Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BELAKANGAN ini banyak orang mengeluh tentang cuaca panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Sinar matahari dirasakan begitu menyengat. Udara terasa sumuk. Pers, baik yang medioker maupun arus utama, ikut memberitakan fenomena tersebut. Beberapa di antaranya bahkan disertai dengan judul yang heboh dan menakutkan. Belum lagi potongan video ataupun gambar yang berseliweran di media sosial terkait fenomena itu, yang entah dicomot dari mana. Padahal, menurut Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu panas di wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini merupakan fenomena wajar.
Menurut badan pemantau cuaca yang dipimpin Dwikorita Karnawati itu, sepanjang April dan Mei memang terjadi peningkatan suhu maksimum harian yang dipengaruhi gerak semu matahari, sebuah siklus yang biasa dan terjadi pada setiap tahun. Lantas, kalau memang itu fenomena biasa, mengapa kini banyak masyarakat mengeluh? Bukankah selama ini kita memang tinggal dan bermukim di wilayah tropis yang terbiasa bermandi sinar matahari?
Persoalannya saya kira bukan pada pola cuaca yang berubah. Dari dulu suhu rata-rata wilayah di Indonesia, ya, begitu-begitu saja, dalam arti tidak terlampau ekstrem seperti di Amerika yang sering dihantam badai dahsyat atau Afrika yang dilanda kekeringan parah, misalnya. Data dari sejumlah stasiun pemantau cuaca BMKG juga tidak menunjukkan adanya anomali yang berlebihan. Masalahnya barangkali terletak pada pola perilaku kita yang memang sudah berubah.
Selama ini kita mungkin sudah terlalu dimanja dengan udara yang direkayasa. Dari rumah, sekolah, sarana transportasi (baik pribadi maupun umum), kantor, restoran, supermarket, toko, hingga bengkel, dilengkapi penyejuk udara. Akibatnya, kita jadi seperti drakula, makhluk yang takut dan rentan sengatan sinar matahari. Tidak usah heran jika berbagai produk skincare, terutama produk pemutih, laku keras di negeri ini, ditambah banyak pula yang percaya dan mengimani mitos white is beauty. Padahal, bule saja banyak yang terobsesi dengan eksotisme kulit sawo matang orang Indonesia.
Perubahan perilaku masyarakat itu juga dapat kita lihat pada fenomena kebakaran hutan yang kerap terjadi pada musim kemarau di sejumlah wilayah yang sering membuat negara tetangga marah-marah. Padahal, empat atau lima dekade lalu, peristiwa semacam itu jarang terjadi. Semua itu lantaran pola hidup kita, terutama dalam industri perkebunan dan pertanian yang mulai berubah. Itu artinya pola kebudayaan manusia secara tidak langsung juga ikut memengaruhi kondisi alam. Begitu pula fenomena banjir bandang, tanah longsor, dan berbagai bencana hidrometeorologi lainnya, tidak terlepas dari ulah tangan-tangan manusia, bukan karena alam yang tidak lagi bersahabat.
Jadi, kondisi cuaca yang terjadi saat ini tidak usah terlampau dikeluhkan, apalagi sampai menakut-nakuti jika alam sedang murka. Justru kita sebagai manusia yang harus berbenah diri. Fenomena pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi belakangan ini, suka atau tidak suka, akibat perilaku kita juga, termasuk dalam mengonsumsi makanan, cara berbusana, mobilitas, dan gaya hidup lainnya. Perilaku tersebut yang semestinya dikembalikan agar selaras dengan alam, termasuk dalam sistem pola pertanian ataupun pariwisata.
Jadi, kalau cuma udara panas dan gerah, jangan cuma mengeluh dan curhat di media sosial. Itu lebay, kalau istilah anak sekarang. Laku dan gaya hidup kitalah yang justru mesti berubah. Ini yang semestinya juga diedukasi para pemangku kepentingan di negeri ini, termasuk oleh mereka yang hendak berkontestasi pada pemilu kali ini. Wasalam.
Mulai tahun depan atau 2026, puncak haji diprediksi tidak akan sepanas sekarang.
Agar tetap segar dan percaya diri beraktivitas di cuaca yang panas, Anda bisa menggunakan wewangian dengan notes fruity hingga aquatic
Cuaca ekstrem tersebut akibat gejala alam akan terjadinya peralihan musim dari kemarau ke hujan.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Klimatologi Jawa Barat menginformasikan penyebab tingginya suhu di Bogor selama Oktober 2024.
Heat stroke membuat suhu tubuh di atas 40 derajat celcius.
Para peneliti menemukan, reseptor panas menjadi aktif ketika suhu naik di atas 77 derajat Fahrenheit atau 25 derajat celcius yang nyaman.
Contoh lainnya pemimpin yang gagal mengelola urusan beras ialah Yingluck Shinawatra.
Biar bagaimanapun, perang butuh ongkos. Ada biaya untuk beli amunisi dan peralatan tempur.
WAKTU pemungutan suara untuk pemilihan presiden (pilpres) ataupun legislatif (pileg) tinggal menghitung hari
Seperti halnya virus korona, bentuk patologi sosial semacam itu kini juga masih ada dan bergentayangan. Mereka cuma bermutasi menjadi bentuk lain, dari yang kelas teri hingga kakap.
Ditambah dampak fenomena El Nino, bisa dibayangkan bagaimana ‘kerasnya’ hidup di Ibu Kota dalam beberapa hari ke depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved