisipasi perkembangan situasi masyarakat."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved