Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Ambil Kebijakan BJB, Pemprov Jabar harus Libatkan Kabupaten/Kota

Bayu Anggoro
14/3/2019 16:45
Ambil Kebijakan BJB, Pemprov Jabar harus Libatkan Kabupaten/Kota
(Ist)

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) harus melibatkan pemerintah kabupaten/kota dalam pengambilan kebijakan Bank BJB. Sebab, pemerintah daerah tingkat I tersebut bukan satu-satunya pemilik badan usaha milik daerah (BUMD) itu.

Pakar ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi, menilai, pemerintah kabupaten/kota pun memiliki saham di BUMD tersebut sehingga berhak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Bahkan, jika digabung, besaran kepemilikan sahamnya jauh lebih besar dibanding yang dikuasai Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Pemprov Jabar kan punya sahamnya sekitar 38%. Artinya yang 62% itu punya kabupaten/kota dan Pemprov Banten," kata Acuviarta di Bandung, Kamis (14/3).

Namun, meski bukan sebagai pemegang saham mayoritas, menurutnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat terlalu dominan dalam menetapkan kebijakan Bank BJB. 

Hal ini tidak etis karena pemilik saham lainnya hampir tidak pernah dimintai masukan atau pendapat saat memutuskan langkah-langkah strategis.

"Pemprov tidak serba semuanya tahu. Gubernur harus mendengarkan kabupaten/kota sebagai pemegang saham lain," katanya.

Salah satunya, lanjut Acuviarta, terkait seleksi calon direksi yang saat ini sudah memasuki tahap akhir. 

"Harusnya melibatkan komponen lain, ada proses mendengarkan masukan, pendapat dari pemegang saham lain. Kepemilikan saham pemprov memang paling besar (38%), tapi bukan mayoritas," katanya.

 

Baca juga: Jawab Tantangan Emil, Bank BJB Perlu Nakhoda Baru

 

Ia pun menyebut komunikasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kabupaten/kota hanya sebatas penyertaan modal saja karena keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah daerah tingkat I itu.

Selain itu, bukti kurang dilibatkannya pemilik saham yang lain terlihat dari minimnya pengetahuan pemerintah daerah tentang pola bisnis Bank BJB. 

"Ironi, kabupaten/kota tidak memahami pola bisnis Bank BJB. Ini bukti tidak adanya komunikasi pemegang saham. Terlepas besar-kecil," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia kondisi ini harus dihentikan agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. 

"Ini jadi persoalan ke depannya. Karena harusnya mengakomodasi pertimbangan yang ingin diakomodasi dari pemegang saham lain," katanya.

Acuviarta pun kembali menyebut seleksi direksi sebagai contohnya. Dalam menentukan kandidat tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mendengarkan aspirasi kabupaten/kota selaku pemilik saham lainnya.

Sebab, kondisi pembangunan di setiap daerah akan berbeda satu sama lainnya. 

"Bagaimana dukungan calon direksi itu terhadap pembangunan di kabupaten/kota. Karena ada perbedaan karakteristik di setiap kabupaten/kota," katanya.

Menurut dia, kebijakan Bank BJB harus selaras dengan kondisi perbankan di masing-masing kabupaten/kota. 

"Ada hal-hal yang perlu dicermati oleh para calon direksi. Bagaimana pemahamannya tentang sektor keuangan dan perbankan di masing-masing wilayah. Bagaimana strateginya," kata dia.

Pemahaman di sektor keuangan dan perbankan harus menjadi aspek utama dalam memilih direksi. Terlebih, Acuviarta menilai eksistensi Bank BJB ini tidak terlepas dari dukungan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten.

"Kita harus akui, eksistensi BJB ini tidak terlepas dari dukungan semua kabupaten/kota sebagai pasar," katanya seraya mengkhawatirkan adanya pelepasan saham oleh pemerintah kabupaten/kota karena merasa tidak diakomodasi.

Selain itu, menurutnya pemerintah kabupaten/kota pun dibolehkan menempatkan dananya di bank umum selain bank pembangunan daerah setempat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006

Lebih lanjut, Acuviarta pun menilai, besaran saham Bank BJB yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang BUMD. Dalam pasal 24, kepemilikan saham pemilik BUMD seharusnya minimal 51%.

"Dalam pasal 24 PP 54/2017 Tentang BUMD, disebutkan pengurangan modal daerah pada BUMD dapat dilakukan sepanjang tidak menyebabkan kepemilikan saham di bawah 51%. Tapi sekarang kan Pemprov Jabar hanya punya saham 38%," katanya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya