Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Abdon Nababan menegaskan Masyarakat Adat tidak bisa disamakan dengan Kerajaan atau Kesultanan karena posisi konstitusionalnya sangat berbeda.
Penegasan itu disampaikan Abdon Nababan saat menjadi keynote speaker dalam sarasehan bertajuk “Memperjelas Kedudukan dan Hak Konstitusi Masyarakat Adat dan Kerajaan/Kesultanan di Indonesia” di Obhe Sereh, Jayapura, Papua, 26 Oktober 2022.
Abdon menyatakan kerajaan atau kesultanan punya sejarah yang tidak bisa disamakan dengan Masyarakat Adat. Di Kongres Masyarakat Adat Nusantara Ke Enam (KMAN VI) ini, AMAN ingin memberikan penegasan posisi dan status yang berbeda antara Masyarakat Adat dan Kerajaan atau Kesultanan.
Meski dalam konstitusi sudah berbeda, sebut Abdon, pihaknya melihat ada suatu upaya yang bisa mengaburkan batas antara Masyarakat Adat dan Kerajaan atau Kesultanan.
Abdon menjelaskan, Kerajaan atau Kesultanan merupakan negara yang ada sebelum terbentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika mereka (kerajaan atau kesultanan) diterima sebagai pemerintah, artinya harus ada reorganisasi pemerintahan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Hal Itu bisa berakibat pada pengambilalihan hak-hak Masyarakat Adat yang dulu di bawah Kerajaan dan Kesultanan.
Dalam konteks ini, kata Abdon, Masyarakat Adat bisa berhadapan dengan “dua negara” sekaligus.
“Dengan satu Negara Republik Indonesia saja masih banyak persoalan yang menimbulkan konflik, apalagi ditambah kehadiran Kerajaan dan Kesultanan. Karena itu, AMAN menegaskan Masyarakat Adat itu berbeda dengan entitas Kerajaan dan Kesultanan,” ujarnya.
Abdon menerangkan hari-hari ini paling tidak sejak 2021, sejumlah pihakndari Kerajaan dan Kesultanan sedang memperjuangkan mereka punya Undang-Undang sendiri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka berjuang lewat DPD RI supaya ada dasar mereka punya posisi dan status hukum di negara ini.
“RUU yang sedang mereka usulkan lewat perwakilan DPD RI namanya RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara,” ungkap Abdon.
Sementara dari Masyarakat Adat, sebut Abdon, sedang berjuang lebih dari 10 tahun supaya memiliki UU yang mengakui dan memberikan perlindungan kepada Hak-Hak Masyarakat Adat, yaitu UU Masyarakat Adat.
Baca juga : Sekjen AMAN Terpilih Ajak Masyarakat Adat Rebut Ruang Politik
Dua RUU tersebut, kata Abdon, kalau tidak cermat dan memberikan batas yang jelas dan tegas, maka bisa menjadi sumber masalah baru. Jangan-jangan wilayah adat yang sedang diperjuangkan oleh Masyarakat Adat tidak kembali ke tangan kita, tapi kembali ke Kerajaan dan Kesultanan.
“Ini patut diwaspadai,” kata Abdon.
Karena itu, Abdon menyatakan pihaknya akan terus mendorong RUU Masyarakat Adat tidak boleh disamakan dengan Kerajaan dan Kesultanan karena posisi konstitusionalnya berbeda.
Ia menerangkan saat ini di Indonesia, AMAN melihat dan merasakan perkembangan satu gerakan yang dibangun dari kalangan kerajaan saat ini. Abdon menyebut ada banyak sekali organisasi mereka (kerajaan/kesultanan).
“Ada tujuh organisasi yang mereka bangun untuk memperjuangkan pemulihan kembali Kerajaan dan Kesultanan agar bisa menjadi bagian dari pemerintahan RI,” ungkapnya.
Alfrida Ngato dari Masyarakat Adat Pagu yang turut menjadi pemateri dalam sarasehan tersebut menyatakan, Kerajaan dan Kesultanan masih eksis di Ternate-Tidore. Ia minta kepada negara untuk mempertegas kedudukan Kerajaan dan Kesultanan yang ada di daerah tersebut.
Alfrida menegaskan, hal itu penting karena dalam banyak kasus di Tidore sering sekali para pengelola negara belum paham siapa yang dimaksud dengan Kerajaan atau Kesultanan dan Masyarakat Adat.
“Harusnya orang-orang yang mengelola negara ini paham siapa Kesultanan dan Masyarakat Adat,” katanya.
Alfrida menambahkan, ketidakpahaman para pengelola negara ini bisa menimbulkan dampak negatif dalam penyelesaian masalah di satu tempat. Ia mencontohkan saat ada permasalahan di kampungnya, yang didatangi para pengelola negara hanya pihak Kesultanan.
“Ini tidak baik, kalau pengelola negara saja tidak paham siapa Kesultanan dan Masyarakat Adat, bagaimana mungkin mereka dapat bertindak adil,” kata Alfrida. (RO/OL-7)
KOALISI masyarakat sipil dari berbagai organisasi menyerukan untuk mencabut Undang-Undang (UU) Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Program MMSGI dinilai mendorong kemandirian ekonomi masyarakat adat Dayak Kenyah, di Desa Lung Anai Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
KOALISI Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diinisiasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menekankan ada dua tujuan dari Undang-Undang Masyarakat Adat.
Ketika masyarakat adat ditinggalkan dan tidak diakui, demokrasi akan menurun
PSBI juga mendorong pentingnya pembangunan manusia yang berakar pada budaya dan nilai-nilai luhur.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) belum kunjung memutuskan perkara uji formil UU No 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE (UU KSDAHE).
Pangeran Harry merayakan ulang tahunnya yang ke-40 pada tanggal 15 September dengan pesan selamat dari keluarga kerajaan
Keluarga Kerajaan Yordania merayakan kebahagiaan setelah Pangeran Mahkota Al Hussein bin Abdullah II dan Putri Rajwa menyambut kelahiran anak pertama mereka, Iman.
Gelar untuk Kapolri sebagai tanda pengakuan menjadi keluarga besar Kerajaan Gowa dan Masyarakat Adat Gowa.
Skandal perselingkuhan Anne Boleyn, salah satu episode paling dramatis dalam sejarah Inggris, kembali menjadi sorotan.
Kate Middleton, pada Rabu (6/3), akhirnya kembali muncul di ruang publik untuk pertama kalinya seusai menjalani operasi perut pada Januari lalu.
RAJA Harald V dari Norwegia berusia 87 tahun saat ini dirawat di rumah sakit di Malaysia karena infeksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved