Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PAKAR hukum oidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar mendorong Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memeriksa majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram yang memvonis bebas mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
Baca juga: KPK Sita Dua Barang dari Kantor Kemensos
Keduanya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) korban kebakaran di Kabupaten Bima. Pasalnya, dalam surat putusan diketahui bahwa hakim mengakui adanya fakta hukum yakni para terdakwa tidak melakukan assessment terhadap 258 korban kebakaran. Tak cuma itu, terdakwa meminta para penerima bansos untuk menyerahkan sejumlah uang dari dana bansos yang diterima.
"KY dan MA wajib memeriksa oknum hakim yang menutus perkara ini, selain memeriksa perkaranya sendiri," kata Fickar lewat keterangan yang diterima, Senin (29/5).
Baca juga: Bansos Fiktif, Ini Kronologi Penyidik KPK Geledah Kantor Kemensos
Sebagai informasi, dari pemeriksaan penerima manfaat dengan jumlah 258 orang, terungkap adanya pemotongan dana bansos dari Dinsos Kabupaten Bima dengan jumlah bervariasi. Bagi rumah yang rusak ringan, dipotong Rp500 ribu, rusak sedang Rp800 ribu, dan rusak berat Rp1,2 juta.
Dari pemotongan itu, Sukardin berhasil mengumpulkan Rp105 juta. Hasil pemotongan kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud. Jaksa penuntut umum (JPU) menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp 23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp 50 juta diambil Sukardin.
Baca juga: Kasus Korupsi Beras PKH Ditemukan Saat KPK Usut Bansos Covid-19
Menurut Fickar apapun argumen yang dikeluarkan oleh majelis hakim, seorang ASN menerima gratifikasi atas pekerjaannya adalah suatu perbuatan yang melawan hukum. "Karena itu argumen hakim yang nenyatakan pemberian sukarela itu pikiran yang tidak yuridis, tetapi lebih mempertimbangkan permakluman sisiologis yang juga mungkin dialaminya sehari hari," tandasnya.
Terlebih, kata dia, ada bukti rekaman percakapan permintaan uang yang sudah menjadi bukti kuat dalam kasus tersebut. "Karena itu, mengherankan jika hakim mempertimbangkan untuk membebaskan, ini potret dari oknum-oknum yang celamitan (suka minta-minta)," ujarnya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Bima langsung melakukan upaya hukum selanjutnya dengan mengajukan kasasi dan telah dikirimkan ada 10 Mei 2023. Kasi Pidsus Kejari Bima, Sigit Muharam mengatakan bahwa dalam putusannya majelis hakim tak mempertimbangkan fakta dalam persidangan dari saksi maupun para terdakwa yang menjadi saksi mahkota.
Pihaknya pun telah menembuskan surat permohonan kasasi yang telah diajukan, kepada KY dan MA. "Tentunya kewenangan pengawasan tersebut dikembalikan, kalau sebagaimana prosedur di KY memang KY yang menilai apakah hal tersebut perlu dilakukan pengawasan atau tidak," ujarnya. (Ant/H-3)
D
KPK menduga adanya perintah ploting kuota untuk perusahaan dari mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dalam pengadaan bansos presiden
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah lokasi untuk mendalami kasus dugaan rasuah pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden.
KPK membeberkan total jumlah paket yang diduga berkaitan dengan dugaan rasuah pengadaan bantuan sosial (bansos) presiden. Total, ada tiga tahapan pengadaan yang diulik penyidik.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan nilai proyek bantuan sosial (bansos) presiden yang dikorupsi mencapai setidaknya Rp900 miliar rupiah.
KPK memanggil Kasubbag Verifikasi dan Akuntansi Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Firmansyah terkait dugaan korupsi pengadaan bansos presiden.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kerugian negara dari korupsi bansos presiden mencapai Rp250 miliar.
MAKI menyayangkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP.
Putusan hakim tidak boleh diganggu gugat dalam sebuah persidangan. Namun, KPK menyoroti pemberian efek jera atas penyunatan hukuman untuk terpidana kasus korupsi pengadaan KTP-E itu.
KUBU Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi masa tahanan eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
KPK komentari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
HUKUMAN terhadap narapidana kasus KTP-E Setya Novanto (Setnov) yang dipangkas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved