Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TSUNAMI yang terjadi di Selat Sunda telah kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau yang menimbulkan tsunami. Bila itu penyebabnya maka fenomena ini diduga masih berpotensi berulang.
Pakar tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Widjo Kongko menyampaikan hal itu dalam wawancara dengan Media Indonesia, Senin (24/12). Berikut petikan wawancaranya.
Tanya (T): Apa yang dimaksud dengan flank failure/collapse pada Anak Krakatau sehingga berdampak tsunami?
Jawab (J): Sebetulnya proses terjadinya tsunami itu tidak hanya bersumber dari gempa bumi. Ada mekanisme lainn yang bisa menimbulkan tsunami yaitu akibat letupan, collapse dan aliran lava. Kalau itu terjadi di bawah laut bisa menimbulkan tsunami. Gunung api itu memiliki beberapa ruangan. Saat erupsi maka ada ruangan yang ambrukdan menimbulkan lubang. Dan lubang itu terisi air dan menyebabkan longsor ke laut dan memicu tsunami. Dari citra satelit sebelum dan sesudah erupsi Anak Krakatau, ada indikasi sekitar 60 hektare luasan Anak Krakatau yang hilang dan masuk ke laut. Longsor ini akibat erupsi. Sedangkan ketebalannya belum kami hitung. BPPT akan melakukan riset ke sana dalam waktu dekat.
T: Bagaimana dengan potensi berulang?
J: Gunung Anak Krakatau itu mempunyai ketinggian 3300 meter di atas permukaan laut. Di beberapa tempat pada tubuh gunung keadaannya curam. Terutama di bagian selatan. Kecuraman itu karena adanya aktivitas erupsi atau tremor yang terus menerus. Ditambah intensitas hujan tinggi, kemiringannya juga terja. Potensi-potensi ini bisa saja terulang. Erupsi masih jalan sampai sekarang. Ini sangat logis karena erupsi masih ada dan hujan juga terus turun. Ada longsoran berikutnya. Dan ada potensi tsunami.
Baca juga: Presiden Tinjau Lokasi Terdampak Tsunami Selat Sunda
T: Tsunami akibat erupsi gunung adalah sesuatu yang baru?
J: Memang 90% tsunami ditimbulkan gempa bumi. Padahal penyebab tsunami selain gempa bumi, juga dikarenakan letusan gunung yang berdampak pada bawah laut. Jatuhnya meteor ke laut juga bisa menyebabkan tsunami. Namun dominan adalah tsunami akibat gempa bumi.Seperti Anak Krakatau yang erupsi menimbulkan tsunami, ada akibat langsung dan tidak langsung.
T: Anda pernah memaparkan modeling potensi tsunami di Jawa bagian Barat. Bisa dijelaskan?
J: Saya pernah memaparkan di sebuah seminar yang diselenggarakan oleh BMKG. Pada saat itu BMKG minta kajian model potensi ancaman tsunami di Jawa bagian barat. Saya membuat pemodelan cepat dengan menggunakan peta gempa terbaru dikeluarkan oleh Kementerian PUPR tahun 2017. Skenarionya bila terjadi gempa bumi akibat pelepasan megatrust di selatan Jawa maka Kabupaten Pandeglang ini paling berpotensi terdampak tsunami. Jika terjadi tsunami, ombaknya diperkirakan di atas 50 meter dan sampai ke darat lebih cepat karena di Ujung Kulon itu langsung berhadapan dengan Samudra Hindia. Sekarang pun demikian. Pandeglang merupakan wilayah terkena dampak terburuk tsunami Anak Krakatau. Walau skenarionya berbeda, tapi ini sudah terjadi. Pandeglang memang rentan terhadap bencana tsunami. Memang waktu itu kajian yang saya paparkan ditangkap keliru dan seperti bola liar, yang menimbulkan kegaduhan.
T: Bagaimana sebaiknya ke depan agar bisa mengurangi risiko korban jiwa cukup banyak?
J: Ada beberapa hal dari sisi sains dan keilmuan dari riset sumber-sumber gempa. Saat ini kita menyaksikan tsunami di Palu kemudian di Selat Sunda. Dan sebelumnya ada gempa besar juga di Lombok. Ini khazanah baru yang bisa menambah pengetahuan tentang kebencanaan. Pemerintah harus mendukung periset untuk meningkatkan penelitian. Periset harus diberi waktu untuk meningkatkan kapasitasnya. Sistem peringatan dini harus diperbaiki, selama ini belum maksimal. Sekarang ini harus multi hazard.
BMKG harus diberi ruang dan anggaran yang cukup untuk meningkatkan kapasitas early warning system, peralatan, personel, radar, buoy tsunami, cable based tsunameter. Harus dibangun fasilitas alat deteksi dini tsunami di perairan Indonesia. Dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan dan ini adalah ancaman bencana.
Kemudian untuk BNPB, BPPT dan Pemerintah Daerah, setelah adanya early warning system harus melakukan mitigas efektif. Perbanyak pelatihan. Pemerintah Daerah harus membuat peraturan untuk tata ruang di pantai dan implementasinya terhadap bencana. Sebetulnya ada regulasi untuk tata ruang pantai ini tapi tidak dilaksanakan. Contohnya jarak 100 meter dari pasang tertinggi tidak boleh ada aktivitas manusia atau bangunan. Kemudian daerah-daerah bencana harus melibatkan topografi wilayah utuk menata ruang kawasan pesisir.
Ini untuk mitigasi sekaligus mengurangi risiko bencana baik dari kerugian fisik maupun kehilangan nyawa. Peningkatan regulasi berbasis mitigas bencana harus dibuat. Kejadian di Palu atau di Selat Sunda, saat banyak orang berkumpul di pantai. Pas ada event besar dan tiba-tiba ada tsunami. Di kawasan pantai yang selama ini untuk wisata juga harus ada rambu-rambunya. Ada tsunami center di situ agar masyarakat paham. (OL-3)
Masyarakat NTT diminta tetap tenang dan tidak terpancing dengan isu gempa dan tsunami yang beredar beberapa hari terakhir.
Dia menyebut informasi tersebut merupakan paparan peta bahaya wilayah Indonesia saat ini. BMKG selalu membuat potensi bencana dari ringan hingga terburuk.
Kabupaten Serang, Provinsi Banten, memiliki potensi risiko bencana tsunami mulai level sedang hingga tinggi.
Tanaman Butun, keben atau dikenal juga dengan putat laut ini pernah mendapat predikat sebagai Pohon Perdamaian di masa Bapak Presiden Soeharto.
Letak geografis Indonesia di pertemuan tiga lempeng, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik menyebabkan Indonesia rawan mengalami gempa yang dapat memicu tsunami.
Saat kejadian, Nurjanah mengaku sedang berada di dalam rumah dan hendak bersiap untuk tidur bersama sejumlah anggota keluarga lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved