Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pariwisata di Flores Bisa Bangun dari Desa

Ignas Kunda
02/12/2020 17:35
 Pariwisata di Flores Bisa Bangun dari Desa
.(MI/Ignas Kunda)

BADAN Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) kembali melanjutkan geliat pengembangan destinasi pariwisata Labuan Bajo-Flores berbasis digital. Ini dilakukan melalui kegiatan Fasilitasi Penguatan Digitalisasi Destinasi Wisata di Kota Mbay, Rabu (2/12).

Kegiatan itu menyasar pelaku wisata pada desa-desa wisata di tiga kabupaten yakni Nagekeo, Ende, dan Ngada. Hal itu meliputi pemaparan, diskusi, serta pembuatan digital platform media sosial Instagram dan Fanpage Facebook.

Para peserta juga diajak untuk melakukan kunjungan ke Desa Wisata Tathubhada, Kabupaten Nagekeo. Pada kunjungan ini para peserta diberi kesempatan mengasah kemampuan bernarasi dan membuat konten foto dalam kunjungan ke Desa Tutubhadha.

Pemaparan materi platform media sosial diberikan oleh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang Arum Mertikasari serta berbagi pengalaman dalam pelayanan wisatawan oleh pegiat pariwisata dari Sun Rice Homestay Ruteng, Manggarai, Yeremias Jefrisan. Kegiatan kali ini merupakan kali kedua yang dilaksanakan BOPLBF. Kegiatan serupa juga dilaksanakan pada akhir Oktober lalu di Ruteng, Manggarai, melibatkan 15 desa dari 3 kabupaten yaitu Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur.

Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina dalam sambutan virtualnya mengungkapkan di masa normal baru ini kebangkitan pariwisata sangat baik jika dimulai dengan aktivasi sosial media/platform digital sebagai media informasi bagi desa-desa wisata. "Hari ini kita bersama melakukan upaya percepatan termasuk meningkatkan kualitas promosi lewat konten digital dari potensi wisata yang sudah dimiliki. Kegiatan ini dimaksudkan agar kita seirama menjemput era digital 4.0. Kita akan mendorong desa wisata ini untuk mendayagunakan platform digital seperti Facebook fanpage, Instagram, maupun Youtube dan mulai pengembangan narasi wisata yang dimiliki oleh masing-masing desa," ucap Shana.

Shana juga berharap desa dapat mengoptimalkan platform digital untuk kegiatan promosi desa. Harapannya, setiap destinasi wisata bisa mengoptimalkan platform digital agar berdikari dalam menjual potensi wisata yang dimiliki. Media sosial dapat dijadikan panduan informasi bagi para wisatawan yang hendak berkunjung.

Kepala Divisi Komunikasi Publik BOPLBF Sisilia Jemana mengatakan kita tidak pernah bisa melawan arus besarnya digitalisasi. Jalan satu-satunya dengan cara kita harus ikut berperan serta.  Ini terkait dengan cita-cita NTT untuk menjadi tempat ekowisata terbesar di dunia.

"Kalau Labuan Bajo sebagai destinasi superpremium, desa wisata lain di Flores sebagai destinasi premium. Wisata minat khusus akan berkembang sangat besar ke depan.  Aktivitas desa wisata sangat berkembang dan sudah bisa dilihat letak premiumnya. Bukan hanya produk fisik dari desa seperti kopi, cokelat vanila, melainkan juga aktivitas masyarakat seperti membajak sawah, orang menikmati, atau minum kopi," katanya.

Menurut Sisilia, sejak 2016 pariwisata sudah dicanangkan sebagai pintu masuk buat sektor lain seperti peternakan dan pertanian. Dengan demikian pariwisata bisa membangun dari desa. "Kita membangun dari desa, pariwisata membangun dari desa bukan membangun dari kota lagi. Desa wisata harus go digital," ungkap Sisilia.

Kepala Dinas Pariwisata Nagekeo, Andreas Ndona, mengatakan untuk mendukung digitalisasi khususnya destinasi wisata di desa-desa perlu jaringan komunikasi internet yang memadai. Apalagi aksi tersebut memanfaatkan kaum milenial yang sering menggunakan media sosial untuk promosi wisata. Ia berharap tiga kabupaten saling mendukung dalam bermain digital untuk promosi wisata bukan hanya promosi daerahnya sendiri.

"Kami terus berkordinasi dengan Kementerian Kominfo karena ada beberapa titik destinasi jaringan Telkomsel saja tidak ada. Kami berharap ada jaringan internet memadai di desa-desa wisata. Kalau mau pariwisata kita maju, harus mulai dari desa," paparnya.

Pihaknya punya desa wisata yang sangat viral di Kampung Pajoreja tanpa dana dari APBD. Sekarang menjadi desa yang luar biasa. Keunikan setiap desa yang membuat nilai lebih bakal membuat orang untuk datang.

Menurutnya, jangan sampai kita mempromosikan sesuatu yang tidak ada di tempat. Kalau ke Ende bisa saling mendukung dengan bantu promo di Nagekeo seperti gunung Ebulobo. Begitu pun dengan Nagekeo bisa mempromosikan Ende jangan hanya mempromosikan destinasi wisata di daerahnya sendiri

Selain itu, Arumi Martikasari memberikan materi mengoptimalkan media sosial untuk mempromosikan tempat wisata karena masih banyak tempat lain di Flores yang indah selain Labuan Bajo. Ada lima hal dasar yang perlu dilakukan untuk mengelola media sosial. Salah satunya membuat tagar sehingga hasil posting tersebar luas serta mengetahui karakteristik media sosial seperti Facebook dan Instagram serta target pasar.

"Media sosial merupakan penyelamat paling mudah dan murah bila dapat mengelolanya dengan baik. Kenali karateristik sosial media yang akan digunakan. Kita harus tahu platform atau media sosial yang kita gunakan dipakai untuk apa. Jangan pukul rata. Jangan pakai nama pribadi, seperti Facebook dengan membuat Fanpage dengan nama desa wisata atau hal yang mau dipromosikan. Fanpage langsung terindeks di Google dibandingkan Facebook," tutur Arumi.

Soalnya, Facebook lebih storry telling. Instagram seperti etalase foto. Orang lebih dulu lihat gambar. Tipikal orang pengguna IG lebih pada orang yang tidak suka banyak baca. Seperti dua toko ada yang pajang barang dengan yang ada tulisan barang pajangan," jelas Strategic Planner di Anagata Creatif Consultant ini.

Menurut Arumi, 160 juta orang menggunakan social media di Indonesia. Karena itu perlu memanfaatkan secara media sosial untuk promosi wisata desa masing-masing. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya