Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Lembaga terkait Pemerkosa Anak di Bandung bukan Pondok Pesantren

Naviandri
12/12/2021 15:10
Lembaga terkait Pemerkosa Anak di Bandung bukan Pondok Pesantren
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum (kanan).(MI/Benny Bastiandy.)

KASUS viral pemerkosaan terhadap anak di bawah umur oleh HW di Kota Bandung, Jawa Barat, bukan terjadi dalam pondok pesantren (ponpes). Akan tetapi kejahatan itu terjadi di lembaga pendidikan berjenis boarding school atau sekolah berasrama.

Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menegaskan hal itu. Wagub menilai kasus yang terjadi di Kota Bandung tersebut sudah cukup mencemari nama baik ponpes. Padahal kejadian bejat itu terjadi di boarding school. Nama ponpes sudah ada sejak dahulu kala bahkan sebelum Republik Indonesia merdeka. Cukup disayangkan, kasus di Bandung menyeret nama ponpes yang setidaknya hal tersebut membuat sebagian orangtua resah.

"Kejadian asusila yang di Bandung itu bukan pesantren, tetapi kan boarding school. Jadi dengan ponpes sangat berbeda dan jauh. Terdapat sejumlah unsur yang menjadi ciri pendidikan ponpes, di antaranya meliputi unsur kiai, santri menetap (mukim), pondok, masjid, dan yang utama yaitu kajian kitab kuning," jelas Wagub dalam keterangannya di Bandung, Minggu (12/12).

Tak kalah penting, kata wagub, di ponpes juga biasanya ditanamkan rasa nasionalisme dan cinta terhadap NKRI kepada para santrinya. Di pesantren, santri belajar antara lain ilmu tauhid, fikih, tasawuf, Al-Qur'an, hadits, nahwu, dan balagah, yang bersumber dari kitab kuning. 

Belum lagi, imbuh Uu, suatu ponpes biasanya berdiri berbasis masyarakat serta tanpa mengharapkan profit bagi pendiri ataupun ijazah untuk para santrinya. "Biasanya pengajarnya ialah pendiri dan dibantu oleh anak-anaknya, keluarga, ataupun santri senior. Tidak ada gaji per bulan kalau di pesantren karena niatnya tawasul terhadap ilmu, takzim kepada kiai dengan tujuan ingin manfaat ilmu," terangnya.

Adapun boarding school dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan aktivitas belajar mengajar, seperti sekolah pada umumnya. Hanya, di sini terdapat fasilitas asrama atau tempat tinggal. Boarding school belum tentu mempelajari kitab-kitab bersanad, meski misalnya didirikan dengan tema-tema keagamaan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung berpendapat selaku bagian dari warga masyarakat, pihaknya perlu ikut terlibat menyelamatkan masa depan anak-anak yang telah menjadi korban perbuatan bejat itu. Soalnya, kondisi para korban saat ini mengalami tekanan psikologis dan traumatis mendalam pascaperistiwa kejahatan seksual tersebut, bahkan enggan mengingat dan mendengar suara dari pelaku saat proses persidangan.

Baca juga: Jaksa Buka Kemungkinan Pemerkosa Belasan Santriwati Dituntut Kebiri

"Pelaku ini kan sudah berstatus terdakwa dengan terancam hukuman 15 tahun kurungan penjara. Namun menurut kami hukuman harus seberat mungkin, kalau perlu dua kali lipat dan tentu sesuai dengan hukuman yang berlaku," kata Sekretaris MUI Kota Bandung, Asep Ahmad Fathurrochman. Mengapa dua kali lipat? Ini karena dia, lanjutnya, seorang pendidik sehingga sudah mengetahui bahwa perbuatan itu salah. Hukuman berlipat diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik