Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pihak Terkait Harus Bersama Turunkan Angka Stunting di Lombok Utara

Mediaindonesia.com
29/12/2021 14:07
Pihak Terkait Harus Bersama Turunkan Angka Stunting di Lombok Utara
Seorang ibu memeriksakan kesehatan dan tumbuh kembang anaknya kepada petugas kesehatan di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.(Ist/Tanoto Foundation)

Stunting merupakan salah satu kasus kesehatan yang menjadi perhatian banyak pihak.

Stunting merupakan dampak kelainan gizi jangka panjang yang dipengaruhi oleh kondisi ibu sejak masa remaja, persiapan kehamilan, selama kehamilan, hingga gizi anak selama menyusui.

"Stunting sudah menjadi perhatian lintas sektor mengingat faktor penyebab stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor kesehatan saja namun disebabkan beberapa faktor lainnya," kata Luh Gede Laksmiwati, SKM, MAP Kasi Kesga Gizi Dinkes Lombok Utara pada keterangan pers, Rabu (29/12).

Kondisi stunting menjadi perhatian mengingat visi menuju Indonesia Emas 2045 sehingga perbaikan kualitas bangsa mulai menjadi focus perhatian. Stunting berdampak terhadap hal tersebut.

"Stunting menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sehingga kualitas generasi bangsa menjadi ancaman," jelas Laksmiwati.

Stunting, menurut Laksmiwati, juga menyebabkan gangguan kesehatan pada anak dan terlihat dalam jangka waktu panjang. Tingkat intelegensi anak serta kemampuan menyelesaikan masalah juga terhambat. 


Data World Bank tahun 2020 menunjukkan prevalensi stunting Indonesia berada pada urutan ke 115 dari 151 negara di dunia.

Kondisi di Indonesia prevalensi stunting pada balita pada tahun 2019 adalah 27.7% (SSGBI). Turun 3.1% dari tahun 2018 (Riskesdas).

Namun tahun 2020, SSGBI belum bisa dilakukan karena pandemic Covid-19. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri data sampai Agustus 2020 kasus stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 23.51% sedangkan data tahun 2019 mencapai 33.5%.

"Belum dapat dilakukan penyimpulan kejadian stunting menurun atau tidak karena data cakupan tahun 2020 belum dapat disimpulkan," katanya.

Namun Laksmiwati menegaskan bahwa NTB menjadi salah satu provinsi yang menjadi perhatian pemerintah pusat terhadap stunting karena data cakupan kasus melebih angka nasional.

Kabupaten Lombok Utara sebagai salah satu kabupaten termuda di Provinsi NTB turut menjadi bagian perhatian karena turut menyumbangkan kasus stunting di Provinsi NTB.

Laporan kejadian stunting di Kabupaten Lombok Utara tahun 2019 hingga Bulan Juni 2021 cenderung mengalami peningkatan. 

Adapun menindaklanjuti permasalahan stunting di Indonesia hingga level daerah, pemerintah merespons dengan membuat Strategi Nasional Percepatan Stunting pada tahun 2018 yang dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan program penurunan stunting.

Target penurunan pada tahun 2024 adalah 14% namun melihat kondisi saat ini ditambah dengan kondisi pandemic yang sudah berjalan hampir dua tahun, persentase kasus belum mengalami penurunan yang signifikan.

"Upaya percepatan penurunan stunting selanjutnya membentuk pilar dan prioritas untuk dijadikan sebagai jalur penanganan agar lebih terfokus," jelas Laksmiwati.

Adapun pilar percepatan pencegahan stunting adalah komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, mendorong konvergensi program di tingkat pusat dan daerah, ketahanan pangan dan gizi, serta pemantauan dan evaluasi.

Sedangkan, menurut Laksmiwati, prioritas percepatan pencegahan stunting disasarkan kepada ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun (1000 HPK), dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif yang dilakukan bertahap dengan harapan pada tahun 2024 program ini dapat merata di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

"Penanganan stunting di Lombok Utara telah dilakukan secara terntegrasi yang diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2019 tentang penanggulangan stunting terintegrasi dengan melibatkan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD)," papar Laksmiwati.

OPD yaitu Bappeda, Dinas Kesehatan, DP2KB Pemdes, Dinas  Pekerjaan Umum, Kementerian Agama di Lombok Utara, Dinas Ketahahan Pangan, PKK selajutnya di antaranya Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga.  

Penanganan stunting yang telah melalui intervensi spesifik oleh Dinas Kesehatan dan intervensi sensitif oleh OPD selain Dinas Kesehatan. 

"Intervensi spesifik untuk menurunkan stunting dimulai dari saat hamil berupa pemeriksaan kehamilan secara terpadu, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), kelas ibu hamil, saat melahirkan dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pada bayi berupa pemberian imunisasi, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan di posyandu," jelasnya.

Selain itu, Laksmi menambahkan pemberian ASI ekslusif dan pemberian Makanan Pendamping ASI sejak usia 6 bulan dan pemberian Vitamin A pada usia 6 bulan ke atas, dan pada balita usia 12 – 24 bulan berupa pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan di posyandu, pemberian vitamin A tiap bulan Februari dan Agustus.  

Penanganan stunting dengan intervensi sensitif oleh OPD selain Dinas Kesehatan yaitu Program Pekarangan Pangan Lestari  (P2L) dari Ketahanan Pangan Dinas Pertanian, Penyediaan air bersih dan jamban dari Dinas Pekerjaan Umum, Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Program Keluarga Harapan dan Perlindungan Perempuan dan Anak  dari Dinas Sosial, Peng`elolaan Dana Desa untuk penurunan stunting serta  pelaksanaan PIKR (Pusat Informasi Konseling Remaja) dan Kampung KB oleh DP2KBPMD.

Selain dari beberapa OPD yang yang berupaya untuk  menurunkan stunting di Lombok Utara, terdapat mitra pembangunan, dan lembaga filantrofi seperti Tanoto Foundation, Yayasan Cipta Cara Padu yang memberikan pendampingan teknis kepada pemerinta Kabupaten Lombok Utara dalam mengembangkan strategi komunikasi perubahan perilaku (KPP) percepatan pencegahan stunting.

"Strategi KPP ini dimaksudkan agar pemerintah kabupaten melakukan berbagai macam kegiatan berupa advokasi, mobilisasi sosial, komunikasi antar pribadi (KAP), dan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat yang berkontribusi terhadap stunting," kata Laksmi. 

Kendala yang ada pada program penurunan stunting di Lombok Utara adalah masih lemahnya kooridnasi antar OPD yang terlibat, lemahnya monitoring sehingga program yang merupakan upaya menurunkan stunting tidak berkelanjutan pelaksanaannya.  

Hal yang dapat meminimalkan kendala tersebut berupa peningkatan koordinasi secara rutin tidak harus melalui pertemuan dapat melalui WhatsApp group, menjadwalkan monitoring secara berkala  terhadap progress suatu program untuk menurunkan stunting.

"Harapannya nanti semua yang upaya yang telah dilaksanakan mampu menurunkan stunting di Lombok Utara, paling tidak mendekati target yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, dan mampu keluar sebagai predikat lokus stunting," tutur Laksmi. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya