Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KASUS penganiayaan terhadap David oleh Mario Dandy telah membuka kotak pandora 'ketidakwajaran' kehidupan oknum pejabat di lingkungan kementerian keuangan. Mulai dari gaya hidup mewah oknum pegawai pajak yang merembet ke bea cukai beserta keluarganya hingga jumlah harta yang tak wajar. Hal ini ditengarai merupakan perolehan illegal dari sang pegawai, dan jikalapun hendak dikatakan legal jumlah harta tak wajar (Illicit Enrichment) diperoleh dari usaha maupun rangkap jabatan para pejabat ASN dimaksud.
Berdasarkan temuan KPK, lebih kurang 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan (mediaindonesia.com, 9/3). Kepemilikan saham ini pun menimbulkan kecurigaan karena mengatasnamakan keluarga dan kerabat dengan berbagai jenis perusahaan termasuk konsultan pajak. Disinilah salah satu pokok persoalannya karena kepemilikan tersebut berpotensi menciptakan konflik kepentingan dengan pekerjaan mereka. Secara normatif harus diakui bahwa memang tidak ada larangan tegas atas kepemilikan saham di perusahaan. Larangan tegas hanya ditujukan terhadap dugaan adanya konflik kepentingan.
Menurut Seknas Fitrah rangkap jabatan dianggap sebagai sumber 'legal' harta tak wajar para pejabat kementerian keuangan. Setidaknya terdapat 39 Pejabat Kementerian Keuangan yang rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan plat merah. Fenomena rangkap jabatan pejabat/kementerian lembaga sebagai komisaris merupakan hal yang jamak dan tidak hanya ditemukan di kementerian keungan. Dari data Ombudsman yang dirilis tahun 2019, terdapat 397 ASN dan aparat negara lainnya yang merangkap sebagai komisaris di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN.
Baca juga : Amanat Konstitusi dan Visi Politik Luar Negeri Para Calon Presiden 2024
Hal ini menunjukkan adanya rangkap jabatan dan penghasilan untuk satu orang yang sama. Mereka berasal dari kementerian mencapai 254 orang (64%), dari Perguruan Tinggi 31 orang (8%), dan dari Lembaga Non Kementerian mencapai 112 orang (28%). Komisaris dari Lembaga non kementerian dimaksud berasal dari TNI, POLRI, Kejaksaan, Pemda, BIN dan BPKP.
Keberadaan para pejabat tersebut ikut mewarnai komposisi komisaris BUMN selain yang berasal dari professional, mantan tim sukses, politisi, pejabat di selingkaran pemerintahan hingga wakil menteri. Atas pengangkatan para komisaris tersebut seringkali menimbulkan perdebatan publik dan selalu diakhiri dengan ketiadaan larangan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, terhadap seorang wakil menteri telah dilarang Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019.
Meskipun tidak dimuat dalam amar, namun pada pertimbangan hal. 96 telah dinyatakan bahwa segala larangan bagi menteri juga berlaku terhadap wakil menteri. Larangan dimaksud termasuk rangkap jabatan sebagai komisaris pada perusahaan negara atau swasta. Norma ini diabaikan begitu saja dimana terdapat beberapa Wamen yang menjadi komisari pada BUMN yang berbeda diantaranya Wamenhan, Wamenkeu dan Wamen BUMN.
Baca juga : Daya Juang
Terhadap pejabat kementerian/lembaga yang notabenenya sebagian besar adalah ASN juga tidak ada larangan bagi mereka untuk menduduki jabatan komisaris. Kalaupun ada aturan yang melarang hal demikian dapat diterobos dengan mengubahnya sedemikian rupa. Salah satu contoh terkait dengan larangan rangkap jabatan Rektor perguruan tinggi negeri sebagai komisaris.
Statuta perguran tinggi mengatur berbeda, ada yang melarang dan ada yang tak mengatur sama sekali. Hal ini sempat dialami oleh Rektor Universitas Indonesia, Arie Kuncoro yang didesak mundur sebagai komisaris di salah satu bank milik negara. Desakan muncul karena dianggap bertentangan dengan Statuta UI. Pemerintah justru mengubah PP Statuta UI dan menghapus larangan Rektor rangkap jabatan komisaris.
Meskipun pada akhirnya yang bersangkutan secara arif mengundurkan diri sebagai komisaris namun secara normatif norma larangan rangkap tersebut tetap hilang dari Satuta UI. (mediaindonesia.com, 22/7/21).
Baca juga : Dewan Keamanan PBB dalam Konflik Israel-Palestina
Mempertegas Regulasi
Belajar dari berbagai kelemahan yang ada maka sudah sepatutnya dilakukan penegasan dan penataan mengenai rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
Pertama, larangan tegas bagi ASN untuk memiliki saham atau berusaha pada bidang yang potensial menimbulkan konflik kepentingan. Bahkan jika dibutuhkan mereka harus melakukan 'self declaration' dan melaporkannya pada unit pengendali di kementerian lembaga. Bisa melalui unit pencegahan gratifikasi atau 'Whistleblowing System' yang telah ada di masing-masing kementerian lembaga.
Baca juga : Asia Tenggara di Tengah Kekuatan Sepak Bola Asia
Melalui unit tersebut dapat dinilai potensi konflik kepentingan dan dalam hal tidak terdapat konflik kepentingan maka usaha dimaksud dapat dilanjutkan. Penegasan larangan bagi ASN untuk memiliki usaha, saham atau perusahaan harus dimuat dalam peraturan disiplin PNS maupun manjemen ASN.
Saat ini baik PP 11/2007 Jo PP 17/2020 tentang Manajemen ASN maupun PP 94/2021 sebagai pengganti PP 53/2010 tentang disipilin PNS belum mengatur secara jelas mengenai hal tersebut. Jika muncul masalah maka regulasi yang sering digunakan hanya peraturan internal semisal peraturan menteri mengenai kode etik ASN.
Sayangnya masing-masing kementerian/lembaga mengatur berbeda sehingga memunculkan diskriminasi perlakuan antar ASN. Tehadap ASN yang terlanjur memiliki saham atau perusahaan dan terbukti konflik kepentingan maka harus segera melepaskan kempemilikan dimaksud. Terhadap keuntungan yang diperoleh akibat dari konflik kepentingan sepanjang dapat dibuktikan adanya penyimpangan maka harus ditindak tegas dengan regulasi yang ada.
Baca juga : Kampanye Cerdas
Kedua, terhadap pejabat maupun ASN kementerian/lembaga yang menduduki jabatan komisaris sudah sepatutnya diminta untuk memilih. Pilihan dimaksud terutama terkait status jabatannya maupun penghasilan yang dapat diterima. Salah satu contoh di kementerian keuangan yang berdalih sebagai 'shareholder' maka harus menempatkan para pejabat mereka di BUMN.
Dalih ini tidak sepenuhya dapat diterima karena pada kenyataannya wakil pemerintah di BUMN bukan hanya berasal dari pejabat kementerian. Cukup banyak kalangan professional yang ditunjuk untuk mewakili kepentingan pemerintah di BUMN. Dalam hal dibutuhkan dan dengan alasan tertentu maka terhadap yang bersangkutan harus diberikan pilihan.
Apakah menerima penghasilan di instansi asal atau BUMN tempat mereka ditugaskan. Bahkan bukan tidak mungkin mereka diperlakukan seperti ASN yang ditugaskan pada lembaga atau komisi negara yang harus cuti di luar tanggungan negara.
Baca juga : Sepak Bola pun Menegakkan Etika
Merujuk pada kedua hal tersebut, sudah saatnya pemerintah mengatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai larangan rangkap jabatan dan rangkap penghasilan. Selain mencegah perolehan harta tak wajar dari ASN, pengaturan dimaksud juga diharapkan dapat mengurangi disparitas penghasilan antar ASN. Rangkap jabatan bukanlah ditujukan pada penumpukan penghasilan semata tapi lebih pada perluasan pengabdian mereka sebagai abdi negara.
Bukankah menteri keuangan yang diduga menempati setidaknya 30 jabatan tetap saja menerima gaji tunggal sebagai menteri? Meskipun terdapat tambahan penghasilan yang diterima sudah sepatutnya ditentukan sesuai standar keuangan negara dan bukan standar keuangan perusahan. Dengan demikian segala bentuk penghasilan tidak ada lagi yang bernilai fantastis jika dibandingkan dengan penghasilan mereka sebagai ASN. (S-3)
Baca juga : Domino Perang Gaza dan Masa Depan Timur Tengah
pemohon meminta agar ada penambahan frasa “wakil menteri” dalam Pasal 23 UU 39/2008 yang berkaitan dengan larangan terhadap menteri dalam melakukan rangkap jabatan.
Usman menjelaskan bahwa Panglima TNI Jenderal Agus Subianto sudah mengumumkan kepada publik bahwa semua prajurit militer yang menduduki jabatan sipil harus mundur.
Akan tetapi, sampai saat ini Otto masih menjabat Ketua Umum Peradi.
ICW) menyampaikan hasil penelitian terbaru terkait pejabat atau pimpinan BUMN yang merangkap jabatan. Dari penelitian itu, ICW menemukan sebanyak 121 Komisaris dan 21 Dewan Pengawas
Tidak adanya tambahan gaji atau remunerasi itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) BUMN 03/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved