Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
KEKERASAN seksual menjadi salah satu bentuk kekerasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dari Januari hingga Agustus 2024, tercatat sebanyak 101 korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan 69% di antaranya ialah anak laki-laki dan 31% anak perempuan (detik.com, 2024).
Tingginya jumlah korban tersebut menjadi keprihatinan besar. Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar, justru menjadi lingkungan yang berisiko. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, menurut laporan FSGI, sebanyak 72% pelaku kekerasan seksual itu ialah guru, sosok yang seharusnya menjadi pendidik sekaligus pelindung siswa (detik.com, 2024).
Hari ini, 18 November, ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Hari Dunia untuk Pencegahan dan Penyembuhan dari Eksploitasi Seksual, Kekerasan, dan Pelecehan terhadap Anak. Penetapan itu berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/77/8 yang dikeluarkan pada 7 November 2022. Melalui penetapan resolusi itu, diharapkan kita, warga dunia, berpartisipasi dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak, juga melindungi dan membantu menyembuhkan anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Sayangnya, tidak bisa dimungkiri kejadian kekerasan seksual pada anak kadang juga terjadi di sekolah, institusi yang diharapkan mampu mendidik siswa menjadi individu berkarakter baik. Karena itu, kita perlu mendiskusikan apa yang perlu dilakukan sekolah agar menjadi tempat aman bagi siswa dari kekerasan seksual? Kita bisa melihatnya dari tiga komponen, yaitu manajemen sekolah, kualitas guru, dan mekanisme pelaporan.
Sekolah sebagai institusi pelindung siswa
Kesejahteraan siswa harus selalu menjadi prioritas utama bagi sekolah. Sekolah harus menjadi tempat yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa, termasuk melindungi mereka dari kekerasan seksual.
Sekolah perlu memiliki kebijakan yang tegas dalam melindungi siswa dari ancaman kekerasan seksual.
Hal itu dapat diwujudkan dengan adanya peraturan yang jelas untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Peraturan tersebut harus mencakup definisi yang jelas tentang kekerasan seksual serta jenis-jenis tindakan yang termasuk dalam kategori tersebut.
Ketegasan dalam membuat daftar tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual diperlukan agar tidak terjadi interpretasi beragam dari warga sekolah. Keragaman interpretasi terjadi karena sering kali ada tindakan-tindakan yang secara budaya dianggap normal, tetapi sebenarnya merugikan dan masuk dalam tindakan kekerasan seksual, seperti cat calling yang sering dianggap sebagai candaan dan dianggap tidak melukai.
Aspek penting lainnya ialah penerapan pendidikan seksualitas bagi siswa. Pendidikan itu bukan dimaksudkan untuk mendorong perilaku seksual sejak dini, seperti sering disalahpahami banyak pihak. Sebaliknya, pendidikan seksualitas bertujuan memberikan pemahaman kepada siswa mengenai pengenalan diri dan hak atas seksualitas mereka. Kurangnya pemahaman mengenai hak itu kerap menjadi salah satu faktor yang membuat siswa rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Selanjutnya, ketegasan pemberian konsekuensi berat terhadap kekerasan seksual juga diperlukan guna menunjukkan keberpihakan yang kuat dari sekolah pada peniadaan kekerasan seksual. Konsekuensi berat perlu diterapkan untuk mempersempit ruang bagi tindakan-tindakan yang berpotensi bagi terjadinya kekerasan seksual di sekolah.
Guru yang melindungi
Persiapan untuk melindungi siswa dari kekerasan seksual menjadi tanggung jawab mendesak bagi sekolah, termasuk dari perilaku guru. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar pelaku kekerasan seksual di lingkungan sekolah ialah guru. Dari perspektif relasi kuasa, terdapat ketimpangan antara guru dan siswa yang mana pelaku memanfaatkan posisi dan kekuasaan mereka untuk melakukan tindakan tersebut terhadap siswa.
Setidaknya terdapat dua jenis pelaku kekerasan seksual di kalangan guru. Pertama, mereka yang bertindak dengan paksaan. Dalam kasus ini, pelaku menggunakan intimidasi dan ancaman terhadap siswa sebagai korban. Akibatnya, korban sering merasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut kepada siapa pun karena adanya ancaman serta ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban.
Namun, terdapat pula kekerasan seksual yang terjadi karena pola pembiasaan. Dalam kasus ini, pelaku dengan posisi kuasa yang lebih tinggi melakukan tindakan-tindakan baik secara terselubung sehingga korban merasa nyaman. Akibatnya, ketika pelaku melakukan kekerasan seksual, korban tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang salah, tetapi sebagai bentuk kedekatan atau hubungan yang wajar.
Jenis pelaku tersebur cenderung lebih berbahaya karena mereka menyamarkan tindakan mereka di balik citra positif yang telah dibangun. Bahkan, jika perilaku mereka terungkap, sekolah sering menghadapi dilema dalam memberikan sanksi karena mempertimbangkan kontribusi atau kebaikan yang sebelumnya dilakukan pelaku.
Untuk itu, proses seleksi guru harus diperketat. Yang patut menjadi guru bukan hanya mereka yang mumpuni secara akademis, melainkan lebih dari itu, mereka harus memiliki budi pekerti luhur yang mampu menghormati dan melindungi siswa. Untuk guru yang sudah ada di sekolah, perlu dilakukan diskusi rutin untuk selalu mengingatkan peran mereka sebagai guru yang melindungi siswa.
Mekanisme pelaporan yang berpihak pada korban
Mekanisme pelaporan kasus kekerasan seksual di sekolah juga menjadi aspek yang sangat penting. Mekanisme itu perlu mendapat perhatian serius karena sering kali prosedur pelaporan tidak terstruktur dengan jelas dan kurang tersosialisasikan dengan baik. Akibatnya, korban sering mengalami kebingungan saat hendak melaporkan kejadian yang mereka alami.
Keberpihakan terhadap korban harus menjadi prinsip utama dalam merancang mekanisme pelaporan. Mekanisme itu perlu dirancang agar korban merasa aman, terlindungi, dan yakin bahwa pelaku akan menerima konsekuensi yang setimpal. Kepastian semacam itu penting untuk mencegah hilangnya kepercayaan dari korban.
Dalam beberapa kasus, korban enggan melapor disebabkan minimnya pemahaman sekolah tentang kekerasan seksual. Misalnya, ketika laporan korban dianggap remeh atau tindak kekerasan seksual yang dialami dipandang sebagai candaan semata.
Pada akhirnya, kita harus selalu mengingat bahwa memastikan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, dalam lingkungan yang aman dan nyaman, ialah tanggung jawab bersama. Kita perlu membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta menjunjung nilai-nilai yang mendukung terciptanya lingkungan yang aman sehingga anak-anak terlindungi dari risiko kekerasan seksual.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Masyarakat saat ini telah diberikan sarana jika memang merasa mengalami kerugian dari setiap perkara yang sedang ditangani.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon, Kadini, menjelaskan sekolah gratis untuk sekolah swasta belum diterapkan tahun ini di Kota Cirebon.
Festival SenengMinton merupakan salah satu cara memasyarakatkan bulu tangkis ke usia dini secara terstruktur.
Pihak SMP N 1 Brebes membagikan kertas antrean kepada para calon siswa baru yang datang subuh, agar mereka diutamakan terlebih dulu dalam proses pendaftaran.
Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penambahan 100 lokasi baru untuk Sekolah Rakyat yang akan mulai dibuka pada Agustus hingga September 2025.
Membangun rutinitas yang konsisten mulai dari bangun tidur hingga kemandirian anak untuk mengurus dirinya sendiri sudah harus menjadi perhatian orangtua sebelum anak masuk sekolah.
Aspek perkembangan kognitif serta perkembangan motorik kasar dan halus menjadi penilaian yang bisa diperhatikan untuk anak siap sekolah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved