Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Etika Politik Pilkada

Imas Rosidawati Guru Besar Universitas Langlangbuana, Bandung, Doktor Ilmu Hukum Unpad
26/10/2020 05:40
Etika Politik Pilkada
Imas Rosidawati Guru Besar Universitas Langlangbuana, Bandung, Doktor Ilmu Hukum Unpad(Dok.Pribadi)

SEBELUM bicara tentang etika politik, saya kemukakan tentang batasannya. ‘Etika’ biasa disebut dengan ‘fi lsafat moral’ atau juga difahami sebagai ‘pemikiran sistematis tentang moralitas’. Sering kita
lihat bahwa etika identik dengan istilah ‘moralitas’. Etika berkaitan dengan perilaku manusia, bukan dengan bentuk fisiknya.

Bagaimana dengan etika politik? Etika politik adalah etika yang berkaitan dengan masalah-masalah politik atau perilaku politik yang harus dilakukan dan dipertangungjawabkan pelaksana politik atau politikus.

Pengertian politikus ialah bukan hanya mereka yang menjadi pengurus partai politik, atau menjadi angota Dewan Perwakilan Rakyat (pusat dan daerah). Namun, juga mereka yang bekerja dalam dunia politik, termasuk para penguasa eksekutif dalam jabatan politik seperti presiden, gubernur, bupati, atau wali kota.

Pada kenyataannya, di Indonesia para penguasa eksekutif justru lebih banyak disorot sebagai politikus dibandingkan dengan wakil rakyat yang dipilih rakyat secara langsung, atas nama partai politik
yang mencalonkannya.

Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia, bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara. Tetapi, juga sebagai warga negara yang menaati hukum yang berlaku, sampai pada tatanan aplikatif suatu persoalan politik.

Bagaimana dengan money politic yang dilakukan calon pada pilkada? Apakah hanya ranah hukum atau etis? Dapat dipahami (dalam tradisi Islam biasa disebut qiyas awlawi), bahwa, jika perilaku yang diangap baik itu dikerjakan atas kesengsaraan atau kerugian orang lain, hal ini bukan saja tidak etis, melainkan juga tindakan kezaliman. Jadi, money politic bukan saja perilaku tidak etis, melainkan juga perilaku zalim.

Selama money politic masih ditangani setengah hati, demokrasi akan sangat jauh dari kenyataan dan ujungnya kesejahteraan tidak akan terwujud, karena kembali pada cost politic.

Karena etika politik sasaran utamanya ialah perilaku politikus. Sebuah pertanyaan muncul, apakah politikus itu profesional, seperti halnya dokter, pengacara, wartawan, atau bukan profesional? Untuk jenis-jenis profesi di atas kita kenal adanya “kode etik”.

Bagaimana dengan politikus? Sampai saat ini belum ada yang membicarakan terwujudnya ‘kode etik politikus’. Padahal, sangat sering terjadi pihak/orang yang menjadi korban politikus. Di Amerika Serikat ada komite etika (ethics committee) di parlemen. Sehingga, jika ada yang dianggap melanggar etika oleh komite itu, disarankan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Kode etik politikus tentu masih sebatas perilaku tertentu dan bukan pada pelanggaran hukum. Karena, kalau sudah sampai pada batas pelanggaran hukum, tentu akan ber hadapan dengan hukum. Bahkan, seharusnya hukuman terhadap oknum politikus lebih berat jika dibandingkan dengan hukuman terhadap warga biasa dalam kasus yang sama. Alasannya, jelas mereka pembuat UU yang harus menjaga dan memberi contoh.

Jadi, bukan saja tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai politikus akan diperta nyakan. Namun, perilaku keseharian para politikus pun akan disorot masyarakat, yang merupakan
konsumen politik. Rasa tanggung jawab ini merupakan sikap mental yang etis. Artinya, politikus sendiri yang harus sadar dengan kemampuannya, melaksanakan tanggung jawabnya, sebelum rakyat menuntut untuk mundur.

Sorotan ini akan semakin tajam dalam era medsos saat ini. Salah satu tandanya ialah transparansi dalam kehidupan politik. Karena itulah, salah satu ciri demokratisasi.

Oleh karena itu, kode etik politik sudah seharusnya diwujudkan, baik secara tertulis maupun dalam praktik yang dapat diawasi langsung oleh rakyat. Konsep ‘amanah’ (Q.S.4: 58) dan menghindari ‘khiyanah’ (Q.S.8: 27) dalam konsep Islam dapat diwujudkan dalam etika politik yang bisa dihayati setiap politikus.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya