Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Petani Ngada Panen Bawang Manfaatkan Air dengan Pompa Barsha

Ignas Kunda
14/11/2019 13:40
Petani Ngada Panen Bawang Manfaatkan Air dengan Pompa Barsha
Petani Muda di Ngada memanen bawang merah organik(MI/Ignas Kunda)

Sejumlah petani muda di desa Mengeruda, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, NTT, melakukan panen perdana bawang merah pada lahan kering di bantaran sungai Wae Wutu. Para petani muda ini harus berjuang menanam pada lahan yang selama ini terlantar. Mereka memanfaatkan teknologi pompa tenaga air atau pompa Barsha.

Salah satu petani muda Henry Roga bersama dua kawannya sangat senang dan bersyukur karena usaha mereka menuai hasil maksimal. Ia mengaku ini kali pertama memanfaatkan teknologi karena banyak lahan terbengkalai di sekitar bantaran sungai.

“Beruntung ada teknologi pompa barsha yang bisa kami manfaatkan untuk angkat air dari sungai hanya dengan memanfaatkan tenaga air dan kami bisa siram bawang serta sayur lain dari lahan yang selama ini tidak tergarap. Karena lahan ini 9 tahun hanya jadi hutan tidak digunakan sama sekali,” kata Henry.

Henru dan teman-temannya juga menerapkan pertanian ramah lingkungan memanfaatkan pupuk organik hasil olahan sendiri dari ternak peliharaannya. Pupuk hasil inovasi kelompoknya ini diberi nama POC 3G. Kini sudah ada ribuan botol dan hanya dipakai untuk kalangan sendiri.

Menurut Henry, ia sangat terpanggil menjadi petani muda karena melihat potensi lahan di desanya sangat besar dan belum dimanfaatkan sebaik mungkin.

Ia juga ingin merangsang dan mengajak kaum muda untuk tidak malu menjadi petani secara cerdas memanfaatkan potensi yang ada. Baginya pertanian dan peternakan menjanjikan dengan intervensi teknologi.

“Kami ingin berbagi ke orang muda lain biar tidak malu jadi petani. Pupuk ini kami olah dari kotoran babi peliharan sendiri selain gas dari kotoran babi yang kami gunakan untuk biogas pengganti bahan bakar minyak tanah sehingga sangat ramah lingkungan dan sehat," tuturnya.

Henry awalnya sempat bertani secara konvensional dan sempat tidak bersemangat karena tak sesuai harapan. Namun dengan bantuan teknologi, ia kembali bersemangat dan terus bertani.

"Sempat mencoba dan ternyata banyak teknologi yang memudahkan kita untuk bertani. Dengan teknologi pompa Barsha sangat membantu. 4,5 bulan setelah memulai untuk bertahan di pertanian butuh proses, tidak instan dan ada kawan yang mengundurkan diri," ungkapnya.

Baca juga: Petani Priangan Timur Mulai Tanam Padi

Dari pantauan Media Indonesia, lahan bawang merah sangat berdekatan dengan sungai Wae Wutu namun memiliki kemiringan kurang lebih 45 derajat dan ketinggian kurang lebih 3-4 meter. Selama ini, lahan sekitar bantaran sungai hanya diolah untuk menanam jagung ketika musim hujan dan dibiarkan terlantar ketika musim kemarau.

Di sungai Wae Wutu ini, sebuah pompa tenaga air terlihat seperti turbin air dengan bilah-bilah sejajar yang terpasang pada celah dua buah roda yang berputar berlawanan arah datangnya air. Pompa ini biasa disebut pompa Barsha, mengangkat air dari sungai ke dataran yang lebih tinggi.  

Adi Lagur dari Suluh Lingkungan, yang juga seorang konsultan Aqista perusahaan pembuat pompa, menjelaskan pompa Barsha tidak menggunakan BBM fosil seperti bensin atau solar, hanya menggunakan arus air untuk memutar pedal dan mampu memompa air sampai 80 ribu liter setiap hari. Kemudian bisa menaikkan air secara vertikal hingga 20 meter dan sejauh 2 km dari lokasi pompa Barsha.

“Pompa Barsha memanfaatkan energi air itu sendiri untuk mengangkat air dari sungai atau permukaan yang lebih rendah ke permukaan lebih tinggi, sepanjang air itu terus mengalir maka pompa akan terus bekerja sepanjang saat,” jelasnya.

Menurut Adi Lagur, dengan menggunakan pompa Barsha dan pupuk organik hasil panen bawang merah kali ini 12,8 ton per hektare.

Secara historis, menurut Adi, bibit yang dipakai di lahan ini hasil berjejaring dengan rekanan petani di Sumba pada Komunitas Radio Max FM. Bagi Adi, dalam pengolahan lahan perlu ketepatan waktu karena bila bibit tidak siap maka akan ada penundaan siklus produksi. Karena ini merupakan tanaman holtikultura yang sangat tidak sama dengan tanaman pangan.

"Siklus produktivitasnya tertunda kalau bibit terganggu. Memberi bimbingan teknis dan praktis mereka sebagai petani yang mengeksekusi. Bedanya panen bawang di musim kemarau dengan pompa Barsha yang ramah lingkungan, secara proses ini yang disebut dengan go organik. Proses organik hasilkan organik. Kalau prosesnya tidak diketahui maka etiknya tidak bisa dilihat maka tidak bisa juga dikatakan organik," tutur Adi Lagur.

Sementara itu, penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Ngada Emanuel Wesa mengatakan akan ada replikasi penggunaan pompa Barsha dengan memanfaatkan dana desa.

"Hasil musrembangdes ada beberapa usulan dari dana desa, akan dibiayai pompa Barsha di sekitar sungai Wae Wutu. Sedangkan teknologi biogas tahun depan akan dibiayai 12 unit setiap RT dari dana desa. Semua tanaman pangan akan dikelola secara organik yang akan menghasilkan tanaman organik," pungkas Emanuel.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya