Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dirlantas Polda Sulteng Akui Bersalah dan Minta Maaf setelah Lecehkan Jurnalis

M Taufan SP Bustan
18/7/2024 13:19
Dirlantas Polda Sulteng Akui Bersalah dan Minta Maaf setelah Lecehkan Jurnalis
Dirlantas Polda Sulteng, Kombes Dodi Darjanto meminta maaf terhadap jurnalis SCTV karena diduga lakukan pelecehan verbal(Dok Humas)

DIREKTUR Lalulintas (Dirlantas) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah, Kombes Dodi Darjanto mengakui bersalah dan meminta maaf kepada Jurnalis SCTV, Syamsuddin Tobone pasca kekerasan verbal yang dilakukannya, Rabu (17/7).

“Saya sangat merasakan apa yang dirasakan bapak dan ibu rekan sekalian yang ada di sini. Saya juga turut prihatin dan saya juga sangat bersalah dan mohon maaf,” terangnya di hadapan sejumlah jurnalis Sulteng dan perwakilan empat organisasi pers, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu, dan AMSI Sulteng yang dimediasi Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Joko Wienartono, di Polda Sulteng, Kamis (18/7).

Menurut Dodi, apa yang dilakukannya adalah sebuah kekhilafan yang dilakukan tanpa adanya unsur kesengajaan.

Baca juga : Aliansi Jurnalis Sulteng Unjuk Rasa Tolak RUU Penyiaran

"Apa yang saya lakukan khilaf, tidak ada maksud apa-apa. Intinya saya itu sekadar bercanda saja tapi kejadiannya jadi seperti ini. Tidak ada maksud apa-apa Pak," ungkapnya.

Dengan adanya pengakuan tersebut, Jurnalis Sulteng menerima permohonan maaf yang disampaikan Dodi, demi menjaga hubungan kerja antara jurnalis dengan Polda Sulteng.

Meski demikian, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu dan AMSI Sulteng, yang tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis tetap menuntut adanya tindakan tegas dari pimpinan Polri atas sikap Dirlantas Polda Sulteng yang diyakini sebagai suatu kekerasan verbal yang harus disikapi secara serius.

Baca juga : Polri Komitmen Jaga Kemerdekaan Pers dan Independensi Jurnalis

Karena itu, para jurnalis meminta perhatian dan tindakan tegas dari Kapolda Sulteng sebagai bentuk menjaga hubungan kemitraan antara Polda Sulteng dengan insan pers di Sulteng.

Hal tersebut didasari atas rasa kecewa dan ketersinggungan baik secara pribadi yang dialami Syamsuddin Tobone, maupun secara kelembagaan atas sebuah tindakan yang dinilai sebagai suatu pelecehan verbal terhadap kerja jurnalis terkait kepentingan wawancara kepada narasumber, hanya karena alat kerja yang digunakan.

Atas insiden tersebut, Pengda IJTI Sulteng sebelumnya telah menyesalkan sikap penolakan yang dilakukan seorang Dodi untuk kepentingan wawancara hanya karena alat kerja yang digunakan secara subjektif dinilai kurang meyakinkan.

Baca juga : Puluhan Jurnalis Sulawesi Tengah Buka Puasa Bersama

Peristiwa merugikan yang dimaksud bermula ketika Syamsuddin hendak melakukan wawancara dengan Dodi di Tugu 0 Kilometer, Palu.

Merujuk pada penyampaian Syamsuddin, yang merupakan Kepala Biro SCTV Palu, kronologi kejadian tersebut, berawal dari rencana liputan terkait hasil operasi patuh Tinombala 2024 di hari pertama.

"Saya sudah janji wawancara sejak kemarin melalui ajudannya. Akhirnya tadi pagi Pak Dir bersedia pukul 08.30 WITA di Tugu 0. Setelah apel, saya bertemu beliau untuk memulai wawancara. Saya memakai seragam SCTV, rapi. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, kenapa merekam wawancara pakai HP?. Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih," paparnya.

Baca juga : AJI Kecam Ancaman Pembunuhan terhadap Wartawan di Medan

Syamsuddin menjelaskan kepada Dodi bahwa teknologi saat ini memungkinkan pengambilan gambar berkualitas tinggi menggunakan handphone. Namun, penjelasan tersebut tidak diterima dengan baik.

"Sampai anak buahnya, anggota lantas Polda, datang dan membisikkan kepada saya, bilang sudah, tidak usah dibantah," tambahnya.

Insiden tersebut tentunya menimbulkan reaksi dari komunitas jurnalis di Palu, yang menganggap tindakan Dodi tidak profesional, merendahkan, bahkan menghina kerja jurnalis yang sering kali bekerja dengan pelbagai alat standar, termasuk ponsel, dalam situasi yang tidak selalu memungkinkan penggunaan peralatan profesional lengkap. (TB)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Reynaldi
Berita Lainnya