KAMPANYE Pilkada serentak 2020 telah berlangsung satu bulan lebih. Beragam pelanggaran pun terjadi dan yang patut disesalkan ialah kampanye daring minim dilakukan. Padahal, metode itu penting diutamakan untuk mencegah penularan covid-19 di pesta demokrasi saat ini.
Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada, pada 10 hari ketiga tahapan kampanye, metode daring mengalami penurunan jumlah ketimbang 10 hari sebelumnya. "Pada periode 16 hingga 25 Oktober 2020, ada 80 kegiatan kampanye metode daring, turun jika dibandingkan dengan periode 6 hingga 15 Oktober, yaitu sebanyak 98 kegiatan," papar Komisioner Bawaslu Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Mochammad Afifuddin dua hari lalu.
Penurunan jumlah itu menggambarkan metode daring bukan kegiatan utama yang diprioritaskan oleh tim kampanye dan atau pasangan calon sebagai bentuk aktivitas untuk berkomunikasi dengan pemilih. Kurangnya minat terhadap kampanye dengan metode baru ini ditengarai karena ketidaksiapan tim atau paslon dengan perangkat kampanye daring. ''Metode ini juga dianggap tidak dapat menjadi ruang dialog yang komunikatif sehingga dinilai tidak efektif dalam menyampaikan visi, misi, program, dan pesan untuk memengaruhi preferensi pemilih,'' terang Afif.
Hal itu membuat kampanye daring menjadi metode yang paling kurang diminati jika dibandingkan dengan bentuk kampanye lainnya. Hingga satu bulan tahapan kampanye, jumlah kegiatan kampanye daring paling sedikit ketimbang kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas, pemasangan alat peraga kampanye, atau penyebaran bahan kampanye.
Sebaliknya, imbuh Afif, kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas masih menjadi yang paling diminati dan paling banyak dilakukan di tengah ancaman penularan covid-19. Berdasarkan catatan Bawaslu, pada 10 hari ketiga kampanye, pertemuan terbatas dan tatap muka diselenggarakan sebanyak 13.646 kegiatan. Namun, jumlah itu menurun jika dibandingkan dengan 10 hari kedua kampanye yaitu sebanyak 16.468 kegiatan.
Secara umum, pada 10 hari ketiga kampanye, Bawaslu telah melayangkan 306 surat peringatan tertulis kepada calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan. Untuk sanksi pembubaran kampanye, telah dilakukan terhadap 25 kegiatan.
ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE
Pendukung menyaksikan calon tunggal Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo memaparkan visi-misi melalui ponsel pintarnya saat debat publik dengan layanan Live Streaming di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (26/10/2020).
Sejumlah kendala
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengamini bahwa kampanye melalui media daring masih jauh dari harapan. Karena itu, sosialisasi dan koordinasi antarpihak terkait, termasuk para paslon harus digalakkan untuk mengantisipasi pelanggaran protokol kesehatan dari rapat terbuka.
"Pada prinsipnya KPU mendorong kampanye melalui media sosial dan media dalam jaringan di Pilkada 2020 karena berlangsung di tengah situasi pandemi covid-19 yang belum berakhir. Sejak awal sejumlah upaya ke arah itu telah dilakukan," ujar Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, kemarin.
KPU pusat juga telah mengirim surat kepada KPU provinsi dan kabupaten/ kota yang berisi penekanan kepada para calon untuk berkampanye menggunakan sarana media daring. Namun demikian, sebagaimana diatur dalam peraturan KPU, semua bentuk kampanye yang tidak dilarang pada prinsipnya dapat dilakukan.
Para calon kepala daerah pun mengakui kampanye daring jarang dilakukan lantaran sejumlah kendala. Calon Bupati Sabu Raijua, NTT, Takem Irianto Radja Pono, misalnya, mengatakan pihaknya kesulitan menggelar kampanye daring karena akses internet tak mendukung. Selain itu, tidak banyak masyarakat di daerah itu yang memiliki telepon pintar.
Hal yang tak jauh berbeda terjadi di Riau. Dari sembilan daerah yang menggelar pilkada, hanya Dumai yang gencar melakukan kampanye daring. Di wilayah itu, kampanye daring kurang diminati, berbeda dengan kampanye tatap muka meski harus dilakukan dengan jumlah peserta terbatas. (Cah/Ant/X-8)
Sumber: Bawaslu/Tim Riset MI-NRC