Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Hujan Kalahkan Kabut Asap di Kalimantan

MI
12/9/2020 04:35
Hujan Kalahkan Kabut Asap di Kalimantan
Helikopter water bombing di atas lahan gambut yang terbakar di Kawasan Liang Anggang, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, (27/8/2020)(ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/aww.)

TAHUN ini, kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan dipastikan tidak separah tahun lalu. Hujan sesekali masih turun karena saat ini
musim kemarau basah.

“Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan masih terkendali karena pengaruh kemarau basah. Sumber air untuk pemadaman kebakaran
bagi helikopter water bombing juga masih cukup aman, tersedia,” ujar Kepala Bidang Pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kalimantan Selatan, Sahrudin, di Banjarmasin, kemarin.

Untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, BNPB telah mengirim 7 helikopter ke Kalimatan Selatan. Lima helikopter untuk water bombing
dan dua digunakan berpatroli dari udara.

Sampai kemarin, sebaran titik api masih terkendali dan tidak separah tahun-tahun sebelumnya. Namun, titik api dalam skala kecil dan potensi
kebakaran sedang masih sering terjadi. Api berasal dari aktivitas pembukaan lahan pertanian oleh warga, termasuk masyarakat adat yang berladang.

Fakta serupa diungkapkan Manager Pengelolaan Taman Hutan Raya Sultan Adam, di Kabupaten Banjar, Hasnan. “Kawasan tahura seluas 112
hektare masih aman. Tapi, masih ada beberapa titik api yang muncul karena ulah warga yang membuka lahan pertanian.”

Kondisi berbeda terjadi di Nusa Tenggara Timur. Musim kemarau telah menyebabkan bencana kekeringan di 14 kabupaten. Sebelumnya, pada
Agustus, pemerintah provinsi menyatakan ada 9 kabupaten yang terdampak bencana kekeringan.

“Ke-14 kabupaten sudah berstatus awas kekeringan karena hujan tidak turun berturutturut selama lebih dari 61 hari,” kata Kepala Stasiun Klimatologi
Lasiana Kupang, Apolinaris Geru.

Data hari tanpa hujan sampai 10 September menunjukkan pada umumnya di NTT mengalami deret hari tanpa hujan dengan panjang 21-30 hari hingga
ekstrem panjang lebih dari 60 hari. Selain itu, beberapa kabupaten  juga mengalami curah hujan sangat rendah atau kurang dari 20 milimeter per 10 hari.

“Kondisi saat ini akan berdampak terhadap sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah, dan meningkatnya
potensi kemudahan terjadinya kebakaran,” lanjut Geru.

Kemarin, BMKG juga melaporkan adanya 12 titik panas di lima kabupaten di Nusa Tenggara Timur, yakni Alor, Kupang, Manggarai Barat, Sumba
Tengah, dan Sumba Timur. (DY/PO/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya