Rabu 23 Desember 2020, 00:19 WIB

Berharap Langit Cerah di Daerah

THEOFILUS IFAN SUCIPTO | Pilkada
Berharap Langit Cerah di Daerah

Sumber: KPK/PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah/Riset MI-NRC

 

PASANGAN calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Metro, Provinsi Lampung, nomor urut 1, Wahdi Sirajudin dan Qomaru Zaman, semringah. Ucapan selamat terus mengalir dari berbagai kalangan kepada mereka.

Pasalnya, KPU Kota Metro resmi menetapkan perolehan nilai tertinggi diraih paslon tersebut sebagai wali kota dan wakil wali kota terpilih periode 2021-2024. Hal itu ditetapkan KPU Kota Metro dalam rapat pleno terbuka KPU Kota Metro, di Hotel Aidia Grande, Senin (14/12).

Wahdi-Qomaru merupakan satu-satunya paslon dari jalur perseorangan alias independen yang mengempaskan tiga paslon partai politik lainnya.

Pasangan Wahdi-Qamaru bertekad akan tancap gas bekerja pada 100 hari pertama masa jabatan mereka. Mereka juga berkomitmen menjaga integritas.

“Kita perlu integritas yang kuat dengan modal dasar dan keimanan sebagai kepala daerah,” kata Wali Kota terpilih Wahdi Sirajuddin kepada Lampung Post di kediamannya, Jalan Pattimura, Banjarsari, Metro Utara, Kota Metro, Senin (21/12).

Dia menjelaskan modal utama dalam pencalonannya ialah baktinya kepada masyarakat, apalagi dirinya maju dari jalur nonpartai. “Modal sosial di mana saya sudah bertugas di sini (Kota Metro) selama 27 tahun sebagai PNS. Saya mundur dari ( keanggotaan) PNS yang masih 13 tahun lagi untuk memajukan Kota
Metro,” pungkasnya.

Kota Metro ialah salah satu kota tempat pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara serentak pada 9 Desember lalu. Sebanyak 270 daerah menggelar
kontestasi calon pemimpin daerah, yaitu 9 provinsi, 224 kabuoaten, dan 37 kota.

Pilkada kali ini patut diapresiasi. Meski perhelatan diselenggarakan pada musim pandemi covid-19, tingkat partisipasi masyarakat yang mencoblos berhasil menjungkirbalikkan prediksi sejumlah pakar politik dan Bawaslu. “Tingkat partisipasi, alhamdulillah, 75,82%,” kata Menko Polhukam Mahfud MD, Senin (14/12).

Perubahan sistem

Kendati Pilkada 2020 berlangsung sukses, itu ternyata tidak menghapus keraguan publik bahwa kepala daerah terpilih akan bekerja dengan baik dan tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Biang keroknya ialah biaya politik yang tinggi menjadi salah satu faktor kepala daerah melakukan korupsi. “Investor politik atau biasa disebut cukong meminta kembalian dalam bentuk perizinan tambang, membabat hutan, dan sebagainya,” kata mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri
Djohermansyah Djohan kepada Medcom.id, Minggu (20/12).

Menurut catatan Djohermansyah, sebanyak 426 kepala daerah tersandung oleh praktik rasuah sejak 2005 hingga 2020. “Harus ada kemauan politik dari pemerintah dan DPR untuk mengubah sistem pilkada,” kata Guru Besar Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) itu.

Dia mengusulkan Indonesia menerapkan pemilihan umum asimetris.

“Pemilihan presiden, wakil presiden, dan gubernur tetap bisa dipilih langsung oleh masyarakat. Karena mereka jauh dari masyarakat, potensi kasus korupsi relatif rendah,” ujar dia.

Sementara itu, pemilihan bupati dan wali kota diusulkan melalui DPRD di wilayah masing-masing. Mereka lebih dekat dengan masyarakat dan jumlahnya mencapai 508, terdiri atas 93 wali kota dan 415 bupati.

“Karena dekat, lebih gampang membeli suara dan terjadi praktik kotor sehingga terjerat kasus dan masuk penjara,” terang Djo, sapaan akrabnya.

Senada, Guru Besar Pidana Universitas Krisnadwipayana Jakarta Indriyanto Seno Adji mengatakan pilkada dengan sistem proporsional terbuka menimbulkan biaya yang sangat mahal dan memantik korupsi.

“Pilkada secara tidak langsung seperti dengan representasi DPRD bisa menciptakan sistem pilkada berbiaya murah. Sistem ini setidaknya meminimalkan potensi korupsi meskipun harus diakui masih bisa terjadinya desentralisasi korupsi ke arah subjek wakil rakyat,” jelas mantan komisioner KPK itu kepada M edia Indonesia, Kamis (17/12).

Meskipun demikian, kata dia, sistem pilkada apa pun tidak menjamin korupsi sirna sepenuhnya di tingkat pemangku kepentingan daerah. “Itu sepanjang belum ada reformasi integritas baik individual maupun kelembagaan penyelenggaraan pilkada,” tutupnya. (Cah/CR-3/X-2)

Baca Juga

dok.medcom

Mulyadi : Masyarakat Harus Bersatu Melawan Kejahatan Demokrasi

👤mediaindonesia.com 🕔Jumat 29 Januari 2021, 14:15 WIB
SIDANG gugatan Mulyadi terhadap Pilkada Sumbar 2020 baru berlansung satu kali di Mahkamah Konstitusi, namun menjadi perhatian masyarakat...
DOK. MI/PIUS ERLANGGA

90% Kepala Daerah Korupsi karena Utang ke Sponsor

👤Cahya Mulyana 🕔Rabu 23 Desember 2020, 01:55 WIB
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) sering dibuat gerah oleh ulah sejumlah kepala daerah, baik gubernur, wali kota, maupun bupati, yang...
Dok.MI

Dua Paslon di Rembang Klaim Menangi Pilkada

👤Akhmad Safuan 🕔Kamis 10 Desember 2020, 05:45 WIB
DUA pasangan calon (paslon) Kepala Daerah Rembang Harno-Bayu Andriyanto dan Abdul Hafidz-Hanies Cholil Barro sama-sama mengklaim memenangi...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya