PETUGAS nozzle di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 54.865.09 Mena, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali mencurangi pembeli. Kali ini dialami Chandra Antara, salah seorang warga Ruteng pada Minggu (21/5) sore.
Saat itu, Chandra hendak membeli BBM jenis pertamax untuk sepeda motor matic yang dikendarainya. Petugas nozzle meminta Chandra untuk melanjutkan angka pengisian dari pembeli sebelumnya.
"Saat itu angka di dispenser Rp20.083. Saya menolak untuk melanjutkan angka itu. Saya mau harus dari angka nol," katanya saat dijumpai Media Indonesia, Senin (22/5) sore.
Baca juga: Kepala dan Bendahara Sekolah di Larantuka Manipulasi Dana BOS Hingga Puluhan Juta
Lantaran menolak permintaan itu, petugas nozzle mulai mencari alasan untuk memperlama pelayanan. "Dia minta saya menunggu karena ada gangguan jaringan aplikasi MyPertamina padahal jaringan 4G di HP saya masih lancar. Lagi pula, pembeli di depan saya tidak pakai aplikasi itu," tutur Chandra.
Ternyata, petugas tersebut sengaja memperlambat pelayanan dengan memanfaatkan waktu untuk merokok di dalam areal SPBU berjarak beberapa meter dari dispenser BBM. "Saya terpaksa menunggu sekitar 15 menit. Dan yang membuat saya resah, dia (petugas) merokok di depan saya masih di dalam area SPBU," katanya.
Baca juga: Bank Indonesia dan TNI AL Gelar Ekspedisi Rupiah Berdaulat di Lima Pulau Terpencil
Setelah menghabiskan sebatang rokok, barulah petugas melayani Chandra. Chandra meminta petugas untuk mengisi tangki motornya senilai Rp23.000. Namun petugas memaksa Chandra untuk mengisi BBM hingga mencapai harga Rp30.000 karena petugas itu keliru menekan tombol di aplikasi MyPertamina. "Terpaksa saya setuju saja untuk karena sudah cukup lama buang waktu di situ," katanya.
Chandra bukan orang pertama yang mengaku dicurangi petugas SPBU itu. Pada 2018, Media Indonesia pernah mencoba mengisi BBM di tempat itu setelah menerima informasi dari sejumlah korban.
Saat itu, wartawan meminta petugas mengisi BBM jenis pertalite hingga penuh tangki sepeda motor. Tak lama kemudian, tangki sepeda motor terisi penuh dan layar dispenser menunjukkan harga Rp13.000 lebih.
Ketika diminta menghentikan pengisian, petugas memaksa untuk melanjutkan pengisian hingga mencapai angka Rp15.000. Saat itu BBM tumpah dari tangki dan wartawan memaksa petugas menghentikan pengisian.
Petugas baru menghentikan pengisian ketika layar dispenser menunjukkan angka Rp14.200. Tanpa merasa bersalah, petugas malah membentak, "Kau minta isi penuh tangki to. Makanya saya isi sampai penuh. Kecuali kalau kau bilang isi hanya Rp13.000."
Ulah petugas kemudian disampaikan kepada pengawas SPBU saat itu, Petrus Alkantar. Nanun pengawas hanya menyampaikan permohonan maaf tanpa menyebutkan sanksi atas tindakan pegawainya.
Anehnya, pemilik SPBU tersebut, Rafael Mulyono, mengaku tidak pernah menerima laporan pengaduan pembeli melalui pengawasnya. Namun ia berjanji akan memantau sendiri kinerja pegawainya.
Ia akan memberikan teguran keras jika menemukan pegawainya yang tidak melayani pembeli dengan ramah apalagi sampai mencurangi pembeli. "Saya akan tegur keras. Masih ulangi perbuatannya, saya kasih peringatan pertama dan seterusnya. Masih lakukan kecurangan, keluar," katanya.
Rafael juga mengungkap alasan gangguan jaringan yang disampaikan petugas nozzle itu mengada-ada karena pembelian BBM untuk sepeda motor di wilayah itu belum menggunakan aplikasi MyPertamina. Ia juga terlihat marah ketika mendapati laporan terkait petugas nozzle merokok di dalam area SPBU.
Ia teringat kejadian 10 Mei 2021, SPBU tersebut mengalami kebakaran saat ratusan kendaraan sedang mengantre pengisian BBM. "Itu tadi ada cerita dia rokok di dekat dispenser, aduh bahaya sekali ini," ujarnya.
Terpisah, Kapolres Manggarai Ajun Komisaris Besar Edwin Saleh berjanji menelusuri dugaan kecurangan yang terjadi di SPBU tersebut. "Kasihan masyarakat ya. Saya akan cek SPBU-nya," katanya.
Chandra menduga ada kerja sama antara petugas nozzle, pengawas SPBU, hingga pemilik SPBU tersebut. Itu sebabnya, kecurangan serupa terus berulang tanpa ada tindakan tegas dari pengawas SPBU atau pemiliknya.
"Modus yang paling kentara itu kan dengan memaksa pembeli untuk membayar dengan harga pembulatan ke atas. Kalikan saja seribu hingga dua ribu rupiah dengan ratusan pembeli yang mengantre setiap hari. Itu baru sehari, coba kalau sudah satu minggu atau satu bulan. Uang besar itu," katanya. (Z-2)