Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

PTPN 5 akan Serahkan 2.800 Hektare Lahan Sinama Nenek

Rudi Kurniawansyah
09/5/2019 14:00
PTPN 5 akan Serahkan 2.800 Hektare Lahan Sinama Nenek
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara 5 (PTPN 5) Jatmiko Krisna Santosa(MI/Rudi Kurniawansyah)

DIREKTUR Utama PT Perkebunan Nusantara 5 (PTPN 5) Jatmiko Krisna Santosa menegaskan pihaknya mematuhi keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menyerahkan lahan seluas 2.800 hektare di Sinama Nenek, Kabupaten Kampar, Riau, kepada masyarakat setempat.

Bahkan, PTPN 5 secepatnya akan melakukan upaya proaktif berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah terkait mekanisme teknis dan berita acara penyerahan lahan tersebut.

"Kami mematuhi keputusan pemerintah. Namun terdapat kehidupan sebanyak 400 keluarga karyawan yang sudah lebih 20 tahun mengelola dan menjaga lahan dengan baik. Mereka juga perlu diperhatikan," kata Jatmiko kepada Media Indonesia di Pekanbaru, Kamis (9/5).

Jatmiko menjelaskan, lahan Sinama Nenek atau disebut dengan kawasan kebun Sei Kencana merupakan kebun paling bagus di Riau. Kebun itu dilengkapi berbagai macam sarana dan prasarana, infrastruktur, sekolah, pusat kesehatan, serta fasilitas lainnya senilai Rp46 miliar.

Baca juga: Pemerintah Bakal Bagikan 978 Ribu Ha Lahan tidak Produktif

Selain itu, permukiman sebanyak 400 keluarga karyawan di kebun tersebut selama lebih dari 20 tahun juga telah membuka perekonomian di daerah itu.

"Tidak masalah dengan total nilai aset, kita anggap diganti dengan puluhan tahun ini lahan kita pakai. Tapi bagaimana dengan 400 keluarga karyawan di sana. Saya tanyakan langsung dan mereka marah, sedih dan hanya bisa pasrah," ungkapnya.

Jatmiko mengungkapkan, kronologis lahan Sinama Nenek merupakan bagian areal pencadangan pada 1986 seluas 30 ribu hektare untuk PTPN. Kawasan itu status hukumnya ialah tanah negara berupa pelepasan kawasan hutan.

Pada 1989 dilakukan berita acara ganti rugi untuk semua tegakan yang dikelola masyarakat. Proses itu disaksikan Bupati Kampar dan instansi terkait. Kemudian, 1990 dimulai penanaman karet dan dilanjutkan pada 1992 yaitu penanaman kelapa sawit.

Selanjutnya pada 1998-1999 mulai diurus Hak Guna Usaha (HGU) lahan tersebut.

"Permasalahan muncul hanya pada lahan Sinama Nenek yang tidak bisa dikeluarkan HGUnya oleh BPN sebab ada klaim dari masyarakat," ungkapnya.

Persoalan sengketa itu, sambungnya, berlanjut hingga pengadilan. Sebanyak tiga kali gugatan, pengadilan selalu memenangkan PTPN. Masyarakat Sinama Nenek dan PTPN5 dengan mediasi yang dilakukan anggota DPD RI kemudian bersepakat menyelesaikan dengan sistem lahan pengganti secara bertahap.

"Tapi saat kesepakatan dilaksanakan, tiba-tiba keluar keputusan pemerintah untuk melepaskan. Ya bagaimana lagi, kami patuh. Kami serahkan," tuturnya.

Jatmiko mengharapkan, keputusan pemerintah tentu diambil dengan pertimbangan yang matang. Hal ini demi mencegah terjadinya efek domino atas keputusan penyelesaian sengketa saling klaim seperti itu.

"Ini akan menjadi contoh kasus sengketa serupa. Jadi kuncinya nanti di penerimanya itu. Selama pemerintah bisa menjamin penerima tanah itu, tidak akan ada orang yang berani mengklaim seperti itu lagi," terangnya.

Jatmiko menambahkan, idealnya lahan Sinama Nenek yang diserahkan kepada masyarakat bisa dijadikan mitra petani plasma dengan perusahaan. Pasalnya, lokasi lahan yang sudah terintegrasi dan terbangun baik serta dekat dengan fasilitas pabrik kelapa sawit PTPN5.

"Pilihan terbaik ya menjadi plasma," pungkasnya.(OL-5)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya