Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menempatkan Deep Learning pada Tes Kompetensi Akademik

Syamsir Alam Dewan Pengawas Yayasan Sukma
10/2/2025 05:10
Menempatkan Deep Learning pada Tes Kompetensi Akademik
(Dok. Pribadi)

KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan kembali menggelar penilaian berskala nasional melalui tes kompetensi akademik (TKA). Berbeda dengan evaluasi nasional sebelumnya yang berfokus pada pemantauan kinerja sekolah, TKA dirancang untuk mengukur kompetensi individu siswa, sehingga hasilnya dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk perguruan tinggi.

Selain itu, hasil TKA juga dapat dimanfaatkan untuk menilai efektivitas pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah. Sejalan dengan penyelenggaraan TKA, Kemendikdasmen juga memperkenalkan konsep pembelajaran mendalam (deep learning), yang menitikberatkan pada penguasaan konten secara lebih komprehensif.

Pembelajaran mendalam bukanlah konsep baru dalam dunia pendidikan. Selama berabad-abad, sekolah telah berupaya mengembangkan pemahaman mendalam pada siswa, membangun keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi yang efektif, serta kerja sama dengan teman sebaya. Konsep ini juga mendorong refleksi atas proses pembelajaran serta pengembangan pola pikir akademik yang matang.

Studi yang dilakukan National Research Council (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran mendalam berkontribusi pada hasil pendidikan, karier, dan kesehatan yang lebih baik. Dengan demikian, pembelajaran mendalam adalah kemampuan mentransfer pengetahuan ke lingkungan baru, yang merupakan tujuan utama pendidikan.

Penerapan pembelajaran mendalam dalam berbagai mata pelajaran menuntut standar tertentu. Dalam bahasa dan literasi, misalnya, siswa diharapkan mampu menyusun dan mengevaluasi argumen berbasis bukti serta menunjukkan keterampilan komunikasi yang kompleks.

Sementara dalam matematika, siswa harus dapat memecahkan masalah nonrutin serta menggunakan penalaran berbasis bukti. Kombinasi antara evaluasi berbasis kompetensi seperti TKA dan strategi pembelajaran mendalam diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh, serta mempersiapkan siswa menghadapi tantangan akademik dan profesional di masa depan.

 

TKA DAN PEMBELAJARAN MENDALAM

Kemendikdasmen terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan yang merata bagi seluruh siswa, yaitu—salah satunya, ialah menghidupkan kembali sistem ujian berskala nasional serta memperkenalkan konsep pembelajaran mendalam. Kedua inisiatif ini diharapkan dapat saling melengkapi dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih efektif. Namun, tanpa perencanaan yang matang dan implementasi yang cermat, keduanya berisiko saling bertentangan dan justru menghambat pencapaian tujuan pendidikan.

Pembelajaran mendalam berorientasi pada pemahaman yang bermakna, dengan fokus pada penguasaan materi yang esensial dan substansial. Metode ini bertujuan agar siswa tidak sekadar menghafal fakta, tetapi juga mampu menganalisis, menghubungkan konsep, dan menerapkan pengetahuan dalam berbagai konteks.

Di sisi lain, TKA dirancang untuk mengukur capaian belajar siswa selama tiga tahun di jenjang sekolah menengah atas. Tes ini berbasis kurikulum dengan cakupan materi yang luas, mencerminkan beragam aspek pengetahuan yang telah diajarkan di sekolah. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan pendekatan ini bisa menimbulkan ketidaksesuaian dalam praktik pembelajaran di kelas, sehingga tujuan peningkatan mutu pendidikan justru tidak tercapai.

Untuk menghindari ketidakseimbangan tersebut, penyelenggara TKA harus mulai melakukan pemetaan terhadap kurikulum yang berlaku. Dengan kajian yang komprehensif, mereka dapat menyusun dan mengembangkan silabus penilaian yang selaras dengan pendekatan pembelajaran di sekolah.

Silabus ini nantinya akan menjadi pedoman bagi guru dalam mengajar serta acuan bagi penyusun soal ujian, sehingga hasil asesmen benar-benar mencerminkan kompetensi siswa yang diharapkan. Dengan perencanaan yang terintegrasi, TKA dan pembelajaran mendalam dapat berjalan beriringan sebagai strategi peningkatan mutu pendidikan yang saling mendukung, bukan saling menegasikan.

 

INFORMASI PSIKOMETRIK

Informasi psikometrik, seperti validitas, reliabilitas, dan keadilan tes, merupakan aspek penting dalam menilai dan memanfaatkan hasil skor tes. Nitko (2005) menjelaskan bahwa validasi adalah proses yang melibatkan berbagai jenis bukti, bukan sekadar satu aspek tertentu.

Konsep validitas yang terpadu mengacu pada perlunya penggunaan berbagai sumber bukti untuk memastikan bahwa interpretasi dan pemanfaatan hasil tes dapat dipertanggungjawabkan. Nitko juga menekankan bahwa satu studi validasi saja tidak cukup untuk mendukung semua cara penafsiran dan penggunaan skor tes. Mengingat bahwa tes dapat memiliki berbagai tujuan, setiap penggunaan skor memerlukan studi validasi tersendiri agar interpretasinya tetap sahih dan sesuai dengan konteks yang dimaksud.

Studi validitas bertujuan memastikan bahwa interpretasi dan pemanfaatan hasil skor tes telah sesuai dengan tujuan penilaian yang ditetapkan. Dalam konteks tes keterampilan membaca atau literasi yang digunakan untuk sertifikasi, diperlukan analisis yang cermat untuk menentukan apakah interpretasi hasil tes tersebut telah dilakukan secara valid. Salah satu cara untuk menilai validitas ialah dengan mengajukan berbagai pertanyaan, seperti apakah skor tes benar-benar mencerminkan keterampilan membaca yang ingin diukur.

Berbagai bukti harus dikumpulkan untuk mendukung interpretasi hasil tes. Salah satunya ialah memastikan bahwa instrumen yang digunakan telah selaras dengan tujuan pembelajaran keterampilan membaca sebagaimana tercantum dalam kurikulum. Selain itu, jumlah jawaban benar yang diberikan oleh peserta tes juga harus mencerminkan tingkat penguasaan keterampilan membaca sebagaimana ditekankan dalam proses pembelajaran.

Lebih lanjut, penting untuk membuktikan bahwa keterampilan membaca yang diukur melalui teks singkat dalam tes memiliki relevansi dan dapat diterapkan dalam pemahaman terhadap bacaan yang lebih panjang, seperti novel, artikel surat kabar, atau teks akademik lainnya. Selain itu, materi bacaan yang digunakan dalam soal tes harus mencerminkan isi yang esensial dan mampu mengukur keterampilan membaca secara mendalam, bukan sekadar pertanyaan yang bersifat dangkal atau faktual.

Selain aspek isi, faktor eksternal yang dapat memengaruhi skor tes juga perlu diperhatikan. Skor tinggi yang diperoleh peserta tidak boleh hanya disebabkan oleh strategi menjawab soal atau persiapan khusus menjelang tes, sementara skor rendah juga tidak boleh semata-mata disebabkan oleh faktor kecemasan saat ujian. Demikian pula, latar belakang budaya peserta tidak boleh menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan mereka dalam menjawab soal dengan benar.

Oleh karena itu, validitas sebuah tes tidak dapat ditentukan hanya dari satu kali studi, tetapi memerlukan berbagai bukti untuk memastikan bahwa tes tersebut dapat digunakan secara sah sesuai dengan tujuan penilaiannya. Seperti yang dikemukakan oleh Nitko (2005), sebuah tes mungkin valid untuk satu tujuan, tetapi belum tentu berlaku untuk tujuan yang lain. Wallahu’alam.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya