Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan susunan kabinetnya untuk periode kepemimpinannya bersama Wakil Presiden Maruf Amin lima tahun mendatang.
Pro dan kontra tentu saja mengiringi pengumuman dan pelantikan kabinet. Itu ialah hal yang wajar.
Namun, hal penting yang patut dicatat ialah tidak adanya selebrasi meriah dari pelaku pasar menyambut datangnya tim ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju.
Pasar keuangan seperti menari poco-poco. Maju selangkah dan mundur juga selangkah lalu kembali ke tempat semula.
Indeks harga saham gabungan tidak melesat naik dalam hitungan ratusan poin, hanya hitungan dua puluh atau tiga puluh poin. Memang indeks sempat menanjak 80an poin pada perdagangan Kamis (24/10). Tapi itu lebih karena putusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate 25 basis point jadi 5,00%. Bahkan di penutupan akhir pekan ini, IHSG melorot hingga 83 point ke level 6.255.
Demikian juga dengan nilai tukar rupiah tidak menguat signifikan dan tetap bertengger di kisaran Rp14.020 hingga Rp14.060 per dolar AS.
Berdasarkan pergerakan di sektor keuangan ini, bisa terbaca respons pelaku pasar. Investor pasar modal sebagai garda terdepan yang memegang uang tunai kurang bergairah melakukan selebrasi besar-besaran terhadap tim ekonomi baru. Memang, selebrasi tetap ada tetapi tanpa nyala kembang api. Tanpa kehadiran fireworks dan tiupan terompet atau dentuman musik, sebuah party terasa datar dan cepat membosankan.
Beberapa analisis menyebutkan bahwa kemampuan menteri menteri bidang ekonomi dipertanyakan. Apalagi porsi menteri berlatar belakang parpol cenderung membesar. Sebut saja Airlangga Hartarto di kursi Menko Perekonomian yang merupakan politisi Golkar. Belum lagi Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Tenaga Kerja dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga diisi orang parpol atau politisi.
Selain masalah kompetensi, kecepatan mereka untuk belajar dan menguasai permasalahan di bidang tugasnya menjadi persoalan. Padahal kecepatan untuk mengambil kebijakan dan mengeksekusi putusan menjadi penting di tengah perlambatan perekonomian dunia.
Tim ekonomi beruntung masih dikawal oleh Sri Mulyani yang sudah piawai menangani kondisi krisis, serta Basuki Hadimuljono yang terus menghela pembangunan infrastruktur. Namun ke beruntungan itu tidak bisa diharapkan bertahan selamanya. Harus ada situasi normal dimana seluruh mesin pertumbuhan bergerak semua.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harus bisa meyakinkan investor segera menanamkan modal, Kementerian Perindustrian memastikan mesin-mesin industri bergerak dalam kapasitas penuh, Kementerian Perdagangan memastikan bahwa harga bahan pojok terjaga, lalu lintas ekspor impor berjalan lancar sehingga memberikan devisa bagi Indonesia.
Yang tidak kalah penting ialah peran Kementerian Tenaga Kerja untuk menjaga agar keseimbangan antara kepentingan dunia usaha dan buruh sehingga everybody happy.
Omnibus Law berupa UU Penciptaan Lapangan Kerja dan UMKM perlu disegerakan. Kalau perlu ditetapkan dalam bentuk Perppu. Faktor kegentingan memaksa bisa terpenuhi dengan melihat kondisi perekonomian global yang meredup akibat perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok dan belum terlihat ujungnya hingga tahun depan. Apa gunanya Omnibus Law hadir apabila investasi asing sudah mendarat dengan sempurna di Vietnam, Thailand dan bahkan Malaysia. Bisa-bisa kita tinggal gigit jari.
Jadi mari kita ramai-ramai mendesak para menteri ekonomi untuk kerja cepat. Kalau perlu Sabtu dan Minggu tetap bekerja dalam 100 hari pertama. Jangan malah beristirahat dan kembali mengurus keluarga di akhir pekan. Negara butuh kerja keras Anda wahai bapak dan ibu menteri.
Bila kerja keras itu terlihat dan memberikan hasil, tentu kita semua layak melakukan selebrasi besar-besaran, bahkan dengan mengundang band music kelas dunia dan menyalakan fireworks di akhir acara. So, let`s rock and make everybody happy. (OL-8)
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
PEMERINTAH didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri.
PERCEPATAN pembentukan Koperasi Desa/ Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih menunjukkan progres yang signifikan. Hingga Jumat (13/6), sebanyak 79.882 unit atau 96% dari target 80.000
DPRD DKI Jakarta merespons rencana pemerintah yang membuka peluang bagi instansi pemerintahan menggelar rapat di hotel.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai inflasi yang rendah hingga terjadinya deflasi berulang merupakan indikasi negatif bagi perekonomian Indonesia.
Selain Tom Lembong, masih ada beberapa mantan menteri era Jokowi yang terjerat kasus korupsi. Berikut beberapa mantan menteri tersebut.
Seharusnya Prabowo berkaca pada kabinet pemerintahan Jokowi.
“Setahu saya ada. Kan Pak Prabowo sudah ngomong kalau nama-nama dari kabinet Pak Jokowi yang bagus-bagus akan juga dipakai untuk membantu beliau."
MENTERI Sosial Tri Rismaharini bungkam saat ditanya rencana mundur dari kabinet Presiden Jokowi. Ia hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke awak media, Selasa (3/9).
PDIP berharap reshuffle kabinet di akhir masa jabatan ditujukan untuk meningkatkan kinerja. Pasalnya, persoalan perekonomian rakyat mendesak untuk diselesaikan.
Saat ditanya lebih lanjut soal Menteri ESDM Arifin Tasrif yang akan digantikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Presiden enggan menjawab kabar tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved