Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
DI balik padang savana luas dan bukit-bukit kecil yang bergelombang di Sumba Timur, tersembunyi sebuah permata alam yang mulai ramai diperbincangkan para pelancong. Air Terjun Tanggedu namanya, tempat yang dijuluki "Grand Canyon-nya Indonesia" karena keindahan tebing-tebing batu dan kolam alaminya yang jernih.
Tanggedu tidak hanya menyuguhkan pemandangan, tapi juga pengalaman. Perjalanan menuju lokasi ini bisa menjadi petualangan tersendiri. Dari Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur, pengunjung harus menempuh perjalanan darat selama dua jam ke arah Kecamatan Kanatang, lalu melanjutkan dengan kendaraan atau berjalan kaki sepanjang jalur tanah sejauh tiga kilometer dari pos jaga.
Selama perjalanan, mata dimanjakan oleh hamparan padang rumput dan perbukitan yang menguning saat musim kemarau. Beberapa lopo, bangunan tradisional beratap alang-alang, disiapkan di sepanjang jalan sebagai tempat beristirahat sejenak, sebelum melanjutkan ke medan yang lebih menantang.
Tantangan utama dimulai saat pengunjung tiba di tepi lembah. Di sana, 244 anak tangga menurun curam menanti untuk dilalui. Meski cukup menguras tenaga, jalur ini sudah dilengkapi pegangan besi dan teduh oleh pepohonan yang rindang, membuat perjalanan tetap aman dan menyenangkan.
Sesampainya di dasar lembah, rasa lelah langsung terbayar lunas. Air Terjun Tanggedu menampakkan diri dengan elegan. Airnya jatuh perlahan menyusuri tebing batu putih, membentuk kolam-kolam alami yang jernih dan mengundang siapa pun untuk berenang atau sekadar merendam kaki.
Melanie wisatawan asal Prancis mengaku kagum dengan keindahan air terjun Tanggedu. Dia bersama keluarga tidak hanya menikmati keindahannya tapi juga merasakan kesegaran air air terjun Tanggedu. "Ketika kami datang,kami melihat air terjunnya sangat indah dan air nya sangat dingin memberikan kesegaran pada tubuh kami. Dan disini juga banyak orang menikmati suasana alamnya," ujarnya di Air Terjun Tanggedu, Sabtu (26/7).
Salah satu daya tarik tambahan adalah aksi anak-anak lokal yang meloncat dari bebatuan tinggi ke dalam kolam. Meski terkesan spontan, atraksi ini diawasi langsung oleh penjaga keamanan dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). “Kami selalu mengingatkan agar tetap aman. Di sini ada tempat - tempat khusus yang tidak boleh wisatawan ke situ. Kalau ada kami langsung larang. Siapapun dia kami larang,” kata Lukas Heri Homba, penjaga di lokasi itu.
Di sekitar air terjun, beberapa kedai sederhana dikelola warga setempat. Kopi panas, kelapa muda, dan makanan ringan tersedia untuk menyambut pengunjung yang ingin melepas penat. Suasana kekeluargaan terasa hangat, menambah kesan mendalam dalam kunjungan ke Tanggedu.
Adwina, salah satu pedagang, mengaku senang bisa ambil bagian dalam pariwisata lokal. “Kalau ramai, kami juga senang. Bisa tambah penghasilan. Tapi yang paling penting, tamu senang dan kembali lagi,” ujarnya.
Dikelola secara swadaya oleh masyarakat melalui Pokdarwis Desa Tanggedu, air terjun ini dibuka setiap hari dari pukul 06.00 pagi hingga 17.00 sore. Dengan tiket masuk yang terjangkau, objek ini menjadi contoh sinergi antara potensi alam dan pemberdayaan komunitas lokal.
Tanggedu bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah gambaran tentang alam yang tetap lestari, masyarakat yang berdaya, dan keindahan yang tak hanya terlihat, tapi juga terasa. Setiap langkah menuju lembahnya adalah bagian dari cerita tentang kekayaan tersembunyi Sumba Timur yang mulai menemukan panggungnya di dunia pariwisata. (H-3)
Masyarakat NTT diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi angin kencang yang bersifat kering. Angin kencang ini berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Pulau Kera seluas 48 hektare berada di wilayah Kabupaten Kupang, tetapi hanya berjarak 5 mil dari Kota Kupang.
TIM Penyidik Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) menahan tiga tersangka dalam dua kasus dugaan tindak pidana korupsi dana rehabilitasi sekolah.
Motivasi diberikan kepada para peserta MPLS di sela-sela kunjungannya ke Flores Timur selama dua hari
Benda itu meliputi 40 kilogram artefak hasil ekskavasi yang terbagi menjadi 15 kategori, termasuk perhiasan, alat bantu, keramik, gerabah, serta sisa kerangka dari 3 individu leluhur
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved