Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEBIJAKAN pemerintah mengenai pembelajaran jarak jauh secara daring di tengah pandemi covid-19 justru memberatkan bagi siswa yang berada di daerah terpencil. Bagaimana tidak, demi bisa mengerjakan tugas sekolah, mereka harus menyusuri hutan dan kali agar bisa mendapatkan sinyal internet agar bisa mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka.
Seperti yang dilakukan para siswa yang ada di Desa Aendoko, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), mereka terpaksa mengerjakan tugas sekolah di atas batu. Hal itu karena di atas bebatuan yang ada di Kali Lowolaka itu mereka bisa mendapatkan signal.
Untuk menuju ke lokasi sinyal pun tidak mudah, mereka harus berjalan kaki menyusuri hutan dan kali yang diperkirakan sekitar satu kilometer
untuk mendapatkan jaringan internet. Mau tidak mau, mengerjakan tugas sekolah di atas batu pun terpaksa dijalani para pelajar yang ada di desa
terpencil itu.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Jatim Triwulan II YoY Melesat Hingga 7,05%
Salah satu pelajar tingkat SMA yang mengenyam pendidikan di Kota Ende, Risna, mengaku ia bersama teman lainya harus berjalan kaki menyusuri hutan dan kali agar bisa mengerjakan tugas sekolah.
Hal itu karena di tempat mereka belum ada sinyal. Sehingga, kata dia, hanya sinyal internet itu hanya ada di Kali Lowolaka.
"Sinyal ini ada di satu titik saja yaitu di atas batu yang ada di Kali Lowolaka ini. Kalau kita pindah dari batu itu pasti sudah hilang sinyalnya," ujar Risna sambil mengerjakan tugas, Minggu (8/8).
Ia pun mengaku usai mengerjakan tugas, dirinya bersama-sama teman-temannya harus kembali lagi ke rumah. Namun, apabila ada tugas yang diberikan oleh gurunya ia pasti kembali mencari signal di atas batu itu dengan kembali menyusuri hutan.
Dia pun berharap agar pemerintah bisa memasang jaringan seluler agar ia bersama teman lainya bisa belajar daring di rumahnya sehingga kita tidak perlu lagi mencari sinyal jauh ke dalam hutan dan kali.
"Saya hanya minta kepada pemerintah untuk perhatikan desa kami berupa pemasangan jaringan seluler sehingga kami bisa belajar daring di masa pandemi ini," pintanya.
Sementara itu, Kepala Desa Aendoko Vincentius Agustinus mengaku wilayah di desanya sampai saat ini belum ada jaringan seluler sehingga
tidak heran kalau setiap pagi dan sore para pelajar di desanya harus mencari sinyal demi bisa mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka.
"Di desa kita ini tidak ada sinyal. Sinyal itu hanya ada di satu titik, tepatnya di Kali Lowoloka. Biasanya, di tempat itu kalau pagi sampai sore pasti ada puluhan siswa sedang melakukan pembelajaran daring atau kerjakan tugas," ujar dia.
Meski demikian, ia mengaku, pada 2021 ini, desanya mendapatkan program pembangunan akses internet yang dibangun oleh Badan Aksesibilitas
Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Ende. Sayangnya, kegiatan itu sampai saat ini belum dikerjakan.
"Tahun ini, desa kita dapat program dari Bakti. Tetapi belum dikerjakan. Jadi, kita harap pihak terkait bisa secepat laksanakan program Bakti ini agar desa kita sudah bisa akses internet demi mendukung kegiatan belajar daring anak-anak di desanya di masa pandemi ini," pungkas Kades Aendoko. (OL-1)
PEMBELAJARAN jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung sekitar sembilan bulan akibat pandemi covid-19 memiliki banyak tantangan.
Tidak ada rencana untuk memberikan Aditya sanksi akibat tidak bisa mengikuti PJJ sampai enam bulan.
Pemprov DKI Jakarta akan memberikan solusiĀ bagi siswa tidak mampu yang tidak punya ponsel pintar dan harus menjalani pembelajaran jarak jauh.
KETERSEDIAAN perangkat elektronik seperti ponsel pintar untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) ternyata tidak hanya dirasakan siswa di pelosok daerah.
Sejauh ini, JakWifi telah terpasang di 1.200 titik yang tersebar di 445 RW kumuh.
SEBANYAK 171.998 peserta didik di Jakarta tidak memiliki gawai untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Belum lagi, gaji yang didapat para guru-guru di daerah tersebut tidak sebanding dengan perjuangan mereka untuk mengajar. Dirinya menyoroti banyaknya guru di daerah terpencil
IDAK semua orang dilahirkan sempurna. Meskipun begitu, mereka masih tetap memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain dalam beraktivitas, bekerja, sekolah, dan lainnya.
Sekitar pukul 10.54 WIB Ende mengalami gempa dengan magnitudo M5,6. BMKG menyatakan tidak ada potensi tsunami.
BUPATI Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Djafar Achmad menjalani isolasi mandiri di Rumah Jabatan Bupati, setelah dirinya dinyatakan positif Covid-19.
Sebas Biko mengakui persoalan ini sudah dialami oleh petani sejak lama sehingga banyak dari mereka ketika menanam padi disawah tidak menggunakan pupuk bersubsidi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved