Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
SAYA dan Anda ialah bagian dari sekitar 7,8 miliar penduduk yang menghuni planet ini. Secara statistik, kita hanyalah sepersekian persen dari jumlah populasi Bumi. Di tengah kesibukan mencari nafkah, merawat dan mendidik anak, serta berselancar dan bergosip di dunia maya, kita mungkin tidak sempat mempertanyakan atau merenungkan (minimal dalam hati), apa peran kita di tengah perkampungan global ini, beserta segala risiko yang bakal dihadapi dalam beberapa tahun ke depan. Namun, sialnya, suka atau tidak suka, kita tidak bisa terhindar dari segala konsekuensinya.
Pandemi covid-19 yang telah memasuki tahun ketiga ialah tantangan nyata yang dihadapi dunia saat ini serta mungkin krisis terberat setelah dua perang besar yang pernah berkecamuk dan meluluhlantakkan kehidupan di planet ini. Wabah tersebut setidaknya telah mencabut 5,8 juta nyawa penduduk dunia, termasuk mungkin sanak-saudara atau orang-orang terdekat kita lainnya. Tidak cuma itu, virus tersebut juga menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan, menggerus relasi sosial, serta menggerogoti kesehatan mental. Kita pun mungkin sepakat saat ini dunia sedang tidak baik-baik saja, bahkan mungkin perlu diruwat.
Dalam laporan rutin mengenai risiko global (World Risk Report) 2022 yang diterbitkan pertengahan Januari lalu, Word Economic Forum menyebut setelah dua tahun pandemi berjalan, di 52 negara termiskin yang merupakan rumah bagi 20% penduduk dunia, hanya 6% dari populasinya yang telah divaksin. Distribusi vaksin yang tidak merata ini, kata mereka, membuat pemulihan ekonomi global hingga kini tertatih-tatih. Dalam laporannya, organisasi nirlaba yang kerap mempertemukan para pemimpin bisnis, pakar, serta para elite politik dunia di Davos, Swiss, itu juga memprediksi pada 2024 PDB negara-negara berkembang bakal merosot hingga 5,5%, sedangkan perekonomian negara maju akan tumbuh 0,9%. Hal itu, menurut mereka, bakal semakin memperlebar kesenjangan global yang berpotensi meningkatkan ketegangan, baik di dalam maupun batas wilayah.
Paparan dalam laporan tersebut bukan sekadar retorika tanpa disertai data. Sebagian dari kita bahkan telah merasakan dampaknya. Sialnya, itu bukan satu-satunya masalah yang kita hadapi. Masih ada sejumlah risiko yang tidak kalah menakutkan, seperti dampak perubahan iklim, masalah keamanan siber, serta konfrontasi geoekonomi. Tidak mengherankan bila ditanyakan tentang keadaan dunia dalam dua tahun ke depan, dari seluruh responden yang disurvei dalam laporan tersebut, hanya 16% memandang positif dan optimistis serta hanya 11% yang percaya pemulihan global bisa berlangsung cepat.
Jika berkaca pada laporan itu, masa depan dunia sepertinya memang tampak suram. Namun, kita sebagai salah satu penghuninya, juga tidak bisa bersikap bodo amat. Minimal ikut berpartisipasi menekan laju pandemi yang terjadi saat ini. Perekonomian dalam negeri yang mulai bergeliat, jangan sampai terjerembap hanya lantaran bangsal rumah sakit kembali membeludak. Makanya, jangan egois keluyuran, apalagi jalan-jalan ke luar negeri yang ujung-ujungnya malah ‘mengimpor’ virus. Ingat bagaimana sebagian dari kita megap-megap dan pontang-panting kesulitan mencari tabung oksigen ketika diamuk varian delta pertengahan tahun lalu.
Makhluk kecil itu (virus dengan segala variannya) seolah kembali mengingatkan kita tentang hakikat kemanusiaan bahwa hidup tidak bisa semau gue, apalagi hanya memikirkan diri sendiri. Manusia harus tepo seliro. Tidak hanya terhadap sesamanya, tapi juga seluruh makhluk penghuni planet ini. Bumi perlu dirawat, jangan melulu dieksploitasi. Sebagai khalifah, tugas manusia ialah menjaga keberlangsungannya, jangan cuma sibuk menumpuk harta dan bikin anak. Mbok ya sekali-kali mikir demi masa depan anak-cucu kita nanti.
Pendiri dan Presiden Direktur World Economic Forum Klaus Martin Schwab memuji Indonesia terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
INDONESIA disebut akan memiliki kapasitas energi bersih hingga 6,6 gigawatt (GW) dari pengembangan klaster industri berbasis energi bersih.
Gelaran World Economic Forum (WEF) tahun ini mengusung tema “Rebuilding Trust” dengan empat agenda prioritas
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan sejumlah capaian yang dilakukan Indonesia dalam pertemuan tahunan forum ekonomi dunia (Annual Meeting World Economix Forum) 2024.
“Punya kaitan erat dengan nama Gunung Eiger di Swiss menjadi tantangan penting bagi kami untuk terus belajar, berkarya, berinovasi dan berkolaborasi dengan semangat berkelanjutan."
Diketahui, dalam World Economic Forum yang berlangsung di Davos, banyak negara mengutarakan kekhawatiran terhadap upaya pengendalian krisis iklim.
Studi Nature Communications ungkap pandemi Covid-19 mempercepat penuaan otak rata-rata 5,5 bulan, meski tanpa infeksi. Siapa yang paling terdampak?
Studi terbaru mengungkapkan vaksinasi anak mengalami stagnasi dan kemunduran dalam dua dekade terakhir.
Diary, merek perawatan kulit (skin care) asal Bekasi, sukses menembus pasar Vietnam dan Jepang berkat inovasi produk, strategi digital, dan semangat pantang menyerah.
Produksi masker ini. bersamaan dengan produk lain seperti kopi, keripik udang dan coklat lokal membawa Worcas mendapatkan perhatian pasar domestik internasional.
Tahun 2020, sepasang peneliti India mengklaim lockdown global selama pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan suhu permukaan bulan.
Jumlah wisman yang datang langsung ke Bali pada Januari-November 2023 sebanyak 5.782.260 kunjungan, sementara pada periode yang sama tahun 2019 sebanyak 5.722.807 kunjungan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved