Lembata Mulai Merintis Pendidikan Berbasis Budaya Lokal

Alexander P. Taum
11/1/2022 09:20
Lembata Mulai Merintis Pendidikan Berbasis Budaya Lokal
Rapat kerja Pendidikan (Rakerdik) tingkat Kabupaten Lembata yang di gelar Dinas Pendidikan setempat, Senin (10/1)(MI/Alexander PT)

PEMERINTAH Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, mulai merintis penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan berbasis budaya, guna mengurai persoalan kualitas pendidikan.

Pendidikan berbasis budaya lokal dipandang menjadi solusi perbaikan kualitas pendidikan. Pemerintah setempat menilai, Khazanah budaya Lembata dalam pembelajaran langsung bagi para peserta didik di sekolah.

Hal tersebut menyeruak dalam Rapat kerja Pendidikan (Rakerdik) tingkat Kabupaten Lembata yang di gelar Dinas Pendidikan setempat, kemarin.

Rapat kerja yang digelar di Ballroom Olimpik Kota Lewoleba itu menghadirkan 4 Narasumber, yakni Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lembata, Anselmus Asan Ola, Anton Laumara, Ketua Komisi 3 DPRD, Payong Pukan Martinus (Tokoh pendidikan), Rm. Thomas Labina, serta Ketua Yayasan Pendidikan Umat Katholik Flores Timur (Yapersuktim).

Sedangkan, Kepala TK, SD, SMP, pengurus Yayasan, pemerhati pendidikan, LSM dan lembaga keuangan, hadir sebagai peserta.

Kadis Pendidikan Lembata, Anselmus Asan Ola menjelaskan, pendidikan karakter anak selama ini diadopsi dari luar Lembata, karena itulah pendidikan karakter tidak dapat berurat akar. Ia menjadi permasalahan bagi dunia pendidikan.

"Nilai-nilai adat budaya kita punya, yang ditemukan dalam beragam even budaya lokal, akan disusun oleh tim yang sudah dipersiapkan untuk menjadi bahan bahan ajaran langsung bukan mulok. Mulok itu hanya atraksi, nilai dari atraksi atraksi itu akan dimasukan dalam bahan-bahan mata pelajaran, oleh para guru untuk anak anak kita," ungkap Anselmus Asan Ola, Kadis Pendidikan.

Menurut Anselmus Asan Ola, Penerapan budaya lokal dalam pendidikan di Lembata dimulai dengan membuat Perda tentang Pendidikan berbasis budaya, pembentukan Dewan Pendidikan guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan dan ketiga MOU antara sesama penyelenggara pendidikan di Lembata, yakni Pemda, Kemenag serta Yayasan- yayasan penyelenggara pendidikan.

Selain itu, Para pelaku pendidikan dalam Rakerdik tersebut juga mendiskusikan masalah masalah yang dihadapi Sekolah berkaitan 8 standar Pendidikan Nasional, yakni: Standar Nasional Pendidikan yang mencakup Standar Isi (SI), Standar Proses (SP), Standar Kompetensi Lulusan(SKL), Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (SPTK), sandar Sarana dan prasarana (SSP), standar pengelolaan (SPI), standar pembiayaan (SPB), Standar Penilaian pendidikan (SPP).

Dari permasalahan yang di temukan berdasarkan 8 Standar Pendidikan Nasional itu, pemerintah, pihak sekolah, masyarakat dan dunia usaha akan bahu membahu merancang perbaikan dan pembenahan kualitas pendidikan setempat.

"Pendidikan kita belum berurat akar Karena selama ini mengadopsi dari budaya luar. Padahal adat budaya kita sangat berakhlak dan memiliki nilai luhur untuk Pengembangan karakter anak anak kita ke depan," ungkap Kadis Pendidikan, Anselmus Asan Ola.

Sementara itu Rm.Thomas Labina, ketua Yayasan Persekolahan Umat Katholik (Yapersuktim), menyatakan, data menunjukan, ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia. Lulusan Diploma hanya 3 persen yang diserap di dunia kerja, lulusan Perguruan Tinggi hanya 10 persen, namun tamatan Sekolah Dasar, 41 persen terserap di dunia kerja.

Menurutnya, Karakter seseorang  memberi tanda/menggurat. Karakter terbentuk dari Kejujuran, disiplin, mudah bergaul/belajar, dukungan, kerja keras, iQ. Faktor inilah yang justru menghasilkan prestasi seorang anak.

"Nilai selalu universal secara tempat (locus), secara waktu dia abadi. Jadi anda Rajin di Sini, juga rajin di Malaysia, maka anda berhasil. Tetapi kalau anda Malas di Sini, malas juga di Malaysia, akan susah terus," ungkap Romo Thomas Lebina, ia menggambarkan kekuatan nilai yang terkandung dalam karakter seseorang.

Perda pendidikan harus memuat nilai dasar sebagai substansi dalam budaya Lamaholot yakni Persaudaraan, kekeluargaan, gotong royong.

"Perda nanti memuat nilai budaya yang mementingkan Gemohing (kerjasama) dibawa masuk ke pendidikan. Paradigma global saja menekankan adanya Kolaborasi dan itu cocok dengan nilai dasar Gemohing yang ada dalam budaya kita," ujar Romo Thomas Labina.(OL-13)

Baca Juga: 15 Anggota Pansus DPRD Sikka Habiskan Rp600 juta ke Jakarta untuk Konsultasi



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya