Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KURANG dari dua bulan lagi, masyarakat akan memilih pemimpin di daerahnya masing-masing, dalam hal ini bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota. Tentu, kita berharap proses pemilihan berlangsung kondusif, aman, dan damai, serta menghasilkan para pemimpin di daerah yang benar-benar berkualitas (well qualified), sesuai dengan harapan atau ekspektasi warga masyarakat yang memilihnya.
Masyarakat tentu tidak mau lagi memilih pemimpin dengan sifat dan karakter yang bertolak belakang pada saat calon pemimpin tersebut mengumbar janji-janji politiknya dalam kampanye. Sebaliknya, masyarakat pasti berharap pemimpin yang dipilihnya ialah mereka yang memiliki karakter yang baik, antara lain ditandai dengan apa yang ia janjikan senapas dengan perbuatan atau perilaku yang ia tunjukkan pada saat memimpin. Ia selalu berusaha mewujudkan apa yang menjadi harapan masyarakat, dalam bentuk program kegiatan yang berorientasi kepentingan masyarakat. Bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja.
Pemimpin harus sadar salus populi suprema lex esto artinya keselamatan rakyat adalah segala-galanya atau hukum tertinggi. Ungkapan Cicero tersebut, menurut pandangan penulis, masih sangat relevan dalam konteks kekinian. Terutama, dalam konteks sikap pemimpin dalam mewujudkan ekspektasi warga masyarakat.
Untuk menghasilkan pemimpin melalui pilkada, sudah barang tentu harus diawali dengan kompetensi warga pemilih. Tentu, tidak hanya cukup dengan kompetensi pengetahuan, tetapi juga yang lebih penting ialah kompetensi sikap atau moral yang harus melekat dalam diri warga negara.
Dalam konteks ini, penulis mengangkat pandangan Michele Borba dalam bukunya Building Moral Intelligence, meskipun dalam buku tersebut lebih ditekankan kepada bagaimana penanaman moral kepada anak. Namun, dalam perspektif penulis dapat juga dirujuk sebagai pisau analisis dalam konteks pentingnya kematangan moral bagi pemilih dalam pilkada 9 Desember 2020 nanti.
Dalam perspektif Borba, ada beberapa nilai kebajikan moral yang harus dikembangkan dalam rangka merealisasikan kematangan moral. Pertama, memiliki rasa hormat terhadap martabat kemanusiaan. Kedua, memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan bersama. Ketiga, mengintegrasikan kepentingan sosial dan pribadi secara bertanggung jawab. Keempat, menunjukkan integritas. Kelima, becermin pada pilihan moral. Lalu, keenam, mencari pemecahan konflik dengan cara damai.
Warga masyarakat yang memilih calon pemimpinnya dalam pilkada nanti sejatinya harus merefleksikan nilai-nilai kebajikan sebagaimana diintrodusir Borba tersebut. Sudah barang tentu, dalam pengamalannya sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing.
Ciri yang pertama, yakni memiliki rasa hormat terhadap martabat kemanusiaan, antara lain direalisasikan dalam bentuk sikap menghargai pilihan warga masyarakat lain. Meskipun berbeda pilihan, tidak harus kemudian menimbulkan friski atau konflik dalam kehidupan masyarakat.
Karenanya, tidak bisa ditoleransi lagi ada pemaksaan untuk memilih di luar keyakinan terhadap pilihan sendiri. Sejatinya memang dalam menentukan pilihan tersebut harus disandarkan kepada keyakinan tiap-tiap individu, dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Terutama, menyangkut aspek kualitas pribadi calon pemimpin, bukan karena kedekatan atau hal-hal lain yang tidak terkait dengan kompetensi dan kepribadian calon pemimpin.
Ciri yang kedua diaktualisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku peduli terhadap kehidupan bersama. Memilih tentu saja bukan sekadar mencoblos pilihan kita, melainkan juga terdapat konsekuensi yang cukup berat yang menyertainya, yakni seberapa tepat pilihan kita terhadap calon pemimpin di daerah yang kelak, dalam menjalankan kepemimpinannya benar-benar berorientasi untuk kepentingan masyarakat atau bersifat propopulis. Untuk itu, pertimbangkan secara masak, sebelum menentukan pilihan dalam pilkada nanti karena berkonsekuensi terhadap jalannya pemerintahan di daerah untuk lima tahun ke depan.
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Kejadian di Barito Utara menunjukkan adanya permasalahan mendasar terkait pencegahan dan penegakan hukum atas pelanggaran politik uang saat pilkada.
Para konsultan ini sebenarnya memiliki opini-opini, terlebih saat diskusi. Namun, untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan tetap perlu diasah.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hasan mengemukakan pemerintah tak pernah mempermasalahkan tulisan opini selama ini. Hasan menyebut pemerintah tak pernah mengkomplain tulisan opini.
Perlu dibuktikan apakah teror tersebut benar terjadi sehingga menghindari saling tuduh dan saling curiga.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yogi Firmansyah, merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan sedang Kuliah S2 di Magister Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved