Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Cederai Kedaulatan Negara, Pakar dan Akademisi Tolak Revisi PP 109/2012

Bayu Anggoro
13/10/2022 12:00
 Cederai Kedaulatan Negara, Pakar dan Akademisi Tolak Revisi PP 109/2012
Upaya merevisi PP soal Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan mendapat penolakan akademisi(MI/BAYU ANGGORO)

RENCANA revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) dinilai sarat akan intervensi
kepentingan asing. Hal ini akan mencederai kedaulatan negara Indonesia
dalam menyusun kebijakan yang sesuai dengan identitas dan kepentingan
bangsa.

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), Hikmahanto Juwana,
yang juga Pakar Hukum Internasional, mengatakan, lembaga-lembaga asing
khususnya dari negara barat seringkali mencampuri urusan dalam negeri
negara-negara berkembang. Negara barat kerap kali memaksakan negara berkembang untuk mengadopsi kebijakan sesuai kehendak mereka.

Padahal, setiap negara memiliki kepentingan dan pertimbangannya
masing-masing. "Tembakau menjadi salah satu komoditas lokal yang sering
menjadi target intervensi asing. Berkenaan dengan revisi PP 109/2012,
terdapat dorongan dari lembaga asing yang masuk atas nama LSM sebagai
kaki tangan mereka. Jika dibiarkan, maka hal ini akan mencederai
kedaulatan negara dalam menyusun regulasi pertembakauan yang seharusnya
mengedepankan kepentingan nasional," ujar Hikmahanto selepas acara FGD
UNJANI bertajuk Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global
yang Berdaulat-Studi Kasus Regulasi Tembakau di Indonesia.

Hikmahanto menjelaskan, Indonesia yang saat ini tengah memimpin G-20
telah berkontribusi mendobrak stigma negara berkembang dan menunjukkan
kepiawaian menjadi pemimpin di arena global sebagai sarana untuk mencari solusi bersama atas berbagai isu yang dihadapi negara-negara berkembang lainnya di dunia. Pemerintah juga diharapkan mampu memanfaatkan ajang pertemuan global ini untuk memajukan berbagai kepentingan nasional.

"Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan
agenda pembahasan G20. Kesempatan emas ini dapat digunakan untuk
menyeimbangkan isu dan kepentingan negara Barat dan berkembang agar
tidak ada lagi ketimpangan, monopoli, dan intervensi secara sepihak.
Sebaliknya, nilai-nilai keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan
menjadi perspektif segar yang hendak dipromosikan," tegas Hikmahanto.


Kedaulatan negara

Momentum G-20 dinilai Pakar Kebijakan Publik Universitas Ahmad Yani Riant Nugroho juga menjadi peluang yang baik dalam menunjukan kedaulatan Indonesia di hadapan negara-negara lain. Termasuk berdaulat dalam mengembangkan kebijakan-kebijakannya tanpa ada intervensi-intervensi dari pihak luar.

Oleh karenanya penyusunan regulasi-regulasi nasional perlu menjadi
representasi dari kedaulatan Indonesia itu sendiri. "Yang saya sampaikan Negara Republik Indonesia berdaulat penuh untuk mengembangkan
kebijakannya. Kedua, PP yang sudah ada, sudah baik untuk kepentingan
Indonesia, jadi dijalankan saja dulu, tidak perlu diubah," tegasnya.

Jika perlu, lanjut Riant, itu pun berupa evaluasi dan dievaluasi oleh tim independen profesional lintas bidang, tidak kemudian hanya karena ada isu internasional yang dikait-kaitkan dengan lokal oleh sejumlah lembaga, kemudian diusulkan diubah. Apalagi, evaluasi kebijakan bersimpulan dua, ada perubahan ataupun tidak perlu ada perubahan.

Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan
Kemenkumham Hendra Kurnia Putra menyepakati hal tersebut.
Sebagai negara yang memiliki kedaulatan, dalam penyusunan regulasi
nasional, intervensi asing apalagi dari negara lain tidak boleh menjadi
pertimbangan.

Sama halnya dengan ketentuan-ketentuan internasional. Indonesia tidak
perlu meratifikasi ketentuan-ketentuan internasional yang bertentangan
dengan kepentingan-kepentingan nasional, apalagi menjadikannya dasar
untuk merevisi sebuah peraturan yang sudah sesuai dengan konteks
Indonesia.

Jika memang PP 109/2012 ingin direvisi, seyogyanya terdapat suatu kajian yang menelaah dan mengevaluasi implementasinya selama ini yang dapat menjawab dengan jelas perlu tidaknya revisi tersebut. Hendra menambahkan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan regulasi, dengan berpegangan pada beberapa parameter.

Pertama, perlunya mendengar masukan-masukan masyarakat, kedua,
masukan-masukan tersebut perlu dipertimbangkan, dan terakhir adalah
ihwal penjelasan mengapa masukan-masukan masyarakat ditolak atau
diterima.

Partisipasi disebut Hendra menjadi salah satu unsur penting dalam
penyusunan perundang-undangan agar bisa mencerminkan realitas kebutuhan
masyarakat. "Hal ini mutlak perlu dipenuhi sebab setiap proses perumusan kebijakan, termasuk revisi PP 109/2012. harus memenuhi asas-asas penyusunan perundang-undangan, terutama asas keterbukaan dan partisipasi publik. Pemerintah harus memberikan ruang meaningful participation bagi masyarakat sesuai dengan amanah Mahkamah Konstitusi," papar Hendra.


Libatkan konsumen


Hal ini pula yang dituntut oleh Ary Fatanen, Ketua Bidang Advokasi dan
Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen. Pemerintah telah sepatutnya
memberikan hak partisipatif dalam penyusunan-penyusunan kebijakan
industri hasil tembakau (IHT). Sebab, selama ini penyusunan
kebijakan IHT memang sangat minim melibatkan konsumen.

"Kami berharap pemerintah memenuhi hak partisipatif kami terkait
kebijakan IHT yang nantinya tentu berhubungan dengan kami selaku
konsumen. Harapan kami besar agar pemerintah bisa mendengar apa yang
diinginkan oleh konsumen," jelasnya.

Dia juga berharap bahwa kebijakan-kebijakan IHT lebih mengutamakan
kepentingan nasional alih-alih mengakomodasi intervensi-intervensi
asing. "Selain dapat mengeliminasi hak-hak konsumen, intervensi-intervensi tersebut tersebut juga sangat berpotensi menganggu
kestabilan ekonomi nasional hingga mencederai kedaulatan negara,"
tandasnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya