Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PENANGANAN Pandemi Covid-19 di Provinsi Papua yang banyak menimbulkan persoalan dan belakangan protes sosial terkait tuntunan 17 tahun penjara bagi para Tahanan Politik Papua termasuk Ketua BEM Universitas Cenderawasih, dikhawatirkan menimbulkan gejolak sosial baru di Papua terutama di Kota Jayapura.
"Saya mendapat banyak sekali laporan terkait keresahan yang ada di masyarakat saat ini dan keresahan itu sudah masuk pada level kemarahan dan frustrasi yang dikhawatirkan membesar menjadi sebuah gejolak sosial di Papua," kata Anggota DPR Provinsi Papua Boy Markus Dawir dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (8/6).
Dalam temuan dia, titik api kemarahan masyarakat di Papua saat ini salah satunya terkait dengan kebijakan Bupati di beberapa kabupaten yang belum mau menerima warganya kembali ke kabupaten asalnya setelah ada kebijakan relaksasi perpindahan orang.
Kata Boy, di Jayapura saat ini ada sekitar ribuan orang dari berbagai kabupaten di Papua yang selama ini terpaksa terkunci di Jayapura karena pembatasan saat covid-19 masuk Papua.
"Ini sudah masuk tiga bulan mereka terkunci di Jayapura. Nah sekarang saat ada relaksasi yang memungkinkan orang bergerak, malah Bupatinya tidak perbolehkan mereka pulang. Ini sangat meresahkan mereka. Belum lagi ketika tidak ada bantuan bahan makanan yang diterima. Mereka padahal ingin balik ke daerahnya supaya beraktivitas kembali," ungkap Boy.
Setidaknya kata dia ada beberapa Bupati yang masih tidak membolehkan pulang.
Baca juga :Mantan Pemred Banjarhits.id Disidang, Aktivis Gelar Aksi
"Kondisi mereka saat ini di Jayapura sangat memperihatinkan. Awalnya mereka mungkin di rumah saudara tapi kan lama-lama ada rasa malu juga. Tinggal di asrama sama saja karena merepotkan. Ini harus jdi perhatian karena kalau tidak ini bisa jadi titik api yang rentan menimbulkan gejolak sosial," tukasnya.
Dijelaskan Boy, saat ini situasi di Papua selain berurusan dengan covid-19, juga mulai bergerak isu-isu lain salah satunya tuntutan untuk para tahanan politik yang dianggap orang Papua tidak berkeadilan.
"Masyarakat anggap bagaimana bisa pelaku rsis hanya dituntut 3 tahun lalu orang Papua yang justru jadi korban malah dituntut belasan tahun. Ini jelas tidak adil dan menambah keresahan di masyarakat," ungkap Ketua Pemuda Panca Marga Provinsi Papua tersebut.
Maka itu kata dia, jika tidak ingin ada gejolak, pemerintah pusat harus segera turun ke Papua untuk menguraikan persoalan ini.
"Saya paham masyarakat kami di Papua ini. Makin situasi mereka tidak menentu, maka disulut dengan isu-isu sensitif maka mereka akan mudah bergerak. Kita tidak ingin itu terjadi sehingga secepatnya diuraikan," kata dia.
Warga yang saat ini tertahan di Jayapura kata Boy harus segera dipulangkan ke tempat asal mereka masing-masing. Bukan hanya itu pemkab harus memastikan agar setiba mereka di tempat asalnya mereka tetap bisa kembali beraktivitas.
"Masalah ini harus segera kita urai jika tidak ingin gejolak sosial pecah di Jayapura," pungkas Boy. (OL-2)
Apakah Prabowo justru memberikan panggung bagi Gibran untuk unjuk kemampuan sebagai wapres guna menangani masalah sebesar dan sekompleks di Papua?
Untuk tahun ini siswa penerima Program ADEM berasal dari berbagai daerah di enam provinsi di Papua.
Kedatangan mereka ke Jatim patut mendapat apresiasi dan rasa bangga atas prestasi para pelajar asal Papua penerima Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM)
Dalam kejuaraan atletik yang mempertemukan atlet-atlet terbaik dari berbagai daerah ini, PAC berhasil mengoleksi 6 medali, terdiri dari 3 emas, 1 perak, dan 2 perunggu.
Mensesneg, Prasetyo Hadi, menampik anggapan bahwa Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk berkantor di Papua
Wacana Presiden Prabowo Subianto akan memberi tugas khusus kepada Wapres Gibran Rakabuming Raka untuk berkantor di Papua perlu dipertimbangkan secara matang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved