Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, bersama PT Rimba Makmur Utama (RMU) memperteguh kerja sama untuk memulihkan ekosistem hutan melalui program pemberdayaan dan penguatan kelembagaan masyarakat, tepatnya di wilayah Kecamatan Seranau, Kotim.
Peneguhan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) oleh CEO RMU Dharsono Hartono dan lima kepala desa serta seorang lurah dari Kecamatan Seranau, juga penandatanganan Perjanjian Kerja sama Kegiatan (PKK) dengan desa Terantang.
Baca juga: Dunia Belajar Keberhasilan Pengelolaan Gambut Indonesia
Penandatanganan disaksikan Wakil Bupati Kotim Irawati S Pd, Camat Seranau Drs Juliansyah M AP, Ketua DPRD Kotim Dra Rinie, Dandim 1015 Sampit Letkol Inf Muhammad Tandri Subrata, tokoh adat serta sejumlah masyarakat di Kecamatan Seranau, Kotim, Kalteng.
RMU adalah pendiri dan pengelola proyek restorasi ekosistem Katingan Mentaya Project (KMP), pendekatan usaha restorasi dan konservasi ekosistem hutan gambut seluas 157,875 hektare di Kalteng melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
RMU bekerja sama dengan masyarakat dan unsur pemerintah desa di 35 desa dan kelurahan di sekitar wilayah konsesi untuk menciptakan mata pencaharian alternatif berkelanjutan bagi masyarakat, meningkatkan perekonomian serta kegiatan edukasi dan peningkatan kapasitas di berbagai bidang.
Baca juga: BRIN, RMU Kolaborasi Riset demi Restorasi Ekosistem Hutan Gambut
CEO RMU Dharsono Hartono sangat mengapresiasi komitmen dan konsistensi pemerintah Kecamatan Seranau dalam merestorasi dan melindungi ekosistem hutan gambut dan pengembangan kualitas hidup warganya.
Ini terlihat dari penandatanganan MoU yang kedua dengan masa berlaku 3 tahun dan PKK untuk tahun keenam dengan masa berlaku 1 tahun.
"Kerja sama ini sangat selaras dengan semangat semua kegiatan RMU sejak berdiri yakni kerja sama dengan masyarakat dan mitra untuk membangun ekonomi yang mengutamakan pemulihan bumi dan kesejahteraan masyarakat," kata Dharsono melalui keterangan tertulisnya, Rabu (28/6).
"Penandatanganan MoU ini merupakan momentum penting bagi kami dalam memerangi krisis iklim melalui restorasi dan perlindungan ekosistem hutan gambut yang kaya kandungan karbon, dengan kunci utamanya pelibatan dan pemberdayaan serta penguatan kelembagaan masyarakat desa sekitar secara konsisten dan berkelanjutan.”
Ia menjelaskan MoU ini memiliki ruang lingkup cukup luas meliputi perencanaan hutan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, restorasi ekosistem dan penanggulangan kerusakan ekosistem gambut, serta pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Baca juga: BRIN, RMU Kolaborasi Riset demi Restorasi Ekosistem Hutan Gambut
Kemudian, penanganan bencana, perlindungan dan pengamanan hutan, pengembangan tenaga kerja lokal, penelitian dan pengembangan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, sosial, seni dan budaya, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan ramah lingkungan, serta pengembangan infrastruktur.
Adapun realisasi MoU selalu disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan spesifik wilayah setempat.
Kepala Zona Seranau RMU Herwin Herkuni mengatakan beberapa kegiatan selama periode MoU pertama di Seranau antara lain pembentukan regu siaga api berbasis masyarakat untuk mencegah dan menangani karhutla.
Kemudian, pemeriksaan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional melalui Posyandu, program edukasi bertani tanpa bakar tanpa kimia, dan paket pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA bagi warga.
Dharsono menekankan prinsip RMU yakni kegiatan ekonomi dan pengembangan masyarakat tidak boleh merusak alam sekitar.
“Di wilayah kami bekerja, kami mau membangun konsep ekonomi restoratif dan regeneratif yakni kegiatan ekonomi dan keberlangsungan fungsi alam serta kearifan lokal saling memulihkan dan memperkuat satu sama lain."
"Hanya dengan ini, ekosistem hutan gambut tempat kami bekerja dapat dipulihkan dan dilestarikan, dan kerusakan iklim yang kian parah dapat dihindari,” tutup Dharsono. (RO/S-2)
Berdasarkan inventarisasi data KLHK pada 2022, hanya sekitar 16% atau 4,02 juta hektare dari total lahan gambut di Indonesia yang kondisinya tidak rusak.
INDONESIA memiliki sekitar 20 juta hektare lahan gambut. Dari jumlah itu terdapat 9 juta hektare yang bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Menteri LHK Siti Nurbaya hadir secara daring memberikan pidato kunci tentang keberhasilan Indonesia memulihkan serta mengelola ekosistem gambut secara berkelanjutan.
Ekosistem gambut rentan terbakar dan menjadi ancaman pada kemarau 2023 ini.
Masih banyak kendala yang ditemui dalam melakukan restorasi gambut. Salah satu kendala terbesar ialah kurangnya insentif bagi masyarakat agar konsisten dalam melakukan kegiatan tersebut.
GUBERNUR Kalimantan Barat Sutarmidji meminta agar pemerintah pusat mengevaluasi upaya restorasi gambut yang kini tengah berjalan. Dia menilai, ada beberapa upaya yang justru tidak efektif.
Diperlukan langkah-strategis dan sistematis untuk mengembalikan fungsi hutan gambut terdegradasi tersebut sebagai penyerap dan penyimpan karbon terbesar dunia serta penyeimbang iklim.
LAHAN gambut di wilayah konsesi dinilai rentan terbakar, sehingga penguatan aturan hukum dinilai menjadi peran yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kebakaran
Pembasahan lahan gambut di berbagai wilayah dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) terus digalakkan .
Kantingan Mentaya Project (KMP) meluncurkan Laporan “SDG Impact Report” atas pencapaian Proyek terhadap 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved