Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Pawang Hujan Legendaris di Cianjur Tutup Usia

Benny Bastiandy
24/8/2020 17:45
Pawang Hujan Legendaris di Cianjur Tutup Usia
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Ade Barkah Surachman (kemeja kuning), bertakziah kediaman Abah Hamid, pawang hujan legendaris Cianjur.(MI/Benny Bastiandy)

WARGA yang menggeluti pekerjaan pawang hujan bisa dihitung dengan jari. Mayoritas, warga yang menggelutinya pun merupakan lanjut usia.

Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terdapat pawang hujan legendaris. Yakni Hamid atau biasa disapa Abah Hamid. Di usianya yang telah menginjak 75 tahun, Abah Hamid meninggal pada Jumat (21/8). Sebelum meninggal dunia, Abah Hamid diketahui mengalami sakit seusai menjadi pawang hujan di sebuah acara hajatan.

Kabar meninggalnya Abah Hamid pun terdengar Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Ade Barkah Surachman. Kebetulan dia sedang berada di Cianjur, Ade Barkah yang juga Wakil Ketua DPRD Jawa Barat itu pun bertakziah ke rumah duka di Desa Sindangasih, Kecamatan Karangtengah, Senin (24/8).

Di rumah yang cukup sederhana milik almarhum Abah Hamid, Ade Barkah tak kuasa menahan haru. Matanya berkaca-kaca saat merangkul Mak Ooy, 70, yang merupakan istri mendiang.

Mak Ooy menceritakan, mendiang suaminya mengalami sakit seusai dipercaya menjadi pawang hujan saat ada syukuran pernikahan salah seorang warga. Mak Ooy pun tak menyangka suaminya meninggal dunia secara mendadak.

"Sakitnya setelah kerja di hajatan pernikahan. Itu sehari sebelum meninggal dunia. Meninggalnya juga mendadak. Saat itu emak lagi ada pengajian sebentar. Pas pulang ke rumah, si abah sudah meninggal dunia," kata Mak Ooy bercerita ke Ade Barkah.

Mak Ooy mengatakan, meskipun sudah uzur, tetapi mendiang suaminya tetap bekerja seperti biasa sebagai pawang hujan. Terutama saat ada yang datang menawarkan order. Kebanyakan dari mereka merupakan panitia hajatan.

"Kadang sakit, tapi tidak lama, mungkin karena sudah tua. Tapi masih tetap suka bekerja kalau ada yang minta untuk jadi pawang hujan," tandas Mak Ooy.

Ade Barkah pun mengaku kehilangan sosok Abah Hamid. Ade Barkah mengenal betul almarhum sejak dirinya masih muda.

"Dulu saat masih jadi pemborong, saya sering menghubungi Abah Hamid. Kalau ada pekerjaan membangun jalan di Cianjur selatan, saya minta bantuan Abah. Sampai acara-acara di DPD Golkar Cianjur pun Abah Hamid jasanya selalu dipakai," ucapnya.

Sayang, kepiawaian Abah Hamid sebagai pawang hujan tidak ada yang meneruskan. Anak-anak mendiang lebih memilih mencari pekerjaan lain.

"Iya, memang tidak ada yang melanjutkan pekerjaan bapak. Lagipula bapak pun sengaja tidak menurunkan kemampuannya kepada kami karena syarat jadi pawang hujan itu cukup berat," tutur Alo Solehudin, 48, anak sulung almarhum Abah Hamid dan Mak Ooy. (OL-13)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya