Diplomasi Ekonomi RI pada Momentum Pandemi

Giftson Ramos Daniel, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia
16/8/2020 16:00
Diplomasi Ekonomi RI pada Momentum Pandemi
Giftson Ramos Daniel(Dok.pribadi)

MUHAMMAD Hatta pernah berujar bahwa politik luar negeri Indonesia bak mendayung di antara dua karang. Esensi dari pernyataan ini yaitu bebas menentukan sikap sendiri dan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. 

Inilah cikal bakal lahirnya politik luar negeri bebas-aktif, yang sampai saat ini masih menjadi prinsip utama bagi para pemimpin Republik Indonesia, dalam menentukan kebijakan luar negeri. 

Seiring perubahan dinamika internasional, pepatah mendayung di antara dua karang tidak lagi relevan, mengingat poros kekuatan dunia tidak lagi didominasi Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sejak pecahnya Uni Soviet serta kemenangan AS, justru menjadi momentum munculnya kekuatan baru yakni aktor negara maupun aktor non-negara. Oleh karena itu, sebagai middle power, Indonesia mengambil kebijakan luar negeri yang mengedepankan perdamaian dunia serta fokus pada pemulihan ekonomi pascareformasi. 

Kebijakan politik
Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, pemerintahan Indonesia lebih berorientasi dan fokus pada aspek ekonomi dan pembangunan infrastruktur dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Kerja sama ekonomi, baik itu sifatnya bilateral atau multilateral, diharapkan bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikemukakan dalam visi misi Presiden Joko Widodo, yakni kebijakan diplomasi ekonomi harus mengedepankan kesejahteraan bagi rakyat. 

Pada periode pertama, era kepemimpinan Jokowi-JK, prinsip politik luar negeri bebas-aktif, mengarah pada diplomasi ekonomi. Mayoritas kerja sama tersebut memprioritaskan adanya investasi dari negara-negara luar seperti penyelenggaraan Indonesia Fair di Bangladesh, kesepakatan bisnis Indonesia-Afrika, hingga annual meeting IMF-World Bank di Bali. Kerja sama ekonomi ini memperlihatkan gambaran prinsip politik luar negeri bebas-aktif gaya pemerintahan Presiden Joko Widodo, yaitu dengan membina hubungan baik dengan semua negara atau zero enemies. Kelanjutannya, diplomasi ekonomi bisa berjalan dengan baik. 

Ternyata, gaya diplomasi Indonesia yang fokus terhadap aspek ekonomi juga tidak berubah pada periode dua kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Baru-baru ini, di tengah pandemi covid-19, Indonesia melalui DPR-RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia-Australia/IA-CEPA menjadi undang-undang. 

Perjanjian ini bertujuan untuk mewujudkan peran Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global serta mensejahterakan rakyat Indonesia. Nampaknya, negara-negara asing masih melihat Indonesia, sebagai salah satu tujuan yang menguntungkan untuk melakukan investasi, meski saat ini negara-negara di dunia termasuk Indonesia, masih bergumul dalam menghadapi pandemi covid-19. 

Pada masa pandemi covid 19, seluruh dunia mengalami cobaan yang berat. Selain penularan yang menyebar secara eksponensial, negara-negara di dunia harus menerima kenyataan yaitu terjadinya kontraksi ekonomi yang begitu dalam. Indonesia pun tidak terkecuali. 

Saat ini Indonesia diproyeksikan akan mengalami defisit APBN hingga mencapai 6,75% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksikan akan mengalami kontraksi yaitu tumbuh negatif 0,4-1%. Kondisi ini bisa bertambah buruk karena dengan perekonomian domestik yang belum stabil, bisa menghambat investasi di tanah air. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pada 2021 perekonomian Indonesia akan membaik dengan proyeksi peningkatan perekonomian hingga 5%.
 
Walau berada di dalam bayang-bayang resesi, namun Indonesia masih gencar melakukan diplomasi ekonomi dengan negara-negara asing. Hal ini juga tidak lepas dari target negeri ini menjadi negara maju pada 2045. Itu karena syarat untuk menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus stabil di kisaran 4%-5%.  

Fenomena multipolar
Oleh karena itu, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin berupaya mendongkrak perekonomian dengan menggencarkan diplomasi ekonomi. Namun, dalam upaya merealisasikan diplomasi ekonomi , pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dihadapkan dengan fenomena multipolar, yakni tatanan global tidak hanya dikuasai oleh Amerika Serikat sebagai aktor tunggal. Negara-negara lain, seperti Rusia, Tiongkok, India serta aktor non-negara seperti Uni Eropa, mulai menunjukkan eksistensinya, sebagai aktor berpengaruh pada perekonomian global. 

Tatanan global yang sebelumnya unipolar dengan kehadiran Amerika sebagai polisi dunia, kini tidak lagi absolut, karena kehadiran banyak aktor baik negara maupun non-negara. Dalam situasi ini, Indonesia selaku middle power harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan luar negerinya, terutama dalam hal diplomasi ekonomi. Realisasinya yaitu dengan membuka peluang investasi kepada banyak investor asing dari banyak negara. Upaya ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tentunya dengan memberlakukan insentif pajak untuk mempermudah masuknya investasi. 

Di tengah pandemi covid-19 ini upaya diplomasi ekonomi Indonesia untuk mendatangkan investasi justru semakin berkembang. Salah satu caranya dengan memanfaatkan platform digital, seperti terlaksanananya program Road to Indonesia Investment Day 2020. 

Program ini merupakan sebuah kerja sama antara KBRI Singapura dan Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia di Singapura dan Kantor Perwakilan BKPM di Singapura. Melalui mekanisme webinar, kerja sama ini berkontribusi dengan nilai investasi yang meningkat 58% pada kuartal I 2020 dari tahun sebelumnya 2019. Sementara untuk kuartal II naik 14% dari tahun sebelumnya pada periode yang sama. 

Situasi pandemi sejatinya bisa menjadi momentum bagi Indonesia, untuk menarik investor asing yang berencana merelokasi pabrik-pabriknya dari Tiongkok. Bahkan, sudah ada 7 perusahaan asing yang masuk untuk berinvestasi di Tanah Air, sementara 17 perusahaan asing lain sudah berniat untuk merelokasi pabriknya ke Indonesia dengan total investasi US$ 37 miliar. 

Dengan membuka peluang investasi kepada negara-negara asing serta tidak terkecuali, diharapkan mampu mendorong pemulihan ekonomi nasional serta menjaga peluang Indonesia, untuk menjadi negara maju. Tidak hanya itu, investasi asing juga diharapkan mampu membawa keuntungan yang siginifikan bagi Indonesia terutama bagi kesejahteraan rakyat. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya