Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar Pertanyakan Pemberian Restorative Justice 2 WN India

Akmal Fauzi
13/3/2025 17:30
Pakar Pertanyakan Pemberian Restorative Justice 2 WN India
ilustrasi(123RF)

PENGAMAT hukum Haryono Umar mengatakan pemberian restorative justice kepada pelaku pelanggaran hukum harus dilaksanakan sesuai dengan asas ketentuan hukum berlaku.

Dia mempertanyakan mekanisme restorative justice yang digunakan penegak hukum untuk membebaskan para tersangka penggelapan dana perusahaan besar asal Arab Saudi. Menurutnya, kasus itu berpotensi mengganggu iklim berusaha di Indonesia

"Yang paling mudah, harus ada kepastian hukum. Karena yang paling jadi perhatian para investor itu, apakah di tempat yang mau dia investasi ada kepastian hukum atau tidak," kata Haryono dikutip Antara, Kamis (13/3).

Mantan Komisioner KPK itu menekankan aparat penegak hukum termasuk Polda Metro Jaya dapat menerapkan kepastian hukum yang mengacu dan mengikuti ketentuan hukum pidana serta perdata.

"Di kita itu, tinggal dijalankan, diikuti, dipatuhi, kalau dia tidak mematuhi, artinya dia melanggar. Kalau melanggar KUHAP artinya apa yang dilakukan tidak sah," katanya.

Terkait kasus penggelapan dana perusahaan asing yang melibatkan dua WNA India tersebut, ia menilai pembebasan dua tersangka itu tidak sesuai dengan semangat Asta Cita yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.

Sebelumnya, dua tersangka WNA asal India yakni AS dan SH yang terlibat dalam kasus penggelapan dana perusahaan besar asal Arab Saudi, dibebaskan oleh penegak hukum melalui mekanisme restorative justice.

Keduanya dilaporkan pada 2022 lalu lantaran membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sehingga perusahaan harus membayar tagihan sebesar Rp17 miliar.

Ulah keduanya menyebabkan perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia sejak 2012 itu harus mengalami kerugian hingga mencapai sekitar 62 juta dolar AS.

Namun, dua tersangka WNA asal India tersebut dibebaskan melalui mekanisme perdamaian restorative justice di tahun 2023, tanpa sepengetahuan dan keterlibatan pemilik perusahaan.

Pemilik perusahaan menduga penghentian perkara tersebut karena adanya permainan oknum penegak hukum dengan pihak tertentu. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya