PAKAR kebumian dan mitigasi bencana Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, menyatakan kajian sesar paacagempa Malang diperlukan guna mengetahui arah patahan. Hal itu guna mengurangi risiko bencana mengingat gempa bumi terjadi kapan pun.
"Patahan itu aktif saat terjadi gempa. Pergeseran tanah bisa semakin parah walaupun terjadi gempa kecil-kecil," tegas Ketua Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya, Prof Adi Susilo, Senin (20/2).
Adi mengamati patahan yang memecah lantai keramik dan tembok sampai merobohkan rumah warga saat gempa. Sesar itu akan aktif lagi bila ada gempa selanjutnya. Saat terjadi pergeseran tanah akan memperparah konstruksi bangunan dan infrastruktur lainnya.
Karena itu harus ada upaya tindak lanjut penelitian yang lebih mendalam guna mengetahui arah dan panjang sesar. Pasalnya, penelitian itu bagian dari mitigasi pengurangan risiko bencana.
Kepala BMGK Stasiun Geofisika di Karangkates, Kabupaten Malang, Ma'muri mengatakan energi gempa bumi terlepas di satu titik atau bidang selatan Malang yang berpusat di laut. Lalu, penjalaran gelombang merembet ke semua arah. Tingkat kerusakan sesuai kontur tanah dan jenis batuan di lokasi setempat.
"Guncangan akan lebih terasa di daerah yang labil. Jadi kerusakan tergantung pada kekerasan batuan dan kontur tanah daerah setempat," ujarnya.
Pada gempa Cianjur, lanjutnya, BMKG sudah mengkaji arah dan panjang retakan sekaligus melihat patahannya. Tetapi pascagempa di Malang belum ada kajian serupa.
Sejauh ini, BMGK Karangkates mencatat tren kegempaan pada 2008-2022 mengalami kenaikan signifikan. Selama 2021 tercatat 869 gempa dan 1.975 gempa sepanjang 2022. Pertemuan subduksi lempeng besar tektonik bisa menyebabkan sesar lokal di daratan seperti gempa di Cianjur
Guncangan gempa bisa terjadi kapan pun karena Wilayah Jatim berada di zona sumber gempa aktif. Sumber gempa itu berada di luar zona subduksi (gempa outer rise), subduksi lempeng atau megathrust (gempa interplate), zona benioff (gempa intraslab), sesar aktif dasar laut dan darat (gempa intraplate).
Adapun potensi gempa kuat dari zona megathrust magnitudo 8,7. Saat ini, potensi gempa besar di zona megathrust teridentifikasi berada di utara Jatim. Namun, zona megathrust membentang meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hingga Pulau Sumba.
Dalam kasus gempa bumi magnitudo 6,1 di Malang pada 10 April 2021, tingkat kerusakan tertinggi di Kecamatan Dampit, Tiryoyudo dan Ampelgading.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono Irawan mengungkapkan sebanyak 993 rumah rusak berat, 1.631 rumah rusak sedang dan 6.292 rumah rusak ringan. Korban gempa itu tersebar di 20 kecamatan meliputi 86 desa.(OL-13)
Baca Juga: Latih BUMDes, Upaya Majukan Perekonomian Desa