Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
ROBERTO de Zerbi bukanlah sosok yang menonjol ketika masih aktif bermain. Meski tiga tahun menggunakan kostum Rossonero, De Zerbi tidak pernah sekali pun mendapat kesempatan untuk membela AC Milan.
Ketika 2013 ia memutuskan gantung sepatu dan memilih jalur pelatih, perjalanannya pun tidak kalah terjalnya. Dalam periode delapan tahun lima kali ia harus berganti klub karena dipecat.
Pada 2021 baru keberuntungan datang kepada De Zerbi. Ia berhasil mempersembahkan gelar pertamanya saat menangani klub Ukraina, Shakhtar Donetsk. De Zerbi membawa tim asuhannya memenangi Piala Super Ukraina dengan mengalahkan klub besar, Dynamo Kyiv.
Sayang kebersamaannya bersama Shakhtar Donetsk harus berakhir cepat. Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 membuat kehidupan di negeri itu menjadi kacau. Kompetisi sepak bola pun tidak mungkin bisa diteruskan.
De Zerbi harus angkat kaki dari Ukraina tanpa ada kejelasan ke mana akan berlabuh. Di tengah ketidakpastian akan masa depannya terjadi perubahan besar di Liga Premier. Pelatih Chelsea Thomas Tuechel diberhentikan dan sebagai penggantinya pemilik The Blues menunjuk pelatih Brighton & Hove Albion, Graham Potter.
Di tengah prestasi yang sedang menanjak di tangan Potter, Brighton butuh seorang pelatih baru. Namun, mereka bukan klub kaya yang bisa mendatangkan pelatih mahal berkelas dunia. Pilihan Brighton jatuh kepada De Zerbi.
Panggung Eropa
Banyak pihak yang sempat mempertanyakan kualitas De Zerbi untuk menggantikan Potter. Namun, ternyata sukses di Shakhtar Donetsk membuat pelatih asal Italia itu lebih percaya diri.
De Zerbi merupakan pelatih yang telaten dalam menangani pemain. Ia mampu menunjukkan kepemimpinan kepada pemain-pemain bintang untuk ikut dengan aturan main yang ia terapkan. Pemain bandel seperti Danny Welbeck bisa patuh di tangan De Zerbi.
Kelebihan lain dari De Zerbi ialah kemampuan untuk membangun kebersamaan dan membuat sebuah tim yang solid. Ia bisa memadukan kekuatan pemain kawakan seperti Alexis Mac Allister dengan Leandro Trossard dan Welbeck.
De Zerbi juga mampu mengasah permainan pemain asal Jepang Kaoru Mitoma sehingga tampil dengan kemampuan terbaiknya. Mitoma menjadi pemain yang paling pesat peningkatannya dan tampil dengan penuh percaya pada setiap penampilan di Liga Inggris.
Tidak usah heran penampilan Brighton justru semakin cemerlang di tangan De Zerbi. Di musim lalu mereka mampu tiga kali mengalahkan klub besar, Liverpool, termasuk di babak keempat Piala FA dengan the Reds sebagai juara bertahan.
Bahkan saat bertemu Chelsea, De Zerbi mampu mengalahkan tim asuhan Potter itu 4-1. Di saat De Zerbi semakin menanjak prestasinya di Brighton, Potter sebaliknya kian terpuruk di Chelsea dan tidak lama kemudian kehilangan jabatannya.
Musim lalu Brighton membuat sejarah besar dengan menembus tujuh besar Liga Primer dan berhak lolos ke ajang Liga Eropa. “Ini sebuah kebanggaan dan bagi kami keberhasilan menembus Liga Eropa lebih berarti ketimbang memenangi Liga Primer,” ujar De Zerbi puas.
Namun, kesuksesan Brighton itu harus dibayar mahal dengan banyaknya pemain klub itu yang dilirik oleh klub-klub besar. Trossard kini bermain untuk Arsenal, sementara Mac Allister diboyong Liverpool. Sebelumnya bek kiri Marc Cucurella diambil Chelsea.
Bahkan menjelang musim tahun ini bergulir, tarikan terhadap para pemain asal Brighton masih terus terjadi. Gelandang asal Ekuador Moises Caicedo memecahkan rekor termahal Liga Inggris setelah diboyong Chelsea dengan bayaran 115 juta pound sterling.
Satu lagi pemain yang sedang diincar banyak klub ialah Mitoma. Setidaknya ada tiga klub yang mengharapkan penyerang sayap asal Jepang itu, yakni Real Madrid, Manchester City, dan Arsenal.
Terus risiko
De Zerbi menyadari risiko yang harus dihadapi ialah perginya pemain-pemain andalannya. Namun, ia tidak bisa mencegah hal itu karena bayaran yang diterima Brighton luar biasa besar dan bisa menjadi modal untuk membentuk bintang-bintang baru.
Apalagi dalam dua pertandingan pertama mereka di musim ini Brighton menunjukkan kualitas sebagai tim yang agresif dan produktif. Tim ‘Burung Camar’ memimpin klasemen dengan dua kali kemenangan 4-1 atas Luton dan Wolverhampton Wanderers.
Sabtu malam ini Brighton diuji lagi keandalannya oleh West Ham di American Express Community Stadium. De Zerbi tidak mau peduli dengan pemain yang pergi. Dia memilih fokus kepada materi pemain yang dimiliki. Ia percaya dengan kemampuan para pemain yang ada untuk menerapkan strategi yang dipersiapkannya.
Gol pertama Brighton ke gawang Wolves pekan lalu menggambarkan bagaimana tajamnya serangan ‘si Burung Camar’. Dari sepertiga lapangan, Mitoma bisa melewati empat pemain belakang tuan rumah dan melesakkan bola ke gawang kiper Jose Sa. Sebuah gol indah yang mengingatkan kita akan gol kedua Diego Maradona ke gawang Inggris di perempat final Piala Dunia 1986.
Dengan pola 4-2-3-1, De Zerbi mampu menjaga keseimbangan permainan baik dalam menyerang maupun bertahan. Welbeck yang memang berkarakter bandel dibiarkan bertarung di depan sendiri, sementara Mitoma, Julio Enciso, dan Solly March menopang dari lini kedua.
Pergerakan Welbeck yang lincah sering membuat pemain belakang lawan terpancing dan memungkinkan tiga gelandang menyerang memanfaatkan ruang terbuka untuk menjebol gawang lawan. Perginya Mac Allister ke Liverpool sejauh ini bisa ditutup oleh pemain asal Paraguay Enciso atau gelandang asal Brasil yang diboyong dari Watford, Joao Pedro.
Meski diunggulkan untuk bisa menjaga rekor kemenangan, Brighton tidak bisa memandang sebelah mata West Ham. Tim asuhan David Moyes pernah tampil gemilang untuk menembus empat besar pada dua musim yang lalu. West Ham memiliki materi pemain yang cukup lama bermain bersama.
Seperti Welbeck di Brighton, klub berjuluk the Hammers ini mempunyai ujung tombak yang juga bandel, Michail Antonio. Adapun Lucas Paqueta hadir sebagai pengatur serangan yang pandai menata permainan. Juga dua gelandang sayap yang tajam, yakni Jarrod Bowen dan Said Benrahma.
Moyes juga harus kehilangan gelandang andalan Declan Rice yang diambil oleh Arsenal. Meski begitu, ia masih memiliki worker asal Ceko Tomas Soucek dan pasangan duetnya, James Ward-Prowse. Kalau Brighton lengah dan memberi ruang lebar bagi tim tamu untuk mengambil alih inisiatif, bukan mustahil palu West Ham akan menggetok kepala ‘Burung Camar’.
HIDUP memang ibarat roda pedati. Kadang dia ada di atas. Tetapi, karena berputar, kemudian suatu saat dia akan berada di bawah. Seperti itu jugalah dengan sepak bola.
KALAU saja tidak ada aksi Ricky Kambuaya untuk berani menembus kotak penalti Tiongkok, tidak pernah akan ada penalti yang didapatkan Indonesia.
SEPULUH tahun kebersamaan dengan Manchester City merupakan perjalanan panjang bagi Kevin de Bruyne.
Tantangan terberat yang harus dihadapi PSG ialah memenangi pertarungan di lapangan tengah.
BAGI Manchester United dan Tottenham Hotspur, final Liga Europa 2025 ibarat fatamorgana.
KESEBELASAN yang paling ditakuti dalam sepak bola ialah tim yang mampu menerapkan kolektivisme.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved