Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Fait Accompli - Parents Love Paradoks dengan Produktivitas Kerja

Niken Ardiyanti Psikolog dan Senior Konsultan pada Lembaga Management FEB UI
20/6/2025 14:54
Fait Accompli - Parents Love Paradoks dengan Produktivitas Kerja
(Dokpri)

FENOMENA masalah komunikasi antara orangtua dan anak sudah terjadi sejak lama, dan bukan menjadi hal yang asing lagi. Orangtua saat ini memiliki tantangan untuk dapat memberikan pola asuh yang berbeda dengan sistem pola asuh yang selama ini diyakini mereka sebagai yang relevan.

Generasi milenial, yang juga dikenal sebagai generasi Y, adalah kelompok demografis yang lahir antara tahun 1980-an hingga awal tahun 2000-an. Dilanjutkan dengan generasi zelenials dan generasi Z. 

Gaya komunikasi

Istilah generasi milenial pertama kali digunakan oleh William Strauss dan Neil Howe, para peneliti demografi. Generasi milenial cenderung lebih suka komunikasi digital, cepat, dan informal, dikenal sebagai digital natives, tumbuh di era di mana internet dan teknologi digital semakin meluas. Mereka tumbuh di era digital awal, dan dikenal dengan kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial. Mereka memiliki ekspektasi aspirasi ide pendapat mereka untuk didengarkan dalam perspektif mereka. 

Di sisi lain, orang tua menerapkan gaya komunikasi baby boomer cenderung menghargai formalitas, menggunakan bahasa terang, dan komunikasi langsung seperti tatap muka. Generasi baby boomers melihat dari perspektif pengalaman (jam terbang) dan pengetahuan, serta senang jika diberi informasi dan detail latar belakang. Gaya komunikasi baby boomers cenderung lebih suka pendekatan yang jelas, lugas dan menempatkan rasa hormat (respek) dan mendengarkan dengan penuh perhatian. 

Beberapa contoh kasus terjadi komunikasi yang macet antara orang tua dan anak: orang tua (umumnya gen X atau baby boomer) cenderung mengandalkan komunikasi verbal langsung dan formal. Anak (gen Z) terbiasa dengan komunikasi digital, cepat, dan sering dalam bentuk singkat (chat, emoji, meme). Akibatnya, terjadi miskomunikasi atau kesan bahwa anak tidak menghargai, dan orang tua dianggap tidak memahami. 

Memahami perbedaan ini dan menyesuaikan gaya komunikasi dapat meningkatkan keefektifan komunikasi, baik di keluarga maupun di organisasi tempat bekerja. Kurangnya waktu berkualitas, misalnya pola hidup modern: orang tua sibuk bekerja, anak sibuk dengan gadget. Interaksi sehari-hari jadi minim, bahkan dalam satu rumah bisa terasa seperti hidup sendiri-sendiri. 

Kecanduan gadget dan sosial media, misalnya anak lebih nyaman curhat ke media sosial atau teman online daripada ke orang tua. Komunikasi digital bisa menggantikan kedekatan emosional, tapi tidak membangun empati yang sama seperti komunikasi tatap muka. 

Gaya asuh yang otoriter atau acuh, misalnya: orangtua yang terlalu mengatur atau justru terlalu cuek menyebabkan anak menarik diri. Anak merasa tidak dihargai, tidak didengar dan memilih diam atau menghindar. 

Selain itu juga, kurangnya literasi emosional, banyak anak dan orang tua tidak terbiasa mengekspresikan perasaan secara sehat. Hal ini mengakibatkan Komunikasi yang buruk, anak merasa tidak dimengerti, menarik diri, stress, sulit konsentrasi, prestasi menurun, konflik keluarga makin parah. 

Solusi dan pendekatan

Solusi dan pendekatan yang bisa diterapkan bagi orangtua adalah mempraktikkan komunikasi empatik dan terbuka. Mendengarkan tanpa langsung menghakimi atau memberi nasihat, membangun rutinitas ngobrol santai, tidak harus selalu serius, cukup mulai dari obrolan ringan setiap hari, pahami dunia digital anak. Namun, juga bukan berarti menyetujui semua, tapi belajar memahami agar bisa menjembatani dunia mereka. 

Dalam perspektif anak/anak buah: latih kemampuan mengekspresikan perasaan, misalnya lewat journaling, terapi bicara, atau diskusi keluarga, kurangi distraksi digital saat belajar, atur waktu pakai HP, gunakan teknik belajar seperti pomodoro, berani mengajak bicara orang tua lebih dulu, meski tidak mudah. Kadang, anak yang memulai membuka komunikasi bisa membawa perubahan besar. 

Bagi kedua pihak libatkan pihak ketiga jika perlu, misalnya: konselor keluarga, psikolog, atau fasilitator komunikasi bisa membantu menjembatani. 

Konteks situasi gaya komunikasi yang terjadi sebagai konsekuensi perbedaan generasi tersebut di atas rentan menyebabkan kesalahpahaman. Apalagi, situasi terjadi dalam komunikasi di rumah antara orang tua dan anak. Sedangkan dalam konteks di organisasi: antara atasan baby boomers dengan rekan kerja atau tim kerja yang milennials/zelenials. 

Perbedaan tipe gaya komunikasi direpresentasikan dalam iklim pola komunikasi yang terjadi. Iklim komunikasi dapat diupayakan secara optimal guna menghasilkan komunikasi yang memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Terdapat tujuh kunci untuk mencapainya, yakni keterbukaan komunikasi, dukungan dari manajemen, kepercayaan, transparansi, saluran komunikasi efektif, umpan balik dan penyelesaian konflik yang sehat.

Kerja sama Media Indonesia Institute dengan Lembaga Manajemen FEB UI.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya