Pendidikan Jarak Jauh untuk Daerah 3T Kurang Tepat

Despian Nurhidayat
18/7/2025 19:10
Pendidikan Jarak Jauh untuk Daerah 3T Kurang Tepat
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh(Antara)

KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah menyiapkan skema Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) untuk masyarakat dengan akses terbatas ke lembaga pendidikan. Skema ini diperuntukkan bagi anak-anak di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), di mana anak-anak tersebut mengalami keterbatasan akses tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga geografi dan sosial seperti harus menjadi tulang punggung keluarga atas alasan tertentu.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, mengatakan memang ada berbagai pendekatan di dalam menyelenggarakan pendidikan di wilayah 3T

“Pertama tentu saja di beberapa negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, mereka mengirimkan guru-guru terbaik ke daerah 3T untuk merancang live-in di sana. Ini membantu penyelenggaran pendidikan di wilayah-wilayah remote seperti itu,” kata Iman kepada Media Indonesia, Jumat (18/7). 

Cara kedua, lanjut Iman, adalah daerah 3T disanggah oleh daerah terdekat yang lumayan maju sehingga terpenuhi akses terhadap pendidikan berkualitasnya. 

“Ketiga, memanfaatkan teknologi dengan pendidikan jarak jauh. Namun kemudian belajar dari pandemi, kita sebetulnya tidak bisa menyerahkan sepenuhnya ataupun sebagian besar pendidikan, terutama pendidikan dasar, kepada teknologi semata atau hanya PJJ. Sebetulnya PJJ ini hanya semacam alternatif tambahan pada waktu-waktu tertentu saja, tetapi untuk pembelajaran bagi anak sekolah dasar, kami menyarankan harus ada guru yang di sana secara profesional,” ungkap Iman.

Menurutnya, pemerintah juga bisa berkolaborasi dengan komunitas-komunitas sekolah adat atau sekolah-sekolah rimba untuk melibatkan mereka agar para anak tetap bisa mengakses pendidikan, karena hal itu adalah hak mereka. Selain itu, metode deep learning juga dikatakan bisa terjadi jika pembelajaran dilaksanakan antara siswa dan guru.

“Kami tidak yakin ya kalau deep learning akan terjadi pada pembelajaran yang tidak menghubungkan secara nyata antara guru dan siswa. Jadi kami kira pemerintah harus mempertimbangkan kembali bahwa PJJ itu hanya untuk membantu bukan inti di dalam pembelajaran itu. Kami pesimis, tidak akan tercapai, bukannya deep learning kita malah akan surface learning,” tuturnya.

Iman mencontohkan, pemerintah saat ini sedang membagikan smart board ke seluruh Indonesia, hal itu dikatakan tidak akan mampu menyelesaikan masalah, khususnya di daerah 3T. “Misalnya anak-anak di daerah 3T menonton tiap hari, walaupun gurunya bagus, di YouTube misalkan, apakah itu akan menyelesaikan masalah? Belum tentu. Karena manusia itu hanya bisa dididik oleh manusia untuk menjadi manusia. Kalau manusia dididik oleh robot maka dia akan jadi robot,” pungkasnya.(M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya