Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
RATUSAN petani di sejumlah desa di Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng) menyedot air dari Telaga Merdada. Mereka mulai menyedot sejak pertengahan Juli lalu, karena tidak ada hujan dan pengairan juga mengering. Di Telaga Merdada ada 200-an pompa air yang diletakkan di pinggiran telaga.
Salah seorang petani dari Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kasno, 43, mengatakan pada musim kemarau, para petani kentang yang kesulitan air untuk menyiram kentangnya menyedot dari Telaga Merdada yang ada di desa setempat.
Baca juga : Terlambat Tanam, Petani Lahan Rawa di Kalsel Harap Kemarau Lebih Panjang
"Kami mulai menyedot air pada pertengahan Juli. Saya mengalirkan air dari Telaga Merdada ke areal kentang milik saya sejauh 1 kilometer," jelas Kasno, Minggu (25/8).
Dia mengatakan untuk menghidupkan pompa air guna menyedot air dari Telaga Merdada, dia harus mengeluarkan ongkos untuk membeli solar lima liter dengan harga Rp10 ribu per liter. "Saya memompa air dari Telaga Merdada 2-3 hari sekali, mulai tanaman kentang usia 0 hari," katanya.
Menurutnya, jumlah pengeluaran secara keseluruhan untuk mengairi areal kentang seluas 5.000 meter persegi (m2) atau 0,5 ha, membutuhkan penyiraman minimal 15 kali sampai panen. "Pada musim kemarau, memang harus mengeluarkan ongkos produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim penghujan," katanya.
Baca juga : Kekeringan, Lahan Pertanian di Aceh Terancam
Petani lainnya dari Desa Bakal, Kecamatan Batur, Solikin mengungkapkan ia harus mengeluarkan ongkos beli solar senilai Rp100 ribu per 3 hari guna mengoperasikan pompa air.
"Saya membutuhkan biaya Rp100 ribu untuk beli solar. Karena setiap tiga hari sekali, harus menyedot air untuk menyelamatkan tanaman kentang dengan luas sekitar 1 ha," tambahnya. (N-2)
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved