Pilkada dalam Perspektif Perempuan

Imas Sumiati Dosen FISIP Universitas Pasundan Bandung, Aktivis Perempuan
30/10/2020 04:35
Pilkada dalam Perspektif Perempuan
(Dok. Pribadi)

KETERWAKILAN perempuan dalam pemilihan kepala daerah bukan hal baru. Banyak kader perempuan di daerah yang dimiliki partai politik, mempunyai potensi besar dalam bertarung di pemilihan kepala daerah. Namun, hal ini tidak meninabobokan partai. Walau banyak kader perempuan potensial, partainya tetap harus memiliki strategi atau metode untuk mematangkan kemampuan politik kader perempuannya. Di antaranya, melalui pendidikan dan pembinaan politik perempuan.

Banyak cara yang bisa dilakukan partai politik guna melakukan pendidikan politik. Di antaranya, memperkuat mental dan spiritual kadernya agar memahami keberadaan nya di dunia politik, juga melakukan pendidikan politik, hukum, dan kaidah spiritual yang mengedepankan hak serta kewajiban perempuan di ranah domestik dan publik.

Masalah yang terjadi, suara dari para perempuan baik itu di lembaga eksekutif maupun legislatif masih belum terdengar secara signifi kan. Hal itu terindikasi perempuan masih tecermin dari kepentingan partainya, bukan memperjuangkan kepentingan perempuan sebagai keterwakilan kaumnya dan anak.

Selain itu, kader perempuan dalam berpolitik, bila hanya karena keinginannya untuk belajar berorganisasi dan tidak memiliki pengalaman, baik akademik maupun empiris terkait dengan politik, hal ini bisa menjadi hambatan. Apalagi, bila perempuan menginginkan untuk bisa menjadi kepala daerah. Namun, jika perempuan tersebut memiliki kekuatan di bidang akademik, terutama terkait dengan politik, ini bisa menjadi kekuatan besar bagi dirinya.

Untuk calon kepala daerah dalam pilkada, sudah saatnya partai politik mencalonkan kader perempuan. Perempuan harus dikedepankan partai politiknya. Tentu, yang memiliki integritas dan kapasitas yang representatif sebagai pimpinan daerah, memiliki intelektual tinggi, dan juga paham terhadap kondisi daerahnya sehingga dia dapat memperjuangan kepentingan daerahnya. Terutama, kepentingan perempuan dan anak. Selain itu, tentunya memiliki akhlak mulia dan nilai religius yang tinggi.

Kepala daerah perempuan dalam pilkada sebenarnya banyak kelebihannya jika dibandingkan dengan calon kepala daerah laki-laki. Selain faktor kecerdasan, keberanian dalam menyampaikan pendapat, ide, dan gagasan, serta kelembutan, juga kasih sayang yang sudah biasa dia tanamkan dalam keluarga, hal ini menjadi modal kekuatan dalam mengarungi percaturan politik atau menjadi bahan perjuangan dalam merebut kekuasaan sebagai kepala daerah.

Perempuan di sini, tentunya juga perempuan yang memiliki pemahaman nilai religiositas yang tinggi. Dia harus memahami betul bahwa ranah yang dia perjuangkan harus atas rida suaminya karena perempuan biasanya berada di ranah domestik. Saat dia mau melangkah ke ranah publik, izin dari suami menjadi hal yang sangat penting. Semua akan berjalan dengan seimbang.

Perempuan yang mengerti kewajibannya, seperti telah diatur dalam Islam, bahwa perempuan sangat berharga dan diakui eksistensinya dalam memperjuangkan kepentingan kaumnya dalam kepentingan negara. Tujuan negara termaktub dalam pembukaan UUD 1945, jelas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia, dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Maka, perempuan dalam pilkada harus memahami tujuan negara tersebut, dan tertuang dalam visi-misi dan program kerjanya.

Jika perempuan mampu meramu ini semua dengan baik dan memiliki integritas, yakin dalam pilkada, perempuan akan mampu bersaing dengan calon kepala daerah laki-laki. Bahkan, tampil sebagai pemenang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya