Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
KEMARAU panjang yang berdampak kekeringan melanda 14 daerah di Jawa Tengah mengakibatkan panen cabai di beberapa daerah sentra pertanian merosot tajam. Akibatnya harga cabe di tingkat perani dan pasaran melonjak tajam. Pemantauan Media Indonesia Senin (15/7), para petani di beberapa sentra tanaman cabai seperti Demak, Blora, Pemalang dan Temanggung, Jawa Tengah resah. Tanaman cabai terserang penyakit dan produksi merosot. Saat ini harga cabai di pasaran maupun di tingkat petani melonjak.
Harga cabai rawit dan cabai merah di beberapa pasar tradisional seperti Pasar Perarukan dan Comal Pemalang, Wiradesa dan Grogolan Pekalongan, Batang, Cepiring dan Weleri Kendal, Johar dan Peterongan Semarang, Sayung dan Bintoro Demak serta Pasar Kliwon Kudus, berkisar antara Rp50.000 hingga Rp60.000 per kg.
Sebelumnya harga cabai berkisar Rp25.000-Rp30.000 per kilogram. Bahkan sebelumnya sempat merosot Rp15.000-Rp18.000 per kilogram. Sedangkan di tingkat petani harga cabai saat ini adalah Rp40.000 hingga Rp50.000 per kg. Tingginya harga cabai ini tidak dirasakan oleh petani di sentra produksi cabai. Pasalnya banyak tanaman cabai terserang penyakit Bule dan akhirnya mati.
"Kekeringan menyebabkan tanaman cabai kekurangan air. Untuk menyelamatkan tanaman cavai, kami harus menyedot air dari sumur pantek atau sungai," kata Kartono, 60 petani di Desa Pasir, Kecamatan Mijen, Demak, Senin (15/7).
Ia pun tidak menikmati tingginya harga cabai karena hasil panen merosot tajam. Lahan seluas 0,5 hektare ini dapat menghasilkan 50-100 kg cabai. Namun saat ini lahan cabai milik Kartono ini hanya menghasilkan 2-3 kg cabai.
"Saat panen cabai lalu, harganya malah jatuh Rp6.000 hingga Rp8.000 per kilonya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Riyanto,56, petani di Kandangan, Temanggung. Para petani harus mengubah jenis tanaman yang akan ditanam, dari cabai menjadi palawija. Lantaran produksi cabainya merosot dari 200 kg per hektare, saat ini hanya 5-10 kg per hari per hektare. Kondisi di centra cabe Pemalang seperti di Desa Cekatakan dan Desa Gunungsari, Kecamatan Pulosari, Pemalang lebih parah lagi. Para petani di lereng Gunung Slamet memilih meninggalkan ladangnya karena kemarau dan ketiadaan air sehingga lahannya sulit ditanami.
baca juga: Jemaah Diharapkan Menikmati Fast Track
"Saat kemarau dan ladang tidak dapat ditanami lagi, warga di sini terutama yang muda memilih merantau untuk kerja di luar," ujar Sukarmin,60 petani di Desa Cekatakan, Kecamatan Pulosari, Pemalang. (OL-3)
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved