Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KUASA hukum keluarga mendiang dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Misyal Achmad, meyakini bahwa almarhumah tidak melakukan bunuh diri.
Hal itu disampaikan Misyal Achmad usai mendampingi keluarga mendiang dokter Aulia Risma usai mendampingi pemeriksaan terhadap ibunda almarhumah dokter Aulia di Polda Jawa Tengah.
Dugaan dokter Aulia tidak bunuh diri sangat kuat karena di kamar korban ditemukan dua obat roculax yakni obat menghilangkan rasa sakit dan satu obat lainnya untuk melemaskan tubuh secara keseluruhan.
Baca juga : Kasus Melebar, Muncul Dugaan Pelecehan Seksual di PPDS Anestesi Undip
"Obat jenis kedua ini memang yang bisa menyebabkan kematian, tetapi obat itu masih utuh, artinya korban menggunakan obat yang pertama yakni obat penghilang rasa sakit," ujar Misyal Achmad, Kamis (5/9).
Penggunaan obat roculax, menurut Misyal Achmad, karena korban alami saraf terjepit selepas jatuh dari selokan hingga dioperasi sebanyak dua kali. Obat itupun dikonsumsi korban sebagai pereda rasa sakit yang. Selain itu, korban juga mengalami kelelahan luar biasa ketika menempuh PPDS Undip dan sedang praktik di RSUP Dr Kariadi Semarang.
Korban sangat kelelahan, demikian Misyal Achmad, karena setiap hari harus melayani para seniornya mulai dari mengangkat galon, menyiapkan ruang operasi, menyiapkan makan untuk seniornya yang sampai 80 boks dengan menu yang berbeda-beda dan bekerja dari pukul 03.00 WIB sampai keesokan harinya pukul 01.30 WIB dini hari.
Baca juga : Rektor Undip Berjanji Akan Terbuka Dalam Kasus Kematian Mahasiswi PPDS
"Dunia militer saja tidak seperti itu," tambahnya.
Sementara itu, dari pemantauan Media Indonesia, Jumat (6/9), penyelidikan kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip Semarang terus bergulir. Kepolisian masih berupaya keras mengungkap kasus tersebut setelah mendapatkan laporan dari keluarga almarhumah dengan memeriksa belasan saksi dan mengumpulkan barang bukti.
"Sudah ada 11 saksi yang telah diperiksa selama dua hari ini, terdiri dari ibu korban, teman-teman satu angkatan korban hingga saksi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Johanson Simamora.
Baca juga : Ibu Dokter Aulia Risma Laporkan Mahasiswa Senior PPDS Anestesi ke Polda
Penyelidikan terhadap kasus tersebut semakin dipertajam, lanjut Johanson Simamora, setelah Nuzmatun Malinah, 57, ibunda mendiang dokter Aulia Risma membuat laporan ke Polda Jawa Tengah atas dugaan tindak pidana perbuatan tindak menyenangkan, penghinaan, dan pemerasan yang mencakup empat pasal yaitu pasal 310, pasal 311, pasal 335, dan pasal 368 KUHP.
Di sisi lain, juru bicara Undip Sugeng Ibrahim kepada Media Indonesia Jumat (6/9) mengatakan pihaknya dari awal kasus ini bergulir bersikap terbuka dan mendorong siapapun yang dipanggil kepolisian untuk datang dan memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada penyidik, termasuk masalah iuran yang selama ini disebutkan sebagai pemalakan.
Sugeng Ibrahim juga menerangkan diksi yang berbeda antara pemalakan dan iuran yang dilontarkan Kemenkes dan Undip, sehingga ini perlu diluruskan.
Baca juga : Rektor Undip Ajak Semua Pihak Evaluasi Sistem Pendidikan Kesehatan
Oleh karena itu, menyangkut perbedaan dua sudut pandang tersebut perlu ditelusuri kebenarannya. Undip pun tidak bertanggung jawab atas pungutan tidak resmi karena pengumpulan uang itu di luar aturan soal iuran yang mereka tetapkan sebesar Rp300.000 per bulan.
"Kita terbuka semua, bahkan kemarin siapapun yang dipanggil kepolisian datang semua untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya," kata Sugeng Ibrahim.
Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian terkait penyelidikan dokter Aulia Risma. (AS/J-3)
Polda Jateng akan memberikan pendampingan dan konseling kepada korban selamat maupun keluarga korban meninggal dalam kecelakaan maut di Jalan Purworejo Magelang pada Rabu (7/5/) pagi.
Tersangka S (21), seorang pemuda asal Jepara kini dijerat sebagai pelaku Kejahatan seksual dengan korban sebanyak 31 anak berusia 12 hingga 17 tahun.
TIM Bidang Laboratorium Forensik (Bidlabfor) Polda Jawa Tengah (Jateng) bersama Polres Klaten melakukan olah TKP BBM jenis pertalite tercampur air di SPBU 44.574.29 Trucuk
Polda Jawa Tengah kembali digegerkan munculnya kasus rumah tahanan Polda Jawa Tengah berbayar hingga penyediaan kamar khusus senilai Rp2 juta.
POLDA Jateng turut menyesalkan terjadinya insiden yang melibatkan seorang personel tim pengamanan protokoler atau ajudan Kapolri dengan jurnalis di Stasiun Tawang, Semarang
POLDA Jateng menyampaikan imbauan kepada masyarakat, khususnya yang akan merayakan Idul Fitri 1446 H, agar turut menjaga situasi keamanan dan ketertiban selama malam takbiran dan pelaksanaan Salat Idul Fitri.
Sidang menampilkan tiga terdakwa yaitu Taufik Eko Nugroho, Sri Maryani, dan Zara Yupita Azra
Salah satu kebijakan penting yang mulai diterapkan adalah pembatasan jam kerja peserta didik maksimal 80 jam per minggu.
RUMAH sakit pendidikan di bawah naungan Kementerian Kesehatan mulai merealisasikan pemberian insentif kepada peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Data tersebut dihimpun melalui jalur pengaduan resmi serta audit internal Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan
MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sejak 2023, pihaknya sudah mengamati terkait perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Konsep yang disebutkan oleh Kementerian Kesehatan bahwa PPDS bisa melakukan praktik dokter umum sebenarnya merupakan konsep yang lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved